Dio berjalan dengan malas kelantai bawah, menuju cafe. Dengan menggunakan jamper hitam dan celana training hitam garis tiga disamping. Dio berjalan dengan sangat lesu, seperti tak bersemangat. Hidungnya merah, matanya juga sedikit sayu.
Hachuu...hachuu...hachuu...
“ya ampun tisu udah kayak rumput liar, ada dimana-mana” omel Abeng saat melihat Dio menghambur tisu bekas bersin diatas salah satu meja cafe tempatnya duduk.
Sudah beberapa kali Dio bersin dan menyapu ingusnya dengan tisu, suara teriakan bersinnya sudah seperti lagu yang memenuhi cafe.
Dio tidak menghiraukan omelan Abeng, malah melawan. “apa urusan lo?”
“lo sakit?” tanya Bimo yang kebetulan lewat. Dio Cuma menggeleng-geleng, tapi apa yang dibilang dan keadaan sebenarnya justru berbanding terbalik.
Hachuu..hachuu...
“kalau sakit dikamar aja, tidur sana” perintah Abeng.
“gak mau”
“biasanya kalau disuruh tidur cepat” Abeng menggerutu terus. “IHH SIBUK BANGET SIH LO” rengek Dio kesal merasa disudutkan terus.
“sudah jangan diganggu” Juno menjitak pelan kepala Abeng, memberi isyarat agar jangan mengganggu Dio.
“minum obat, biar cepat sembuh” omel Abeng lagi sebelum pergi.
“BAWEL” gerutu Dio.
Hari itu masih pagi, jadi belum terlalu banyak pelanggan. Mereka juga masih menyiapkan dan merapikan cafe, bel pintu cafe berbunyi karena seseorang masuk.
Raja langsung masuk kedapur mengambil lap, setelah mengambil celmek hitam. Raja membantu Ryan membersihkan meja cafe, sementara yang lain sibuk menyiapkan mesin pembuat kopi, menyapu ataupun mengepel. Sedangkan Juno yang kebetulan juga baru sampai menyiapkan bahan didapur dan merapikan beberapa kue yang baru datang.
Dio? masih sibuk dengan bersinnya yang Cuma selang beberapa menit berhenti lalu kembali bersin. Hidung juga jadi agak kemerehan karena terus disapu oleh tisu secara kasar.
“kenapa?” tanya Raja sambil melempar pandangan ke Dio, bertanya pada Ryan. “bersin” Ryan malah menjawab singkat, sama sekali tidak memberi penjelasan yang berarti.
“gue tau kalau itu, maksud gue kenapa bersin-bersin terus?” tanya Raja lagi.
“Flu kayaknya, tanya sendiri coba” Ryan malah pergi setelah menjawab pertanyaan Raja, sibuk dengan kegiatan lain.
Raja menghampiri Dio, yang sekarang dikelilingi tisu bekas bersin. “kenapa lo?”
“Hachuuu...ber...Hachuu...sin” jawab Dio terhalang oleh bersinnya. Raja meninggalkan Dio sebentar untuk mengambil plastik sampah, setelah kembali Raja memunguti satu per satu tisu bekas Dio, dimasukkan kedalam plastik. Sama sekali tidak merasa jijik.
Karena Raja juga, diatas meja dan disekitar Dio bersih dari bekas tisu. “gue tau lo bersin” jawab Raja setelah membersihkan sampah ulah Dio.
“terus ngapain nanya?”
“lo sakit? Flu?” Bukannya menjawab malah nanya lagi. Dio Cuma mengangguk saking subiknya menyapu ingus.
“gue kira lo gak bisa sakit”
“lo kira gue robot, gini-gini gue masih manusia”
“gue juga gak pernah bilang lo robot” gurau Raja.
Dio melempari Raja tisu bekas miliknya “JOROK, ANJIR!” teriak Raja heboh sementara Dio tertawa puas.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
But, Who I Am?
Teen Fiction"Ketika waktu dan tragedi merubahmu menjadi orang yang berbeda" Seorang anak SMA sepolos Dian tidak pernah menyangka rasa sukanya selama ini kepada kakak kelasnya-Elang terbalaskan, entah keberuntungan macam apa yang menimpanya Elang anak paling hit...