Takdir

308 13 7
                                    

Pandangan Dio gelap, kepalanya sedikit berat pandangnya masih samar-samar mengenali tempat saat ini. Yang ternyata kamarnya sendiri, dilihatnya Jam sudah menunjukan jam 08:00 WIB. Dio lupa tentang apa yang terjadi kemaren malam yang dia ingat saat itu dia sedang bersama Elang, lalu sekarng dia sudah ada dikamarnya.

Dio berjalan dengan memaksa badannya menuju dapur mencari air minum, menghilangkan tenggorokan yang seret.

“udah sadar?” tanya Abeng sesaat keluar kamar.

“gue kenapa sih beng?” tanya Dio masih bingung.

“lo gak ingat?” tanya Abeng lagi.

“kalau gue ingat, buat apa gue nanya” jawab Dio sewot.

“santai dong, gak usah ngajak ribut” jawab Abeng menjadi kesal.

“siapa yang ngajak ribut, lo aja baperan” kata Dio makin memancing kekesal Abeng.

“anjirrr sumpah gue kesel” kata Abeng kesal. Kemarahannya mencapai puncak lantas ia meninggalkan Dio begitu saja tanpa memberi penjelasan tentang keadaan Dio.

“perasaan yang PMS gue, kok dia yang sensitif sih” celetuk Dio menanggapi kekesalan Abeng.

Dio memutuskan mengingat sendiri tentang kejadian kemarin malam, sambil memakan sarapan sereal Dio terus melamun. Matanya menjelajah tak menentu, ia berusaha mamaksa otaknya  bekerja sangat keras untuk mengulang memori kemarin malam.

“ahhhh gue ingat, kemaren gue pingsan” kata Dio akhirnya bisa mengingat kejadian tadi malam.

“terus habis itu apa? Kemaren gue bareng Elang kan? Dia yang ngantar gue pulang atau gimana sih ?” tanya Dio panjang pada dirinya.

“Bodo ah, kayak orang gila aja gue ngomong sendiri” katanya lagi kesal pada dirinya sendiri.

***

Setelah mendapat izin Elang dan dengan persetujuan Juno, akhirnya Raja bekerja sebagai karyawan sementara di TUXEDO CAFE. Dengan beberapa bimbingan yang lainnya Raja, mempelajari satu persatu hal yang harus dilakukan disini.

Berhubung cafe lebih sering ramai dari siang atau sore hingga malam maka Raja hanya masuk kerja dari jam 02:00. Ditambah lagi statusnya juga yang merupakan karyawan sementara maka Juno tidak mau terlalu memaksa Raja bekerja keras disini lagi pula alasan  Raja pulang ke Indonesia untuk liburan atau pulang kampung bukan untuk bekerja.

“orang yeng kecafe kemaren abang lo kan?” tanya Bimo disela istirahat yang kebetulan pengujung cafe saat ini tidak terlalu ramai.

“iya Bang” jawab Raja.

“Abeng lo bos kan? Seingat gue dia sering order kopi atau nongkrong disini?” tanya Roy turut ikut campur.

“iya” jawab Raja lagi.
“kenapa gak kerja diperusahaan abang lo?” tanya Bimo lancang.

Raja hanya tersenyum tidak sama sekali merasa tersinggung dengan pertanyaan itu. “gue males kerja pake otak. Mau kerja yang santai-santai aja. Lagian kerja diperusahaan milik orang tua berat bang, yang ada gue jadi bahan pembicaraan walaupun gak semuanya gitu”

“iya sih, pasti beberapa diantara mereka bakal ngomong, ‘dia mah enak anak bos, tinggal main masuk bisa langsung dapat jabatan tertinggi pula’, ‘anak bos sih bebas mau kerja jadi apa walaupun gak ada bakat sekalipun’ setidaknya pasti mereka bakal ada yang ngomong gitu.” Kata Bimo seolah paham betul perasaan Raja.

“tapi kerja disini gak santai-santai banget loh” kata Roy lagi.

“iya bang gak apa-apa setidaknya gue gak harus kerja diperusahaan bokap” jawab Raja.

“boleh juga cara pikir lo yang gak memanfaatkan jabatan orang tua.” Ungkap Roy kagum.

“Bang Abeng kenapa sih? Kok kayak dongkol gitu?” tanya Raja saat melihat Abeng yang sesekali menggerutu saat membersihkan studio tatto.

“paling habis perang saraf sama Dio, mau apapun masalahnya, mau gimana pun caranya pada akhirnya selalu Dio yang menang. Jadi lo gak usah heran deh meraka udah sering gitu, kalau ada hari dimana mereka gak berantem artinya kiamat sudah dekat” kata Roy melebih-lebihkan suasana.

“lebay banget sih lo bang” kata Raja lucu dengan pernyataan Roy.

“eh Ja, ada abang lo tuh” celetuk Abeng mengagetkan obrolan ketiganya.

Elang datang seorang diri, duduk mengisi salah satu meja yang kosong.

“lo ngapain bang?” tanya Raja menghampiri Elang.

“gue pelanggan, lo gak nyatat pesanan gue?” kata Elang seolah mengejek adiknya.

“pesan apa?” tanya Raja langsung peka.

“latte aja deh, ” jawabnya singkat. Raja beranjak pergi menyampaikan pesanan pada Bimo sambil menunggu pesanan disiapkan ia mengambil posisi duduk satu meja dengan Elang.

“gimana pekerjaan lo?” tanya Elang

“sejauh ini lancar, lo kesini buat mantau gue?” tanya Raja dengan mata menyelidik

“gue Cuma nanya, gak salah kan?”

“iya gak salah” jawab Raja tau mau berdebat. Lantas Raja kembali beranjak mengambilkan pesanan Elang yang telah siap.

“Dio mana?” tanya Elang mengutarakan maksud sebenarnya ia datang kecafe.

“gak tau belum bangun paling, belum ada turun kebawah.” Jawab Raja.

“seberapa dekat lo sama Dio?” tanya Raja lagi yang penasaran.

“beberapa kali gue ketemu dan ngobrol sama dia” jawab Elang. “ketemu dimana emang?” tanya Raja lagi.

“Dijalan, diminimarket biasa dia nongrong atau kebetulan gue mesan jasa dia” jawab Elang. Lo kok kayak mengintrogasi gue?” tanya Elang heran dengan sikap Raja yang mendadak berubah.

“nanya aja” jawabnya cuek.

“Gue balik deh, masih ada kerjaan” kata Elang berpamitan usai kopinya habis.

Dio duduk nyaman disalah satu meja kosong Dicafe, seperti anak kecil Dio nampak sibuk menggambar menggunakan kerayon hasil palakannya.

Karena ada Raja yang bekerja disini, Dio bisa sedikit santai tak ikut membantu walaupun  pada hari biasanya ia juga jarang membantu kecuali disuruh atau kecuali lagi rajin.

Sesekali Raja mengganggunya, membuat beberapa kali salah mengambar, sekitar ada 3 sampai 4 gambaran gagal yang digumpalnya akibat perbuatan Raja. 

Padahal Dio hanya mencoba menggambar menggunkan kerayon tapi ia terlihat sangat serius seperti orang yang sedang ikut lomba. Sambil berusaha mengatur moodnya yang berkali-kali dihancurkan Raja, Dio tak henti menggerutu seorang diri.

“serius banget sih lu” ujar Raja sambil membawakan secangkir susu coklat hangat untuk Dio.

“Bodo” jawab Dio singkat tak menghiraukan Raja.

“tadi ada Elang kesini, nyariin lo” kata Raja lagi.

But, Who I Am?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang