Tembok penghalang

430 22 0
                                    

Semanjak kejadian beberapa hari lalu, kini keduanya tak lagi tampak bersama seperti ada jarak yang memisahkan antara keduanya. Jarak itu tidak sengaja tercipta dari keduanya, mereka mencoba untuk saling peduli satu sama lain tapi hati kecil masing-masing masih diselimuti kebingungan akan apa yang harus dilakukan.
Bahkan kini keduanya tampak seperti orang asing yang tidak saling mengenal, hanya karena beberapa pertanyaan hubungan keduannya menjadi tidak jelas kemana arahnya.
“lo udah gak dekatin Dian lagi?” tanya Bayu
“sejak kapan lo kepo sama urusan gue?”
“ya elah bro, gini-gini gue peduli sama lo ! ada masalah apa lagi? Kenapa gak pernah ada yang berhasil hubungan lo semanjak putus dari Yuni?”
“jangan bawa-bawa nama Yuni”
“oke sorry..sorry...lo bilang kali ini lo yakin sama Dian tapi buktinya berakhir sama kayak yang lain juga, apasih yang jadi masalah?”
“semua cewek sama aja, gak bisa nerima gue seutuhnya. Gak peduli seberapa baiknya pada akhirnya mereka akan mengungkit masalah gue dan Yuni”
“lo tau lah, cewek itu butuh kepastian. Bakal sulit bagi mereka menjalankan hubungan dengan orang yang punya sejuta desas-desus seperti lo. Setidaknya mereka harus memastikan kalau yang orang bilang selama ini gak benar”
“Tau ah..bodo amat, capek gue ngurusin cewek”
Dari kejauhan Doni tampak berlari dengan penuh kekhawatiran seperti ada berita buruk yang harus segera disampaikannya. Elang dan Bayu juga tampak bingung dengan ulah temannya.
“Elang...lang...hah..hahh..ha..” ujar Doni yang masih ngos-ngosan setelah berlarian.
“Loe kenapa? Tarik napas dulu” ujar rian mencoba menenangkan. Setelah menarik nafas panjang dan mencoba menenangkan diri Doni kembali mengulang pembicaraannya.
“Yuni masuk rumah sakit”
“Hah..maksud lo apa?” Elang terkejud bukan main mendengar nama orang itu.
“Iya Yuni masuk rumah sakit, dia ditusuk dari belakang. Sekarang dia sudah dibawa kerumah sakit”
“Lo gak bercanda kan?”
“mana mungkin gue bercanda..eh lang lo mau kemana” belum sempat Doni menyelesaikan pembicaraannya Elang langsung pergi menuju Rumah Sakit disusul Doni dan Bayu.
Sudah hampir 30 menit mereka bertiga menunggu didepan ruang operasi. Elang tampak sangat panik, terutama orang yang ada diruang operasi sekarang adalah orang yang sangat berharga baginya. Yuni adalah orang yang selalu ada untuknya bahkan dihari kematian ibunya Yuni lah yang ada disampingnya, disaat ayahnya terlalu sibuk dengan perusahaannya Yuni juga lah yang selalu ada disampingnya. Seperti memang ditakdirkan bersama, disaat kedua orang tua Yuni memutuskan tinggal di USA Elang lah yang berjanji untuk menjaganya sampai kapan pun.
“kenapa Yuni sampai begini?” tanya Elang penuh emosi sambil terus duduk merunduk.
“gue gak tau apa-apa. Gue dengar dari anak-anak Yuni sudah tergeletak bersimbah darah didekat kamar ganti cewek, tapi disana juga ada Dian. Dian juga yang memberi taukan masalah ini ke bu guru. Tapi kata anak-anak waktu itu tangan Dian juga penuh darah bahkan ada yang bilang kalau Dian sempat memegang pisau yang dipakai untuk menusuk Yuni.”
“apa memang dari awal kakak mau mempermainkan ku? Atau memang harus kak Yuni gak ada dulu baru kakak bisa memulai cerita baru?” sekejab Elang jadi teringat dengan ucapan Dian saat mereka makan malam bersama. “Jadi maksud lo ini semua ulah Dian?” Elang terlihat semakin emosi.
“jangan bilang gitu, kita gak tau apa-apa mungkin aja waktu Dian menemukan Yuni udah dalam keadaan seperti itu. Lo jangan menyimpulkan dulu.”
Ditengah perdebatan kecil Diantara mereka, dokter yang mengoperasi Yuni keluar. Tampaknya operasi baru saja selesai.
“siapa wali dari pasien?” tanya dokter tertuju kepada mereka.
“saya dok”
“apakah tidak ada orang tua atau orang lain yang lebih dewasa?”
“orang tua pasien sedang tidak di Indonesia, dokter bisa beritahu saya”
“baiklah, operasi berjalan dengan lancar untung saja pisau tidak menusuk terlalu dalam dan tidak mengenai organ vital.”
“jadi tidak ada masalah serius dok?”
“tidak ada, sekarang kita hanya perlu memindahkan pasien keruang yang lebih nyaman untuk beristirahat”
“terima kasih banyak dok”
Tak lama setelah dokter pergi meninggalkan ruang operasi, Elang juga nampak bersiap untuk pergi.
“Bayu lo, disini dulu temanin Yuni”
“Lo mau kemana emang?”
“gue harus bicara sama Dian, Don temanin gue. Lo taukan Dian dimana?”
“iya, mungkin Dian sekarang ada diruang BP. Yang gue dengar kalau Dian bakal dijadiin saksi untuk masalah ini.”
“lo serius lang? Apa gak terlalu cepat menyimpulkan Dian sebagai tersangkanya?”
“gue Cuma perlu bicara sama Dian untuk mastiin kalau ini memang bukan ulahnya.”
***
Sejak tadi Elang menunggu Dian keluar dari ruang BP untuk memberi kesaksian. Perasaan Elang menjadi campur aduk karena terlalu bingung harus bagaimana, Elang terlalu takut mendengar kenyataan yang tidak ingin ia dengar, namun Elang juga berharap ini sekedar kesalahpahaman. Dan sejak tadi Doni meminta Elang untuk tidak menanyakan hal ini sekarang, mungkin saja ini jutru akan membuat Dian semakin terbebanin jika ditanya tentang kejaDian itu lagi. Tapi rasa penasaran Elang lebih besar daripada rasa ibanya, ia hanya ingin memastikan kalau yang ada dipikirannya itu salah.
Setelah menunggu cukup lama akhirnya Dian keluar dari ruang BP, dari luar pintu terlihat jelas juga ada beberapa polisi yang membantu menangani kasus ini, serta ada orang tua Dian yang mendampingi. Setelah meminta izin polisi dan orang tua Dian serta akhirnya Elang bisa meminta waktu Dian untuk bicara.
“Dian” panggil Elang
“bukan aku yang menusuk kak Yuni” kata Dian langsung keintinya, seolah paham dengan apa yang akan ditanyakan Elang.
“jadi ini memang bukan ulah lo?” tanya Elang yang masih berhati-hati namun menyimpan beberapa kemarahan.
“apa kakak yakin kalau aku pelakunya? Sepenting itukah kak Yuni sampai aku langsung Dianggap salah?” ujar Dian yang benar-benar mulai putus asa dan geram karena dituduh terus menerus.
“Yuni sangat penting bagi gue, jadi maaf kalau sampai gue  mengira lo pelakunya. Cuman ada lo ditempat kejaDian dan pisau itu juga lo yang pegang, jadi gue Cuma mau mastiin? Lo juga sempat bilang ke gua haruskah Yuni gak ada dulu supaya gue bisa menerima lo. Gue Cuma terlalu takut lo pelakunya, lo juga orang yang berharga buat gue.”
“kalau aku bilang aku bukan pelakunya memangnya kakak bakal percaya, aku justru lebih yakin kalau kakak ingin aku jawab iya. Bahkan orang-orang tetap menanyakan hal yang sama , padahal aku sudah menjawab pertanyaan mereka.”
“lo Cuma perlu menceritakan keajaDian sebenarnya, dan gue akan percaya”
“aku hanya melihat dan kebetulan memegang barang bukti. Apa Cuma karena itu aku langsung dicurigai sebagai tersangka? Gak Cuma kakak, pihak sekolah, polisi, teman-teman satu sekolah mengira aku pelakunya. Apakah dengan bilang kejaDian sebenarnya kalian akan langsung percaya? enggakkan? Sebenarnya kalian mau aku jawab apa? Haruskah aku jawab kalau aku memang pelakunya agar kalian puas.” Akhirnya mata Dian mulai basah dan berlinang air mata. Air mata itu jatuh terus menerus tanpa hanti, setelah sekian lama ditahan agar tidak keluar akhirnya keluar juga.
“bukan itu maksud gue”
“kakak boleh menyalahkan ku sepuasnya, karena aku tidak punya bukti yang kuat kalau aku bukan pelakunya. Semua orang jelas bilang kalau aku pelakunya.”
“jadi lo mau bilang kalau memang lo pelakunya”
“silahkan jawab sendiri sesuai kemauan kakak, gak akan ada gunanya aku bilang aku tidak bersalah kalau hati kecil kakak yakin bahwa akulah pelakunya.”
Entah bagaimana Dian membaca pikiran Elang, tidak dipungkiri bahwa hati kecil Elang memang berpikir kalau Dia lah pelakunya. KejaDian ini Dianggab sebagai percobaan pembunuhan. Sejak saat itu Dian jadi mulai sering berurusan dengan polisi, karena dialah saksi mata satu-satunya.
Dari sekedar menjadi saksi Dian sempat Dianggap menjadi tersangka percobaan pembunuhan karena Cuma ada sidik jadi Dian di pisau itu, tidak ada yang tau kebenaran yang sebenarnya. Nama baik Dian dan keluarganya menjadi berantakan karena kejadian ini.
Hampir satu minggu berlalu, kini kondisi Yuni kian membaik, selama masa perawatan Elang tidak pernah pergi dari sisinya.
“bagaimana dengan Dian?” tanya Yuni saat bersiap-siap untuk keluar dari RS.
“gue gak tau”
“gue yakin banget kalau bukan dia pelakunya, Dian bukan orang yang senekat itu”
“gak usah dibahas, yang penting sekarang kondisi lo sudah membaik”
“gak bisa gitu lah, Dian gak bersalah mana bisa diperlakukan seperti itu. Itu gak adil, dia terlalu muda untuk menerima masalah ini”
“kenapa sih lo harus peduli sama orang yang sudah mencelakakan lo?”
“Elang...semudah itu kah lo percaya kalau Dian pelakunya? Lo juga pasti yakin kalau bukan dia pelakunya kan? Walaupun semua orang bilang dia bersalah dan barang bukti mengaju kepadanya, harusnya lo percaya dia. Dia orang yang pernah membuat lo hampir membuka hati lo lagi”
“tapi dia sudah membahayakan lo?”
“bukan dia orangnya, gue tau betul walaupun gue gak punya bukti. Tanya pada diri lo sendiri apa lo yakin dia pelakunya?”
Elang masih belum bisa membuang jauh-jauh pikiran kalau dia Pelakunya bahkan saat Yuni meyakinkannya pun ia tetap masih bingung harus percaya yang mana. Setelah satu bulan kasus ini berjalan dan tidak ada saksi mata yang membuktikan bahwa Dian pelakunya  jadi kasus ini Dianggap bahwa Dian tidak bersalah dan barang bukti yang juga belum terlalu kuat untuk kasus ini serta karena Dian yang masih dibawah umur jadi Dian resmi dibebaskan dan Dianggap tidak bersalah.
Tidak peduli akan keputusan akhir selama orang itu pernah menjadi tersangka, maka orang itu akan Dianggap bersalah selamanya. Semenjak kejaDian itu tidak lagi terdengar berita dari Dian dan Keluarganya.

~~TBC~~
Happy Reading guys
Terima kritik dan saran,
Sorry kalau masih ada yang kurang :-)

But, Who I Am?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang