Kecamuk

64 6 0
                                    

Semua orang berkumpul, seakan-akan ada kecelakaan besar yang menimpa Dio, semua teman dan karyawan Juno turut ada disana walaupun sebagian hanya menunggu diluar karena teguran pihak rumah sakit yang melarang banyak orang didalam ruangan. Bahkan Cafe pun tidak buka karena kejadian itu.

Aroma rumah sakit sangat terasa disana, dari bau infus sampai bau obat-obatan yang mendominasi. Sebenarnya tidak ada masalah serius pada Dio, dokter juga bilang tidak ada yang perlu dikhawatirkan mungkin entah karena Dio sangat berharga atau mereka yang terbiasa seperti ini, masalah kecilpun jadi tampak serius.

Sejam setelah dibawa kerumah sakit, Dio akhirnya membuka kedua matanya perlahan masih berusaha mengumpulkan kesadaran, mengingat apa yang berusan terjadi.

Dio sempat terkejut melihat Juno, Abeng,  dan Dino berdiri seketika saat melihat Dio membuka matanya. “lo gak apa-apa?” tanya Abeng langsung.

“Rame banget” Dio justru berkomentar jumlah orang yang menjenguknya, bukan menjawab pertanyaan Abeng. “lo gak apa-apa? Lo pingsan di Bandara?” tanya Dino kini, Juno juga terlihat khawatir, tapi tidak bertanya apapun. Ia terlalu sibuk memperhatikan anaknya dari ujung kaki hingga ujung rambut.

“Masa sih gue pingsan? Kok bisa?” Tanya Dio balik, yang lebih terkesan bermain-main. Membuat Abeng sedikit kesal padanya hingga menjatuhkan sentilan kecil kejidat Dio. Justru pukulan kuat mendarat kebahu kanan Abeng-balasan dari Juno akibat kejahilannya.

“Ade benaran gak apa-apa? Kenapa sampai pingsan?” tanya Juno lembut. Dio berusaha duduk dibantu Abeng dan Dino. “Gak apa-apa Dad, tiba-tiba pusing terus gelab aja. Kecapeaan kali” timpal Dio berasa melepaskan kekhawatiran Daddynya.

“Syukurlah, Sekarang kamu istirahat aja” ucap Juno lega. Dio menatap heran “Kenapa pada panik gitu sih? Kan Cuma pingsan? Belum mati juga” ujar Dio polos, tanpa merasa bersalah. Otomatis semua mata molotot padanya, tak suka dengan kata-katanya yang terkesan menyepelekan.

“Oke..oke..sorry, gue istirahat aja deh” Dio kembali tidur dan menutup diri dengan selimut sebelum ada ceramah gratis keluar. Bukannya tidur Dio justru grasak-grusuk gak bisa diam, balik kanan-balik kiri. “Dadd” panggil Dio sambil membuka setengah selimut yang menutup sekujur tubuh.

Juno hanya menatap seolah bertanya apa lewat tatapan itu. “kok kalian pada disini semua? gak balik? Caffe tutup yah?” tanya Dio tak takut. “lo pikir?” Justru Abeng yang menjawab dengan muka sangar. Bibir Dio mengerucut, tak suka kalau Abeng yang menjawab. Lalu kembali menyelimuti seluruh tubuhnya.

“Yang ngantar gue kesini siapa? Ayu yah?” tanya Dio dari balik selimut. “Cewek yang mana?” tanya Abeng tak tau, karena kebetulan tak bertemu dengan Ayu. “Anak perempuan yang ngantar Dio ke rumah sakit” ujar Juno menjawab

“Jadi beneran dia yang ngantar” Dio bergumam seorang diri “ lo kenal?” tanya Abeng lagi. Sungguh aneh percakapan mereka. Percakapan dibalik selimut.

“kenal di Bandara, sekarang orangnya kemana?”

“mana gue tau”

“gue gak nanya lo” bisa-bisanya mereka berdebat lagi. Abeng hanya bisa mendengus kesal.

“sudah pulang, ada keperluan mendadak katanya” Dio sudah diam ketika Juno menjawab, mungkin tak mau berpanjang lebar lagi.

***

Seperti menjadi lukisan, pemandangan malam dari tempat kerja Elang tak pernah absen. Untuk kesekian kalinya ia menghabiskan waktu malamnya diruang kerja bersama setumpuk proyek dan kontrak yang menanti.

Sudah beberapa hari ini Elang tak mendapat kabar tentang Dio, sejak ia pergi keluar negeri. Raja yang satu-satunya menjadi sarananya tau tentang Dio juga tidak tau apa-apa. Padahal dulu tidak bertemu satu minggu sekalipun tidak masalah. Kali ini berbeda, pusat perhatian Elang berhasil dikuasai oleh Dio. Ketertarikan dan rasa suka itu tumbuh tanpa disadari.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

But, Who I Am?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang