Sore itu terlihat beberapa anak mulai berhamburan keluar sekolah dan kembali menuju rumah masing-masing atau sekedar yang masih nongkrong disekitar seklah atau dicafe-cafe terdekat. Beberapa anak juga ada yang masih melakukan kegiatan ektrakulikuler yang membuat ,mereka harus bertahan lebih lama disekolah.
“yu..”panggil seseorang pada Ayu yang tidak sengaja melewati lapangan basket saat ingin pulang.
“lo sendiri aja, Dian mana?” tanya Elang saat sudah menghampiri Ayu yang tadi dipanggilnya.
“dikelas seni kak, masih ada jam ekskul katanya” jelas Ayu
“oh..dia pulang jam berapa?”
“biasanya jam 3 sore, kenapa kakak mau nungguin Dian?”tanya Ayu sekenanya pada kakak tingkatnya yang masih menggunakan seragam basket.
“oh eh, gue Cuma nanya aja” kata Elang tampak gugup
“gak usah gugup kak, aku juga Cuma nanya aja kok” kata Dian lagi yang membuat Elang makin salah tingkah karena seolah baru tertangkap basah. “ya udah kak aku pulang dulu yah, kayaknya bokap sudah nungguin didapan” lanjut Ayu lagi mengakhiri pembicaraan.
“oh iya”
Sudah hampir satu setengah jam berlalu, Elang tidak melihat adanya gerak gerik Dian teman-teman satu tim basketnya juga sudah pulang semua, karena terlalu penasaran Elang memberanikan diri untuk menuju ruang seni.
Dari dapan pintu kelas dilihatnya Dian yang mulai merapikan kuas dan cat air yang habis dipakainya, Dian nampak bersiap-siap untuk pulang. Dikelas hanya ada Dian, sepertinya Dian mendapatkan tugas piket membersihkan ruangan karena itu dia pulang terakhir Dian juga masih belum sadar akan kehadiran seseorang yang sejak tadi memperhatikan gerak-geriknya.
“hai” panggil Elang tiba-tiba saat Dian keluar dari kelas, dan Dian tampak terkejut dengan kedatangan orang yang begitu tiba-tiba.
“hah...ngaggetin banget sih kak” kata Dian tampak lemah karena terkejut
“heheh...sorry, niat gue Cuma mau nyapa aja. Gue gak tau kalau lo bakal kaget”
“iya gak papa kak”
“baru pulang yah?” tanya Elang basa-basi sambil menuju gerbang depan
“iya kak, kakak kenapa belum pulang?” jawab Dian menjawab umpan Elang
“oh gue habis latihan basket”
“oh..”
“lo suka seni yah?”
“begitu lah kak”
“lo bisa ngelukis?”
“bisa kak, cuman masih amatiran jadi masih belajar”
“lo mau jadi seniman?”
“gak tau kak, kayaknya Cuma sekedar hobby aja”
“terus lo mau jadi apa?”
“kak..kaka mau jadi wartawan yah?” tanya Dian tiba-tiba yang membuat Elang menghentikan ocehan panjangnya.
“eh maksudnya gimana?”
“perasaan dari tadi nanyanya kayak lagi interview” keluh Dian akhirnya
“heheh..sorry, gue bingung soalnya harus ngomong apa”
Keduanya berbincang satu sama lain hingga sampai kegerbang depan. Entah kebetulan yang terulang atau apapun itu selalu ada waktu dan kesempatan yang membuat mereka menjadi lebih dekat lagi dan lagi. Dian juga tampak mulai terbiasa berada disamping Elang dan Dian tak lagi merasa canggung jika berdekatan dengan orang paling tenar disekolah itu.
***
Kini keduanya sudah tepat berada didepan Gerbang, Dian tampak sibuk sejenak mengotak-atik Hp untuk menghubungi ibunya yang ternyata belum menjemput.
“mau kakak antar pulang?” tanya Elang menyadari keresahan Dian. “maksudnya kak?” Dian sama sekali tidak paham.
“Biar kakak yang antar pulang? Mungkin nyokap lo sibuk jadi gak ngangkat telepon lo” tawar Elang lagi sambil menunggu kepastian Dian yang maih sibuk mikir. “ayokk, lo sms aja nyokap lo bilang kalau lo pulang sama gue.” Tawar Elang lagi dibalas anggukan setuju oleh Dian. Setelah mengirim pesan keibunya Dian mengikuti langkah Elang menuju parkiran untuk mengambil motor Elang.
Elang sudah siap diatas motor, sambil menunggu Dian naik. Dengan sedikit bantuan Elang, sambil memegang sebelah tangan Elang Dian naik kemotor.
“pegangan ntar jatuh” perintah Elang, mata Elang melihat kearah spion memeperhatikan ekspresi Dian yang tampak malu-malu. Membuatnya tak mampu menahan tawanya. Ditambah melihat reaksi Dian yang justru berpegangan ke bahu Elang menambah kelucuan bagi Elang.
“gue ngerasa ojek kalau lo pegangannya gitu.” Kata Elang sambil tertawa kecil. “maaf kak” kini Dian menurunkan tangannya dengan hati-hati memegang tas Elang yang terletak didepannya. “setidaknya lo gak megang bahu, jadi gue gak kelihatan kayak ojek” kata Elang lagi masih tertawa geli melihat kelakuan Dian.
Keduanya menyusuri keramaian jalan Jakarta dilangit senja yang perlahan mulai gelap. Suara bising kelakson dan beberapa kendaran meramaikan suasana jalanan Jakarta yang identik dengan kemacetan. Elang menepikan motor, memarkirkan Diantara abang-abang jual Nasi goreng, dan beberapa dagangan lainnya dari yang berjualan kerak telor, Gado-gado sampai yang jual jajanan ringan. Dian tampak kebingungan kenapa Elang menepikan motor, dia ingin bertanya tapi ragu-ragu.
“kita makan dulu yah, gue lapar nih” tawar Elang menyadari kebingungan Dian. “gak apa-apa kan?” tanya Elang lagi memastikan, Dian hanya mengangguk setuju. “lo mau makan apa?” taya Elang untuk ketiga kalinya. Dian tampak berpikir keras memikirkan apa yang harus dimakan. Elang Cuma bisa tertawa geli melihat kelakuan polos Dian.
“mau makan Gado-gado ?” Tawar Elang mencoba meringankan pikiran Dian yang terganggu Cuma karena makanan. “jangan kak” tolak Dian hati-hati takut menyinggung perasaan Elang.
“kenapa? Lo gak suka?”
“bukan gitu kak, aku alergi kacang kak” jelas Dian ringan. “oh lo alergi kacang? Sorry gue gak tau” Elang merasa bersalah karena menawarkan makanan yang salah. “kita makan nasi goreng aja kak? Kata Dian mencoba berinisiatif.
“ya udah ayok, gue juga lebih suka makan nasi goreng kok” jawab Elang sambil cekikikan. Setelah berhasil berunding keduannya memutuskan untuk makan nasi goreng.
“lo sejak kapan alergi kacang?” kata Elang membuka pembicaraan sambil menunggu pesanan dimasak “Dari kecil kak, ketahuan alerginya waktu kelas 5 SD” jawab Dian.
“kalau lo makan kacang, bakal kenapa?” tanya Elang yang mulai penasaran. “gatal-gatal kak, kalau makannya kebanyakan bisa sampai sesak napas”
“lumayan parah juga yah, gak enak dong gak bisa makan-makanan yang ada kacangnya” jawab Elang prihatin sambil mengangguk-angguk paham. Sementara Dian hanya bereaksi dengan melemparkan senyuman yang berhasil membuat Elang tersipu malu karena menyadari betapa manisnya Dian saat tersenyum.
“sorry yah gue Cuma ngajak lo makan dipinggiran kayak gini”
“gak papa kak, aku juga lebih suka makan dipinggiran kayak gini. Harga murah, porsi cukup, rasa enak” jawab Dian cengengsan, juga memancing tawa ringan dari Elang. “gue setuju sama lo, kalau urusan bikin perut kenyang emang paling pas kalau makan di pedagang pinggiran. Kalau mau gaya-gayaan atau nongkrong nah baru dicafe” kata Elang menambahkan.
“oh iya lo gak papa pulang jam segini? Ini sudah gelap loh?” tanya Elang lagi setelah tadi ada jeda 2 menit obrolan mereka terputus. “gak tau kak, biasanya sih mamah bakal nelpon tapi ini gak ada” jelas Dian.
“sini hape loh” kata Elang, dituruti oleh Dian tanpa tau apa yang akan diperbuat oleh Elang. Dian sempat kaget bukan main, saat menyadari Elang sudah mengotak-atik hp untuk menelpon seseorang yang ternyata mamahnya Dian.
“Halo tante, ini saya Elang temannya Dian. Sebelumnya maaf tante kalau Dian pulangnya telat, ini saya ngajak Dian makan dulu setelah itu langsung saya antar pulang, tanpa lecet sedikitpun” mendengar Elang menelpon ibunya dengan santai, Dian hanya bisa diam mematung memperhatikan tingkah laki-laki yang dikagumi. Setelah berbincang sedikit dengan Ibunya Elang lantas mematikan panggilan itu , wajah Elang tampak tenang sepertinya ia memang berhasil meminta izin dari Ibu Dian.
“sorry, gue lancang nelpon nyokap lo. Soalnya kalau gue minta izin pasti lo gak bakal setuju. Kalau gitu pasti nanti justru lo yang kena marah, gue gak mau lah! Yang ngajak lo gue masa gue gak tanggung jawab” Dian hanya mengangguk mencoba memahami penjelasan Elang yang terbilang sangat masuk akal.
“mamah tadi ngomong apa kak?” tanya Dian akhirnya. “kata nyokap lo gak papa, gue disuruh sekalian ngajak lo jalan juga gak papa katanya. Nyokap lo sedih juga kalau ngeliat lo Cuma diam dirumah gak kayak anak muda kebanyakan” kata Elang sambil tertawa kecil. “kok mamah gitu banget sih” Bibir Dian mengerucut, ia malu bila ketahuan ternyata selama ini ia lebih suka dirumah dari pada jalan-jalan.
“kepasar malam yuk” ajak Elang setelah keduanya selesai menyantap Nasi Goreng ditemani segelas Es Teh manis. Dian bingung harus menanggapi ajakan Elang bagaimana. “ayok gimana? Tenang aja kalau masalah izin gue kan sudah minta izin sama nyokap lo” ajak Elang sekali lagi.
“iya kak, tapi kita kan masih pake seragam sekolah” kata Dian sekali lagi menyetujui ajakan Elang. “ini gue punya sweter lebih didalam tas lo pakai ini aja” Elang mengeluarkan sweaternya untuk diberikan kepada Dian. Bau badan Elang yang maskulin tercium jelas oleh Dian, merasakan bau badan Dian yang menyatu dengannya Dian tersipu malu sampai-sampai pipinya memerah.
Ramainya pasar malam tidak pernah berubah, selalu penuh dengan orang-orang yang datang sekedar untuk bermain-main atau hanya liat-liat. Dari orang tua yang membawa anak sampai para remaja yang datang bersama pasangan atau bersama segerombolan teman segeng.
Pasar malam sebenarnya hanyalah sebuah hiburan rakyat yang terbilang sederhana. Walaupun begitu banyak juga masyarakat yang datang, tempat ini juga dipenuhi permainan seru yang patut dicoba apalagi wahana disini bisa dicoba dengan tiket yang murah. Disini juga adabanyak pedagang dari minuman, jajanan ringan, boneka ataupun baju.
Mata Dian langsung menyusuri keramain yang jarang bisa dilihatnya. Keramaian sederhana yang menyenangkan. Dian bisa melihat beragam wahana dari komedi putar, rumah hantu,ombak banyu, Galeon, Tong sedan, lempar gElang, lempar bola dan siraja permainan pasar malam yaitu Bianglala yang banyak disuka anak muda.
Elang yang menyadari ketertarikan Dian lantas menariknya untuk mencoba satu persatu permainan. Walaupun sedikit malu-malu dan takut Dian tetap mengikuti kemana saja Elang membawanya. Tawa, dan senyum manis itu tidak pernah lepas dari wajah Dian, untuk pertama kalinya Dian merasakan kesenangan yang didapatkanya selain bersama teman atau orang tua. Seperti masuk kedunia dongeng yang sangat indah membuat Dian betah berlama-lama disini, walaupun ini hanya permainan sederhana yang biasa dinikmati orang kalangan bawah atau menengah. Dian sangat menikmatinya, baginya ini bentuk kesederhanaan yang memuaskan.
Entah karena suasana atau orang yang bersamanya lah yang membuat Dian sangat menikmati malam ini. Tanpa sadar kedekatan ini menciptakan kenyamanan yang ingin dimiliki sendiri.
Sampai kepermainan terakhir yaitu Biang lalu, sekaligus menjadi permainan penutup sebelum mereka pulang. Dengan posisi berhadapan, menciptak suasana canggung yang tidak bisa dicegah. Sesekali Dian membuang muka melihat kearah lain menghindari kegugupan karena harus berhadapan dengan Elang. Sementara Elang juga sesekali melihat kearah lain lalu melihat kearah Dian sambil tertawa kecil menyadari kegugupan Dian yang sangat kentara.
“lo pasti canggung banget yah?” tanya Elang berhasil menarik perhatian Dian untuk menoleh kearahnya. “hehe maaf kak” jawab Dian merasa bersalah karena terus-terusan buang muka.
“gak perlu minta maaf, lo gak salah kok. Gue paham betul lo gimana, ditambah lagi lo itu terlalu polos, jadi kalau gue tebak ini pasti pertama kalinya lo datang ketempat seperti ini bareng cowok?”
“iya kak, kakak kan tau sendiri aku terlalu lugu. Jangan kan jalan bareng cowo dekat sama cowok aja jarang. Ini lemahnya aku kak karena terlalu malu jadi kadang orang nyangka aku sombong”
“gak kok, orang kayak lo itu udah jarang ditemui. Lo itu tipe cewek bagai permata ditengah-tengah batu yang kasar. Lo tau sendiri kan gimana liarnya cewek-cewek jaman sekarang. Jadi gue beruntung banget bisa kenal lo”
Dian benar-benar tidak bisa lagi menutupi kegugupannya setelah mendengar pujian Elang. Pujian yang berhasil membuatnya salah tingkah.
***
Berita Kedekatan Dian dan Elang gak hanya beredar diorang-orang tertentu. Dian, Ayu, Elang bahkan Yuni juga mungkin tau berita ini. Ayu sudah pernah mengingatkan temannya satu ini tapi semua sudah terjadi tidak ada yang bisa diubah kecuali menghadapinya.
“desas-desus lo dengan kak Elang sudah beredar satu sekolah lo mau apa sekarang?”
“kamu jangan nambahin beban aku dong yu, aku mana tau kalau bakal gini jadinya. Aku sama kak Elang Cuma sekedar dekat memangnya salah yah?”
“lo gak salah Dian, hanya saja disini nama baik lo jadi rusak, lo Dianggap godain kak Elang. Oke mungkin nanti berita ini bakal hilang begitu aja. Tapi yang sangat gue permasalahin disini bukan Cuma nama baik lo, tapi juga hati lo”
“hati gue kenapa?”
“jujur sama gue, lo suka kan sama kak Elang?”
Dian Cuma mampu diam, karena ia tidak dapat menyangkal apa yang dibilang temannya. Kedekatannya dengan Elang memang lambat laun menumbuhkan perasaan yang tak disadarinnya.
“gue dari awal sudah bilang ke lo jangan terlalu berharap sama kak Elang, gue gak mau lo disia-siain”
“apa salahnya sih aku suka sama kak Elang? Kak Elang gak seburuk yang kalian bilang kok? Kak Elang gitu karena cewek-ceweknya, dia gak suka sama cewek yang deketain dia mulu yang sok baik ternyata deketin Cuma ada maunnya aja.” Dian akhirnya bersuara karena tidak terima dengan apa yang dibilang temannya.
“mungkin apa yang lo bilang benar, tapi ingat ada kak Yuni. Gak ada yang bisa gantiin posisi kak Yuni, selama masih ada kak Yuni lo gak akan ada tempat dihati kak Elang.”
“kalau kak Elang suka sama kak Yuni harusnya dari awal dia udah jaDian dong sama kak Yuni tapi ini gak kan? Lagipula gak ada yang gak mungkin kan? Siapa tau aja hati kak Elang udah berubah sekarang?
“oke sekarang lo bisa bilang gini, tapi kalau suatu saat kak Elang Cuma mainin lo. Lo bakal nyesal dengan apa yang udah lo bilang sekarang. Tapi gue tetap berharap yang terbaik buat lo gue Cuma berharap kali ini kak Elang memang benar-benar serius sama lo.”
Entah kebetulan macam apa yang membuat mereka bisa saling bertemu, walaupun satu sekolah sangat sulit bagi Dian bisa berpapasan dengan Yuni, orang yang selama ini dibilang-bilang sebagai bayang-bayangnya Elang.
“hai...lo Dian kan?” panggilnya dengan suara lembut “eh iya kak, kakak ko tau aku? Maaf kak,.Kakak siapa?”
“kenalin nama gue Yuni, lo pasti tau kenapa gue tau nama lo”
“kakak teman dekatnya kak Elang yah?” tanya Dian dengan hati-hati. Semantara itu Yuni hanya menjawab dengan senyuman. “iya, gue dengar dari anak-anak lo lagi dekatin Elang yah?”
“hah..itu..itu..”
“santai aja sama gue, gue disini bukan mau ngelabrak atau marahin lo kok” Yuni tertawa geli melihat Dian yang sempat gelagapan kerena pertanyaannya. “iya kak”
“gue berharap kali ini Elang serius sama lo, kayaknya lo anak baik-baik. Kalau Elang gak ada harapan buat serius sama lo, langsung jauhin aja nanti lo patah hati”
“eh..maksudnya kak”
“heheh bukan apa-apa, gue harus pergi dulu soalnya masih ada urusan”
Perkataan Yuni berhasil memancing kebingungan Dian, berkali-kali ia mencoba memahi maksud perkataan Yuni tapi tetap tidak berhasil. Dian bingung, maksud Yuni berkata seperti itu untuk mendukunya atau mengancamnya untuk jauh dari Elang.TBC
---------
Happy Reading guys :-)
Sorry klo masih banyak kurang,
Masih tahap belajar
KAMU SEDANG MEMBACA
But, Who I Am?
Teen Fiction"Ketika waktu dan tragedi merubahmu menjadi orang yang berbeda" Seorang anak SMA sepolos Dian tidak pernah menyangka rasa sukanya selama ini kepada kakak kelasnya-Elang terbalaskan, entah keberuntungan macam apa yang menimpanya Elang anak paling hit...