kacang

286 19 0
                                    

Seperti manik-manik permata, hamparan bintang-bintang berkilauan indah diluasrnya langit malam yang gelap tanpa bulan. Namun malam masih cukup ramai dengan kehadiran para bintang. Elang termenung menatap kearah langit, menikmati keindahan malam, lukisan Tuhan.

Kenyamanannya malam itu sempat terganggu karena sejak tadi hp-nya terus berdering, ada seseorang yang menelponya. Elang menatap kearah layar ponsel, alisnya terangkat bingung saat membaca nama yang muncul dari layar ponsel.

“halo”

“turun kebawah, sekarang gue dilobi” perintah orang itu dari balik telepon, ia adalah Dio.

“kenapa?” tanya Elang bingung.

“turun aja kenapa sih, gak usah pake banyak tanya”

“iya, iya gue turun”

“jas lo tinggal aja, pake kemeja aja” perintahnya lagi.

Dengan masih keadaan bingung Elang memutuskan mendatangi Dio yang memaksanya turun ke lobi, walaupun ia tak memahami maksud Dio tapi ia tetap menuruti permintaan Dio.

“ngapain lo kemari?” tanya Elang sesampainya.

“pakai nih” kata Dio yang justru melemparkan sebuah jaket ke Elang, membuatnya makin bingung saja.

“buat apa? Emang lo kesini mau apa?” tanya Elang dalam keadaan bingung

“gue traktir lo makan, sebagai ucapan terima kasih”

“terima kasih untuk apa?”

“semuanya”
Bukannya menjawab Elang Cuma diam membisu, masih sulit mencerna kata-kata Dio.

“ikut gak? Kalau gak gue tinggal nih”

“iya iya” kata Elang tersadar ia cepat-cepat memakai jaket yang dibawa Dio.

“kenapa gue harus pakai jaket ini?”

“supaya penampilan lo gak beda jauh sama gue, males gue jalan sama orang berpakaian kayak bos” jawabnya. Elang hanya tersenyum menanggapi alasan Dio yang sedikit konyol sambil mengikuti Dio yang sudah berjalan menuju parkiran.

“pakai mobil gue aja” kata Elang memberi saran dibalas anggukan setuju dari Dio.

Mata Dio menatap padatnya jalanan dari jendela kaca mobil, ini waktunya bersantai karena Elang dengan senang hati mau menyetir mobil menuju tempat yang akan dituju mereka. Terkadang Elang bertanya mau makan dimana. Namun Dio Cuma menjawab ‘terserah’ sedangkan setiap Elang akan menepikan mobil Dio selalu bilang jangan disitu.

“lo mau makan dimana sih? setiap gue suduh mutusin tempat lo bilang jangan. Padahal lo bilang terserah”

“dimana aja, asal jangan direstoran. Ogah gue”

“bilang kali dari tadi, jangan Cuma diam” jawab Elang kesal.

“lo marah sama gue?” tanya Dio jadi ikut-ikutan emosi.

“iya” jawab Elang jujur. Dio hanya cemberut dan terdengar menggerutu pelan sambil melihat kearah jalan.

Elang akhirnya membawa Dio ke penjual makanan pinggiran atau warung yang ada dipinggiran jalan, ada banyak penjual makanan disana dari penjual nasi goreng, ketoprak, gado-gado, dan masih ada lagi yang lain.

Ia menepikan Mobilnya mencari tempat parkit yang tepat, tak melanggar aturan namun lumayan jauh dari tempat mereka akan makan.

“Disini kan yang lo mau?” tanya Elang

“iya”

“mau makan apa?”

“apa aja selain, makanan yang ada kacangnya”

“kacang?”

“iya, gue alergi kacang” jawab Dio santai tapi Elang seperti terlihat serius ketika mendengar kata alergi kacang meninggalkan kebingungan bagi Dio.

“kenapa bengong?” tanya Dio menyadarkan Elang yang sempat melamun.

“gak apa-apa” jawabnya cepat.

“ya udah makan nasi goreng aja yok” ajak Dio lagi sambil menujuk paman penjual nasi goreng.

“iya”

Selama menunggu nasi goreng dimasak Elang Cuma diam melamun, kesadaranya seperti masuk kedunia yang berbeda. Tatapannya tampak serius seperti memikirkan hal yang penting.

“kenapa sih lo?”

“eh gak apa-apa kok” jawab Elang tersadar

“masalah apa?” tanya Dio peka

“gue gak ada masalah apa-apa” jawab Elang mengelak.

“gue gak bodoh” jawab Dio. Elang menatapnya dengan perasaan bersalah karena berbohong dan tidak menceritakan yang sebenarnya.

“gak usah certia kalau gak mau” jawab Dio lagi membaca tatapan Elang.
“lo kok baik banget sama gue?” tanya Elang mengalihkan pembicaraan sengaja melupakan masalah yang ada dikepalanya.

“kalau ada orang yang berbuat baik sama lo itu harusnya diterima bukan ditanya”

“gue kan Cuma nanya, biasanya lo kan gak gini”

“kayak udah kenal lama gue aja sok bilang biasanya gak gini” ledek Dio.

“iya juga sih” jawab Elang cengengesan.

Bahan obrolan datang begitu saja mempercair keadaan diantara keduanya, membuat makin akrab dan makin bersahabat. Sangat mudah kini bagi mereka menciptakan suasana, mereka bisa sangat mudah berbaur bisa juga sangat mudah bertengkar tapi itu justru makin mempererat hubungan diantara mereka.

Abang nasi goreng menyiapkan dua porsi nasi goreng dengan telor mata sapi diatasnya dan sebuah es teh yang menemani.

“woy kenapa nangis” tegur Elang kaget melihat air mata jatuh dari bola mata Dio. Dio menatap kearah nasi goreng sambil menagis.

“gue nangis?” tanya Dio bingung karena air mata itu keluar tanpa ia sadari, jatuh keluar begitu saja. Sempat ada sebuah kenangan yang terlintas, entah kenagan siapa yang pasti kenagan yang mirip seperti yang ia lakukan saat ini.

“lah lo gak sadar, lo nangis kenapa?”


“gak tau” jawab Dio datar, tangannya mengusap air mata yang jatuh. Menghilangkan jejak yang ada.

“lo sebenarnya kenapa sih?” tanya Elang lagi.

“gue laper” jawab Dio dengan muka polos.

“anjir, lo nangis karena laper?” tanya Elang tak percaya.

“enggak, maksud gue sekarang gue lapar. Kalau lo nanya mulu kapan gue makan?” jawabnya membuat Elang tah habis pikir dengan kelakuan Dio.

“ya udah lo makan dulu, nanti baru lanjut cerita” kata Elang akhirnya memberi waktu Dio untuk makan.

Seperti yang dia bilang kalau dia lapar, karena terbukti hanya perlu 10 menit bagi Dio menghabiskan makanan karena dia memang benar-benar lapar. Sampai-sampai tak memperdulikan Elang dan hanya fokus pada makanannya saja.

“sudah kenyang?” tanya Elang saat Dio menyelesaikan makanannya.

“sudah”

“jadi tadi lo itu kenapa nangis?” tanya Elang masih penasaran.

“gak tau, mungkin gue punya gangguan mata kali yah atau ada debu masuk”
“maksudnya?”

“sebelumnya gue pernah nangis tanpa sebab juga, keluar gitu aja”

“peiksa deh mending” jawab Elang

“iya kali gue harus periksa kayaknya” jawab Dio juga bingung.

Elang dan Dio jalan beriringan menuju tempat Elang memarkirkan mobilnya, perlu waktu sekitar 10 menit untuk sampai kesana.

Nasib baik tak bertuan pada mereka, belum juga sampai parkiran hujan sangat deras sudah mengguyur, membuat basah kuyub orang-orang yang ada dibawah. Dengan keadaan basah kuyub, akhirnya mereka sudah ada didalam mobil.

“basah njir” kata Dio tak sadar memaki, entah pada siapa.

“lo nyumpahin siapa?” tanya Elang datar.

“gak nyumpahin siapa-siapa”

“kirain lo marah sama hujan”

“bodoh banget gue nyalahin hujan, hujan itu anugrah ciptaan Tuhan.”

“ya kali aja lo mau jadi umat yang dilaknat” ejek Elang.


“anjir” kata Dio sekali lagi menyumpah serapah.

“marahin siapa lagi lo?”

“marahin lo bego, lama banget nyetirnya gue kedinginan nih” kata Dio kesal karena sudah terlanjur kedinginan.

Setelah mendapat sumpah serapah dari Dio, Elang memacu cepat mobilnya menuju kantor. Sesekali ia tertawa geli melihat Dio yang masih saja menggerutu.

“lo ganti baju diruangan gue aja, ada baju kaus gue disana. Masih baru kok, jadi jangan langsung pulang.” kata Elang ditengah perjalanan.

“iya lah, kali aja gue pulang baju basah masuk angin nanti. Ini aja gue udah kedinginan. Kalau sampai gue kena flu ini semua salah lo” kata Dio menyalahkan.

“lah kok jadi gue sih?”

“ini salah lo markir mobil jauh”

“salah mulu perasaan” gumam Elang seorang diri.

“terus lo mau nyalahin gue? Karena gue teraktir lo makan makanya kita kehujanan gitu?

“enggak ini salah gue”

***

“dingin banget, AC lo matiin kenapa sih” omelan Dio tak kunjung usai bahkan saat sudah diruang kerja Elang ia masih mengomel untuk banyak hal.

“sabar kenapa sih” jawab Elang jadi kesal.

“mana bajunya?” kata Dio dengan sangat mendesak.

“sebentar gue cariin dulu”

Bukan Dio namanya kalau tak mengerutu, telinga Elang serasa panas karena Dio terus menyumpah, mengeluh dan mengomel selama ia mencari pakaian yang ia tawarkan pada Dio. Anak itu terus mendesaknya mencari baju itu dengan cepat.

“nih nih pakai sana. Rusuh banget sumpah” kata Elang kesal lalu meleparkan baju kaos yang barusan didapatnya kepada Dio .

“dimana kamar mandi lo?” tanya Dio lagi.

“disana” kata Elang sambil menunjuk ke satu pintu.

“lo gak ganti baju?” tanya Dio kembali, badannya keluar setengah dari balik pintu kamar mandi karena bertanya.

“lo aja duluan ganti, nanti habis itu baru gue”

Dio mengganti pakaiannya lebih dulu. Kini ia sudah keluar dengan pakaian yang sedikit kebesaran. Baju kaos itu untung saja lengan panjang sehingga ada sedikit kehangatan yang tercipta. Setalah Dio keluar dari kamar mandi, lalu berganti Elang yang kini ganti pakaian.

Elang keluar kamar mandi dengan kemeja baru, ia seperti menjadikan ruang kerjanya sebagai rumah kedua sehingga bisa punya beberapa pakaian ganti dikantor. Dio duduk santai disopa, menatap kearah Elang yang baru keluar kamar mandi.

“lo tau kan?” tanya Dio lagsung.

“tau apaan?”

“tau kalau gue cewek”

Mata Elang terbelalak, ia kaget karena Dio menyadari kebohongannya. Karena memang Elang berpura-pura tidak tau apa-apa disaat ia sudah tau kenyataan yang sebenarnya.

“lo tau?” tanya Elang

“lo kira gue bodoh” jawab Dio dengan senyum licik disana.

“sorry gue gak maksud bohong dari lo, gue yakin lo punya alasan kenapa berpenampilan kayak gini, jadi gue milih pura-pura gak tau apa-apa.”

“gak apa-apa, gue hormati keputusan lo-”

“bukan maksud gue menyembunyikan identitas asli gue, cuman rasanya untuk apa juga gue membagi ke orang-orang kalau gue sebenarnya cewek. Cukup mereka tau dengan sendirinya” kata Dio berbagi alasan.

“gak masalah lo mau nyembunyiin identitas lo atau gak, selama itu nyaman untuk lo jadi gak akan jadi masalah”

“tapi sayangnya orang-orang lebih suka mepermasalahkan itu” kata Dio berkomentar dengan sebuah senyum terukir indah disana, entah apa maksud dari senyum itu.

“lo tau dari mana kalau gue sudah tau?” tanya Elang mengganti topik.

“waktu lo bawa gue ketempat teman lo, waktu gue pingsan”

“lo sempat sadar?”

“iya sempat, sempat dengar obrolan kalian sedikit terus gue lanjut tidur”

“lo lanjut tidur? Gue kira masih pingsan”

“iya badan gue cape banget, jadi ya udah sekalian tidur” jawab Dio tanpa merasa bersalah.

“anjir gue sudah terlanjur khawatir” kata Elang sebal.

Ada keheningan yang sempat tercipta diantara mereka, mungkin karena bingung harus bercerita tentang apa lagi atau memang sengaja memberi jeda, memberi waktu sejenak untuk bersantai menikmati keheningan.

“menurut lo gimana tentang gue yang hidup kayak gini?” tanya Dio memecah keheningan.

“sedikit aneh, tapi setiap orang punya alasan dan kita gak bisa menyalahkan itu. Setiap orang punya peran yang membuatnya nyaman, mungkin aja peran yang kayak gini yang bikin lo nyaman, jadi tanpa sadar lo terus melakukan itu” kata Elang berpendapat, ada senyum puas dari lawan bicaranya seolah ia baru saja mendapat pembelaan.

“terkadang gue merasa marah ketika ada orang yang merasa jijik dengan penampilan gue, terkadang gue juga merasa nyaman ketika seseorang menghormati keputusan gue. Seperti yang lo bilang, ada alasan untuk ini? memang ada. Kenapa gue masih seperti ini? Karena alasan itu sebuah pertanyaan, sebelum gue mendapatkan jawaban untuk alasan itu gue gak akan berubah” kata Dio tanpa sadar membuka sedikit cerita pribadinya.

“siapa nama asli lo?” tanya Elang sengaja mengganti topik, tak ingin membuat Dio larut dalam masalahnya sendiri.

“Clarissa Kurniawan”

“cantik nama lo” ungkap Elang tanpa sadar memuji Dio yang tanpa disangka membuat Dio jadi salah tingkah.

“terima kasih”

“gue boleh manggil lo, Rissa?”

“hmm”

“kalau lo gak mau gak apa-apa, gak usah dipaksakan.”

“boleh, asal lo manggil gue waktu Cuma ada lo dan gue aja” kata Dio memberi sarat. Elang menjawab dengan senyuman setuju.

***

Elang sudah menunggu Sony di mobil, saat ini mereka akan menghadiri acara reuni yang diadakan secara pribadi oleh para siswa.

“sudah siap?” tanya Elang saat Sony masuk kemobil.

“sudah Lang, gue benaran boleh ikut gak sih?” tanya Sony ragu.

“boleh lah, lo kan juga siswa SMP Harapan 1.”

“tapi kan gue gak dapat SMS?”

“kan kemaren gue sudah bilang, kemaren panitia acara ada yang sebagian kehilangan konta alumni jadi Cuma bisa ngehubungin sebagian. Lagian gue juga sudah disuruh ngasih kabar yang belum dapat info”

“iya deh”

Keduanya sudah melesat menuju sebuah hotel yang menjadi tempat acara reoni. Reuni adalah salah satu masa indah yang bisa menjadi ajang mengingat memori lama, karena kita tidak bisa kembali ke masa lalu kita hanya bisa mengenang masa itu berasa orang-orang yang juga mengalaminya.

Aula hotel sudah sangat ramai, ada berbagai orang disana. Mereka yang dulu masih sangat polos ala anak remaja tak lagi sama, mereka sudah berubah menjadi orang dewasa yang punya kehidupan serius. Kehidupan yang tak lagi untuk bermain-main.

Sony dan Elang saling berpencar menyapa orang-orang yang menjadi teman mereka, dulu waktu semasa SMP biasanya seseorang hanya berteman dengan beberapa orang yang mereka kenal jadi wajar saja kalau ada beberapa yang tidak mereka kenali.

Walaupun saat bertemu saling menyapa mereka tidak punya kenangan apa-apa selain predikat teman semasa SMP, menyapa hanya sekedar formalitas antara sesama.

Terkadang saat bertemu teman lama mereka sempat tak mengenali karena terlalu lama tidak bertemu, terkadang ada juga yang langsung mengenali karena sebelumnya mereka masih sering bertemu diluar acar reuni.

“hai Lang” sapa seorang lelaki bernama Yopi. Ia adalah teman satu geng Elang, biasa ngumpul dan nongkrong bareng.

“eh lo Yop, apa kabar?”

“baik Lang, lo juga apa kabar sekarang? Kemana aja? Lama sudah gue gak ketemu lo”

“baik, gue gak kemana-mana masih di Jakarta, lo yang kemana?”

“gue pindah ke Bali”

“lah lo yang pergi, jelas aja gak ketemu gue”

“hehe bareng siapa lo kesini?” tanya Yopi lagi, pertanyaan terus berlanjut wajar saja karena dua sekawan ini sudah lama tidak berjumpa.

“Sony” jawab Elang, namun Yopi tampak asing dengan nama itu seperti tak mengenali.

“siapa? Teman kita? Gue lupa?” tanya Yopi bingung

“bukan teman nongrong kita, teman sekelas kita waktu kelas IX.”

“masa sih gue gak ingat, gue kayak baru dengar namanya” kata Yopi masih gagal mengingat.

“yang dulu paling culun dikelas itu loh”  kata Elang lagi mengingatkan menggunakan kata kunci.

Ditengah obrolan mereka, dan ditengah usaha Yopi mengingat, Sony datang menghampiri. Saat Sony datang dan Yopi melihat wajahnya akhirnya ia berhasil mengingat.

“hai” sapa Sony hangat, ia mengulurkan tanganya pasa Yopi untuk berjabat tangan.

“hai” balas Yopi sekaligus membalas jabatan tangan Sony.

“gue ingat, lo Sony yang biasa dibully Seno kan?” kata Yopi frontal. Elang tampak kaget dengan ucapan Yopi, ia menyenggol bahu Yopi merasa bersalah pada Sony karena ucapan Yopi terbilang lumayan kasar.

“iya” jawab Sony ramah masih dengan senyumnya.


“sorry gue kasar”

“iya gak apa-apa”

“sekarang lo berubah banget yah, padahal dulu lo culun banget dan sering jadi bahan bullyan Seno. Gue sampai gak mengenali lo” kata Yopi kasar tapi ada senyum disana namun itu senyum mengejek.

“ya gitu deh, setiap orang bisa berubah” jawab Sony tak goyah. Elang hanya bisa menelan ludah tak tau harus berbuat apa karena Seno adalah teman satu gengnya juga, dan Elang turut merasa bersalah untuk itu.

“iya juga sih. Sorry ya dulu kami kasar. Lo tau sendiri lah dulu kita masih remaja, pikiranya masih pendek” kata Yopi meminta maaf tapi sekali lagi tatapannya masih sama, tatapan mengejek dan meremehkan.

“iya gue juga sudah gak terlalu mikirin kok, gue juga bisa mengerti itu”

“jadi kalian sekarang temanan?” tanya Yopi kini beralih pada Elang.

“iya, gue ketemu Sony diperusahaan sejak itu kami jadi akrab”

“dia bawahan lo?” tanya Yopi lagi. Elang hanya mengangguk.

“gue ketoilet dulu yah” kata Sony berpamitan meninggalkan Elang dan Yopi berdua saja.


“lo apa-apaan sih Yop?” tanya Elang kesal dengan kelakuan Yopi yang tak berubah. Masih suka mengintimidasi yang lemah.

“Sorry Lang, gue Cuma bercanda” jawabnya enteng.

“bercanda lo gak lucu”

“lo tau gak?” kata Yopi memancing perhatian Elang.

“Bokap Sony masuk penjara”

Elang tampak kaget, walaupun ia sudah berteman dengan Sony dan sering bersamanya tapi secara pribadi ia tak pernah tau tentang kehidupan pribadi Sony dan keluarganya. Elang hanya bisa menatap Yopi dengan tatapan bingung dan penuh tanya.

“lo gak tau? Gue lupa masuknya kapan, gue taunya kalau bokap Sony masuk penjara atas tuduhan percobaan pembunuhan”

Elang benar-benar terkejut tak menyangka dengan kenyataan kelam temannya yang baru disadarinya. Elang diam tak memberi tanggapan, ia terlanjur bingung harus bereaksi bagaimana.

***

Malam ini sudah cukup larut, tapi Yuni baru saja pulang kerja. Ia menyusuri jalan dengan mobilnya seorang diri tanpa Elang yang menemani karena beberapa pekerjaan yang berbeda. Ini sudah cukup larut, jalanan juga sudah tak terlalu ramai.

Awalnya tidak terjadi apa-apa tapi tiba-tiba mobil tersebut jalan tersendat-sendat lalu tak mau hidup sama sekali.

Yuni benar-benar panik karena mobil mogok ditempat yang terbilang sepi, ditambah lagi tak jauh dari tempat mobil Yuni mogok ada abang-abang yang lagi nongkrong, membuat suasana makin horor. Yuni makin panik ketika hpnya ternyata low, ia bingung harus berbuat apa kini.

Yuni memutuskan keluar, melihat apa yang rusak walaupun ia tak paham apa-apa sebenarnya.

“kenapa neng?” salah seorang menghampiri Yuni.

“mogok” jawab Yuni takut.

“jam segini gak ada bengkel yang buka neng” kata laki-laki itu lagi membuat Yuni makin merasa takut.

Beberapa temannya yang lain melihati mereka dari kejauhan, dari tempat tongkrongan.

“mau dibantu?” tanya laki-laki itu lagi, tapi Yuni sangat takut dan ragu untuk menerima.

“boleh minjam hpnya?” tanya Yuni dengan keberanian yang dipaksakan.

“boleh sih, tapi hp saya low. Kalau mau kita kesana siapa tau teman-teman saya punya” kata laki-laki itu lagi.

“gak usah deh” jawab Yuni menolak tapi laki-laki itu emaksanya ikut dengannya ketempat tongkrongan mereka. Lalu tak lama seseorang datang dengan motornya.

“eh lu bro, dari mana?” kata laki-laki itu menyapa seseorang yang baru saja datang.

Yuni tidak tau siapa orang yang ada dibelakangnya karena Yuni sudah terlanjur takut untuk menoleh.

“biasa” jawabnya singkat.

“ikut gue aja kak” kata orang itu seperti berbicara pada Yuni, tapi Yuni masih tak menoleh kearah orang itu.

“gak usah” jawab Yuni cepat.

“yakin gak usah?” tanya orang itu sambil berjalan kearah Yuni yang membuatnya sangat terkejut saat menyadari siapa dia.

“Dio” kata Yuni kaget sampai-sampai memeluk Dio saking bahagiannya.

“lo godain yah?” tanya Dio curiga pada Mamat orang yang sejak tadi mengganggu Yuni.

“iseng” jawabnya cengengesan. Beberapa orang ditempat tongkrongan menghampiri mereka saat ini.

“dari mana lo?” tanya yang lain

“biasa lah” jawab Dio.


“jadi dia siapa lo?” tanya Mamat kembali.

“kakak ipar, pacar Abeng nih” jawab Dio lagi.

“serius? eh sorry yah gue gak ada maksud gangguin lo tadi” kata Mamat langsung meminta maaf pada Yuni yang dibalas dengan anggukan.

“kenapa mobilnya kak?” tanya Dio pada Yuni

“mogok kayaknya”

“ya udah ikut gue aja” kata Dio menawarkan.

“mobil gue?”

“biar kita-kita yang urus, lo pulang aja” Yuni menatap Dio meminta kepastiaan apakah mobilnya benar-benar aman jika ditinggal dengan mereka.

“gak apa-apa tenang aja kak, mereka orang baik Cuma suka iseng” kata Dio menjawab pertanyaan Yuni.

“tenang aja pasti beres kok, nanti kalau sudah beres langsung gue sampein ke dio atau Abeng.

Dio membawa Yuni dengan sepeda motornya, menuju rumahnya.

“kak gue anterin kerumah gue aja yah, nanti Abeng yang nganterin kakak. Aku masih ada orderan” kata Dio saat diperjalanan.

“iya Dio, ini aja gue udah bersyukur banget ada lo yang nolongin gue. Kalau gak gue juga gak tau harus apa”

“gue Cuma kebetulan lewat aja kak”

“yang tadi itu taman lo?” tanya Yuni.

“iya kak”

“teman Abeng juga?”

“iya, semua yang menjadi teman gue akan menjadi teman Abeng dan bokap, begitu juga sebaliknya. Kenapa kak? Ngeri yah sama teman kita-kita?”

“gak kok” jawab Yuni malu

“bohong ih, jelas gitu tadi takut banget” kata Dio meledek, Yuni hanya tertawa masam tak bisa membantah, karena jujur tadi ia memang benar-benar takut.

“wajar sih lo takut kak, penampilan dan kelakuan mereka gitu. Tapi tenang kak kami gak seburuk yang orang bilang kok”

“gue tadi takut, Jujur. Tapi disatu sisi gue merasa aman ketika sudah jadi bagian dari kalian. Seolah ikut dijaga”

“lo boleh bergabung kalau lo siap, lo boleh pergi kalau lo takut” kata Dio mengisyaratkan Yuni untuk tidak terlalu memaksakan diri bergabung dalam kehidupan keluarganya.

“gue nyaman untuk itu, selama itu kalian-”

“gue terbiasa hidup nyaman diantara orang dengan orang-orang dengan kehidupan yang normal atau harmonis, tapi gue gak pernah menyangka kalau ada kehidupan lain yang juga punya kenyamanan yang berbeda.” Kata Yuni lagi.

“hidup ini penuh warna, apa yang orang lain anggap buruk bisa berubah menjadi hal baik bagi beberpa orang. Kita hanya perlu hidup saling menghormati dan jangan menghujat” kata Dio.

“tapi gak semua preman adalah teman kami kak, kami bukan gengster jepang yang menguasai satu kota atau negara” kata Dio bergurau membuat Yuni tertawa

But, Who I Am?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang