Dua hari sejak Elang memberinya obat, Dio sudah lebih baik. Flunya sudah membaik, tinggal suara yang masih serak-serak basah sisa ingus yang bersarang dihidungnya. Setidaknya sekarang Dio sudah bisa beraktivitas seperti biasa, dan sudah mulai kerja.
Cafe sudah tutup, Dio juga sudah bersiap meluncur mencari beberapa lembar uang dari orang-orang yang menyewa jasanya.
“antarin gue pulang dong” ujar Raja tiba-tiba naik kemotor Dio, menghentikan Dio yang waktu itu sudah akan pergi.
“biasanya bawa mobil” ujar Dio sambil memberikan helm ke Raja dan mulai menghidupkan motor.
Dio sudah melesatkan motornya memecah padatnya jalan malam yang dipenuhi oleh para penghuni malam bersama Raja yang ada dibelakangnya.
“tadi pagi gue diantar Elang, mobil gue masuk bengkel”
“makanya dirawat, mobil aja gak dirawat apalagi cewek” ejek Dio.
“kalau ceweknya lo pasti gue rawat” balas Raja.
“ngrawat mobil aja lo gak becus, gimana lo mau ngerawat gue”
“Mobilkan benda mati, lagi pula apa gunanya ada bengkel kalau gue juga yang harus ngerawat”
“terserah lo aja”
“tapi kalau mobil gue itu lo, gue rawat tiap hari kalau perlu tiap detik”
“sorry yah, gue sudah cukup bersyukur jadi manusia. Gak ada minat jadi mobil” jawab Dio, mereka terus melemparkan guraun yang menyangkut mobil sampai tanpa sadar sudah ada didepan rumah Raja.
“Elang belum pulang? Sepi banget rumah lo?” tanya Dio sambil turun dari motor. Diikui Raja yang juga turun lebih dulu sambil melepaskan helm. Keduanya masih didepan rumah.
“paling juga lembur, gue ketemu Elang paling Cuma pagi atau dicafe. Kalau malam jarang bisa ketemu”
“lo peduli banget sama Elang, baru sampai sini yang ditanya Elang” Dio mengerutkan alisnya, bingung dengan pertanyaan Raja.
“lah gue Cuma nanya apa salahnya?”
“gak sih hehe”
“Dio” panggil Raja, nada suaranya seperti ingin berbicara serius.
“apa?”
“gue suka sama orang” ujar Raja.
“cewek atau cowok?”
“cewek lah” bisa-bisanya Dio bergurau disaat seperti ini. “bagus dong, artinya lo masih normal”
“tapi dia gak tau kalau gue suka sama dia”
“ya sudah tinggal lo kasih tau kan”
“seperti apa orang yang lo suka itu?” tanya Dio jadi penasaran.
“dia cantik, tapi malah menutupi kecantikannya dengan penampilan yang gak seharusnya dilakukan cewek kebanyakan, dia lembut tapi juga kasar, kalau lo ngira dia buruk Cuma karena kelakukannya salah. Dia memang gak penah berkata lembut dan terkesan seenaknya, tapi hatinya lembut. Pribadi uniknya bikin orang tanpa sadar jadi suka sama dia.” Dio mendengarkan baik-baik apa kata Raja, tatapan Raja terlihat sangat bahagia hanya dengan membicarakan orang itu.
“orang itu berhasil bikin gue bangkit dari keterpurukan, dia berhasil membuat gue keluar dari dendam yang menjebak gue. Dia pernah bilang ‘dunia gak mengitari lo, mau sesulit apapun masalah lo bumi akan terus berputar. Lo harus bangkit, bukannya menghadapi masalah dengan masalah lain’” Dio merasa ada yang aneh dari arah pembicaraan ini, entah Cuma perasaannya saja atau memang benar semua deskripsi tentang orang yang disuka Raja menyudut kearahnya.
“orang itu bahkan gak segan-segan nonjok gue gara-gara merendahkan dia. Tapi pada akhirnya dia mau jadi teman pertama gue padahal gue pernah menjelekkan dia. Dia orang yang sangat arogan tapi sangat pemaaf” Dio Cuma bisa diam, tidak berkutik. Mau dipungkiri bagaimanapun orang yang dimaksud Raja memang Dia.
“lo tau kan orang yang gue maksud siapa?”
“gue?” tanya Dio ragu, padahal jawabanya sudah pasti dia.
“iya, gue suka sama lo. Tanpa lo sadari lo bikin gue suka sama lo”
“tapi-”
“tapi gue gak pernah suka sama lo, gue Cuma menganggap lo sekedar teman.”
“lo harusnya tau kalau gak ada yang namanya pertemanan antara laki-laki dan perempuan. Pada akhirnya salah satu akan menyimpan perasaan spesial, yang berbeda hanya tentang apakah perasaan itu akan diterima atau tidak. Akhirnya juga akan berbeda entah mungkin akan tetap berteman atau justru sebaliknya”
“jangan bikin gue bingung karena perasaan lo itu-”
“lo juga harusnya tau, mungkin lo berhak menyukai siapa saja. Tapi gak ada aturan yang menyebutkan ketika lo suka seseorang, orang itu juga harus punya perasaan yang sama seperti apa yang lo rasa.”
“gue paham itu, gue gak maksa lo untuk suka sama gue. Gue Cuma pengen ngungkapin apa yang gue rasain. Gak enak menyimpan perasaan sendiri. Walaupun jujur gue juga berharap lo suka sama gue”
Suasana berubah jadi hening ketika Dio Cuma diam, ia melangkah ke motornya. Memakai helmnya kembali dan naik kemotor. “jangan nungguin gue” ujar Dio kembali buka suara. Ia menghidupkan mesin motornya kini.
“gue akan menunggu sampai batas gue mampu melakukannya”
“jangan melakukan hal bodoh karena cinta, pada akhirnya itu hanya akan melukai lo” ujar Dio terakhir kali, lalu melesat pergi tanpa mau mendengar tanggapan Raja.
***
Raja duduk sendirian dimeja makan, ditemani secangkir kopi hangat. Raja masih mengingat kata-kata Dio tadi. Dalam sejarah hidup Raja bisa dibilang ini pertama kalinya dia ditolak. Ini sakit hati pertama Raja karena cinta.
Raja bukan orang baru dalam hal pacaran tapi ini hal baru untuknya merasakan perasaan suka yang sebenarnya. Ini bahkan bisa dibilang mirip dengan istilah Cinta Pertama.
Rissa orang pertama yang membuatnya tidak karuan makan, merasakan detak jantung tak menentu saat berdua, merasa cemburu tanpa sadar ketika Rissa asik dengan laki-laki lain, bahkan dia orang pertama yang membuat Raja bisa menyatakan cinta untuk pertama kali.
Untuk Raja yang terbiasa dikejar-kejar jelas terasa aneh ketika kini dia yang mengejar. Bahkan ini pertama kalinya ia mau mengorbakan hatinya untuk terluka hanya untuk menunggu seorang perempuan. Semua hal baru, hal pertama kali, terjadi ketika bersama Rissa atau lebih tepatnya Dio.
“ngelamunin apa?” tegur Elang yang entah kapan datangnya, mengejutkan Raja. Elang ikut duduk dikursi yang ada disamping Raja.
“lo kenapa? Kalut banget kayaknya” ujar Elang kembali saat melihat Raja tak bereaksi apa-apa selain hanya menatapnya sekilas.
“gue patah hati” kata Raja akhirnya bersuara.
“bisa patah hati?”
“sumpah yah, ini pertama kalinya gue ungkapin perasaan gue dan gue ditolak. Dan ini jadi patah hati pertama gue. SEUMUR HIDUP GUE BARU HARI INI” ujar Raja malah terkesan kesal sendiri.
“padahal masih banyak cewek yang lebih baik dari dia, malah ini cewek gak ada apa-apanya menurut gue. Kok bisa bikin gue jadi kayak orang bego Cuma karena suka sama dia” omel Raja lagi.
“kalau lo sukanya sama dia, lo mau apa?”
“heeehhh....gue gak bakal sekesel ini kalau gak ditolak, tapi gue gak bisa benci juga sama dia. Walaupun ditolak gue masih tetap suka sama dia. Bahkan gue sendiri yang bilang kalau gue bakal nungguin dia. Tai gak tuh? Sumpah gue gak pernah sebodoh ini Cuma karena cewek!”
“Cinta memang bisa merusak akal sehat, sadar gak sadar lo pasti bakal jadi gila dengan sendirinya.”
“ya udah lah, setidaknya gue pernah ngerasain patah hati, gak Cuma bikin orang patah hati” ujar Raja pasrah.
“siapa sih?”
“Clarissa Kurniawan” jawab Raja pasti.
Elang mirip orang tersambar petir, kaget waktu tau orang yang sejak tadi dibicarakan adalah Dio. Hatinya juga mendadak merasa sedih, merasa cemburu. Elang sadar kalau kini ia sudah mulai suka dengan Dio tapi ia masih memungkirinya karena tau Raja juga punya rasa yang sama.
“lo suka juga kan ?” tanya Raja, nada bicaranya jadi serius. Elang Cuma diam, ia juga tak mau menatap mata Raja lebih memilih buang muka, dan menatap kearah lain.
“lo suka Rissa juga kan?” tanya Raja kembali. Elang masih konsisten, masih tetap diam.
“gue tau lo juga suka Rissa, gue sendiri gak tau bisa menyimpulkan itu dari mana. Tapi gue yakin tebakan gue benar”
“selama ini lo diam, karena lo milih jaga perasaan gue. Lo tau gue suka Rissa makanya lo lebih milih ngalah.”
“tapi kalau seandainya Rissa justru suka sama lo, lo tetap ngalah atau menerima perasaan Rissa?” ini semacam pertanyaan menyudutkan. Elang bahkan tidak bisa bersuara, terlalu bingung dengan apa yang harus dijawab. Semua pertanyaan sangat menjebak.
***
Tidak seperti hari-hari biasanya, hari ini Dio bangun lebih awal. Walaupun tidak membantu apa-apa. Tidak ada yang berubah hanya karena ia bangun pagi.
Juno juga sudah paham kelakukan anaknya yang punya sifat malas mengalahkan malasnya para lelaki. Kecuali lagi datang rajinnya saja ia baru membantu, makanya Juno hanya membiarkan Dio yang kini sedang asik baring disofa galeri tatto sambil memainkan game tetris. Game yang dari dulu sampai sekarang tidak pernah bosan dimainkannya.
“De” panggil juno, Dio hanya bergumam.
“ambilin kunci gudang dikamar Daddy”
“bentar”
“sekarang!” seperti sihir, Dio langsung bangun setelah menghentikan permainannya. Setelah membongkar-bongkar laci meja dikamar ayahnya Dio langsung turun kebawah, memberikan kunci itu dan kembali ketempat semula.
“STOOOPPPP!!!” Teriak Dio keras waktu melihat Abeng akan duduk disofa tempatnya duduk tadi. Jangan ditanya bagaimana reaksi mereka yang ada dicafe, langsung fokus kearah Dio yang bikin kehebohan. Untung saja belum ada pelanggan.
Tambah lagi Abeng yang secara otomatis menghentikan gerakannya, menjadi posisi setengah duduk, mirip orang membeku.
Dio cepat mendorong Abeng, membuatnya terjatuh kesudut sofa. Ternyata tempat yang akan didudukin Abeng ada hp miliknya, jadi Dio heboh karena hp-nya akan diduduki Abeng.
“untung hp gue gak kenapa-kenapa” kata Dio sambil mengelus-eluh hpnya.
“SHIT ! lo rusuh Cuma karena itu? Bikin orang kaget aja” hujat Abeng kesal.
“iya lah, hp gue lebih berharga dari lo kali”
“WTF” ujar Abeng emosi.
“gue kehilangan lo masih bisa cari abang baru, kalau hp gue rusak gue harus kerja keras lagi buat ngumpulin duit” ujar Dio enteng membuat Abeng jadi makin kesal.
“Anjir, Fuck! Adek kurang ajar lo” umpat Abeng tak tanggung-tanggung.
Mereka yang ada dicafe Cuma bisa geleng-geleng melihat kehebohan mereka. Begitu juga Raja yang ternyata sudah datang Cuma tersenyum sekilas melihat kelakuan usil Dio.
Hari ini tampak berbeda dari sebelumnya, Raja yang dulu sering menganggu Dio sekarang malah terkesan masa bodoh bahkan berkali-kali buang muka setiap tanpa sengaja bertatapan. Jelas saja Dio juga merasakan hal itu. Sebenarnya sikap Dio masih sama, tapi Raja jadi berbeda sejak malam itu.
“woy” panggil Dio mengejutkan Raja. Memutuskan lamunannya.
Raja duduk melamun disalah satu meja disana, kebetulan belum terlalu ada pelanggan makanya Raja masih bisa bersantai. Entah apa yang dilamunkan sampai tidak sadar ada Dio dihadapannya. Mungkin jika Dio tidak menegur Raja gak mungkin sadar.
Raja gelagapan seperti bingung waktu tau Dio duduk dihadapannya, sangat jelas wajah Dio bisa dilihatnya membuat makin salah tingkah saja. Rasanya Raja ingin lari tapi mana mungkin umurnya bukan lagi umur anak SMA yang kabur-kaburan waktu ketemu orang yang disuka.
Raja Cuma bisa berlagak biasa, walaupun jantungnya sudah bereaksi luar biasa. “apa?” jawab Raja sok cuek. Bukannya menjawab Dio malah tersenyum. Sangat manis. Membuat Raja makin tak karuan.
“kenapa senyum?” tanya Raja kembali.
“lo kenapa jauhin gue?”
“siapa yang jauhin lo?” elak Raja tak mengaku.
“masa sih? Dari tadi lo ngehindarin tatapan gue, lo selalu buang muka. Biasanya nyapa sekarang juga gak. Jadi menurut lo itu apa?” tanya Dio menyudutkan.
“kalian berantem?” tanpa diundang Abeng masuk keobrolan mereka seperti seorang pengganggu.
“Apaan sih lo? Ikut campur urusan orang” jawab Dio sewot.
“santai dong, gak usah ngegas” kata Abeng kembali terpancing emosinya.
“Sudah, jangan berantem mulu. Kayak ikan cupang sama cermin gak bisa disatuin kalian ini” ujar Jono kesal karena sejak tadi melihat kehebohan mereka belum berakhir, akhirnya Juno menarik Abeng menyuruhnya melakukan hal lain.
“kalian emang selalu gitu yah? gak pernah akur?” tanya Raja.
“iya kali”
“eh jangan mengalihkan pembicaraan dong” ujar Dio hampir lupa dengan bahan pembicaraan awal.
“kok ingat aja sih” ujar Raja mengomel pelan.
“gue emang nolak lo, tapi jangan Cuma karena alasan itu lo malah jauhin gue. Ayo lah kita bukan lagi anak kecil masa Cuma masalah sepele gini lo mau jauhin gue. Jelas aja pertemanan antara cowok dan cewek gak pernah berhasil kalau baru ditolak gini udah kabur aja. Baperan banget”
“iya..iya gue juga mana mau jauhin lo. Gue gak kuat aja didekat lo, takut makin suka.”
“ya elah ntar lama-lama lo bakal terbiasa.”
“lo mah enak tinggal ngomong, yang rasain gue”
“lah derita lo” jawab Dio masa bodoh.
“tapi omongan gue masih sama, gue bakal tetap nungguin lo sampai batas gue mampu. Kalau lo ada masalah apapun lo bisa datang ke gue”
“terserah lah apa kata lo, asal kita masih berteman dan gak musuhan.” Ujar Dio menyelesaikan masalahnya.
***
Dio menyenderkan badannya pada didinding lift, seorang diri. Waktu sudah sangat malam, bahkan menjelang tengah malam wajar saja jika sudah terbilang sepi. Mungkin hanya orang-orang tertentu yang masih bertahan digedung ini, entah lembur atau apapun itu.
Dio lebih memilih menyumpal telinganya dengan heatset. Menyibukkan diri dengan kegiatan biasa. Sampai akhirnya pintu lift terbuka setelah sampai tujuan.
“lo kok disini?” tanya Elang saat tidak sengaja berpapasan dengan Dio yang berjalan melewati koridor menuju ruangan Sony.
Entah memang sengaja mengabaikan atau pengaruh heatset, Dio tidak mengehiraukan Elang tatapan matanya juga lebih seperti orang yang melamun, memikirkan hal lain sampai tidak menyadari Elang. Elang menahan tangan Dio, membuatnya tersadar.
“hah” ujar Dio seperti orang kebingungan.
“lo ngapain disini?”
“datangin Sony”
“ngapain?” percakapan mereka malah berlanjut.
“kok kepo” jawab Dio malah terkesan mengejek.
“gue kan Cuma nanya, sok privasi deh” celetuk Elang.
“lah suka-suka gue mau jawab apa kaga, kok lo maksa” jawab Dio malah nyolot, “kalian ngapain?” tanya Sony yang keluar dari ruang kerjanya setelah mendengar keributan yang dibuat Dio dan Elang.
“gak ngapa-ngapain”
“jadi lo disini ngapain?” tanya Elang masih penasaran. “apasih? Kayak cewek-cewek rempong tau gak, emangnya gue gak boleh kesini?!”
“kok kalian jadi ribut sih?” kata Sony ikut masuk.
“ini orang, repot banget. Dari tadi nanyain ngapain gue kesini kesannya gue gak boleh kesini”
“gue kan Cuma penasaran, lo juga gak mau jawab gue jadi penasaran lah.”
“udah-udah, Dio gue yang manggil. Gue mesan kopi sekaligus pesan jasa dia” jelas Sony, Elang langsung melihat kearah tangan Dio yang ternyata memang memegang secup kopi hangat. Padahal sejak tadi Elang tidak menyadari itu.
Dio menyenggol bahu Elang kasar, karena menghalangi langkahnya. Lalu menyerahkan kopi itu pada Sony. “tunggu bentar yah, gue mau nyelesaikan kerjaan tinggal dikit lagi” ujar Sony, lalu kembali kekantornya. Yang dibuntuti oleh Dio, yang juga ikut menyusul masuk kedalam kantor Sony.
Sementara Elang malah ditinggal sendirian, seperti tak dianggap. “kok pada ikut masuk semua?” tanya Sony.
“iya sana lo, ngapain dikantor orang? Kembali kekantor lo sendiri sana” ujar Dio mengusir Elang.
“lo ngusir gue? Sedangkan ini perusahaan bokap gue?” tanya Elang tak percaya karena sejak tadi dipermainkan oleh Dio.
“Oh iya gue lupa, tapi ini kan punya bokap lo, bukan punya lo. Perusahaan ini hasil jerih payah bokap lo, bukan lo. Lo Cuma anak yang melanjutkan usaha orang tua” ujar Dio malah jadi terkesan menjatuhkan Elang.
“kalian hari ini kenapa sih? Kok malah jadi sewot-sewotan?” kata Sony melerai.
“tau ini anak, kayak ada masalah apa sama gue gitu, gedek mulu perasaan.”
“gak apa-apa gue lagi pengen bikin kesel lo aja” jawab Dio enteng. Elang dan Sony jadi mengerutkn dahi, bingung dengan jawaban absurd Dio.
“udah lo balik sana, kerjaan lo udah kelar juga kan? Masa mau disini juga. Kapan gue bisa menyelesaikan tugas gue?!” kini malah Sony yang mengomel pada Elang.
“yah lo kerjain aja, kok jadi ngrepotin gue”
“tapi kalau lo ada disini, otomatis kalian berdua bakal bikin rusuh. Gak tenang gue”
“iya-iya gue balik, eh lo antar Sony sampai rumah. Jangan ngebut ntar mati anak orang” kata Elang seperti mengingatkan Dio untuk hati-hati saat mengantar Sony.
“kalian berdua pacaran? Kok itu orang lebay banget!” celetuk Dio asal pada Sony saat Elang sudah meninggalkan ruangan. “hah gila yah? Gue normal kali, masa jeruk makan jeruk” jawab Sony langsung menagkis pertanyaan aneh Dio.
“yah siapa tau dia kanibal” jawab Dio jadi makin aneh, tapi Sony Cuma tertawa dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
“kalau menurut gue, itu pesan buat lo” ujar Sony ditengah sibuknya mengetik laporan. “iya emang buat gue, buktinya tadi dia ngomong ke gue” jawab Dio yang sepertinya tidak menangkap maksud Sony dengan benar.
“maksud gue, Elang itu pengen bilang hati-hati ke lo, tapi malu aja. Jadi nama gue jadi alasan”
“masa iya?”
“iya lah, menurut pandangan gue sih. Lagian ngapain juga dia ngomong gitu ke gue. Seumur-umur gue temanan sama Elang mana pernah gitu.”
“kan siapa tau aja dia pengen ngomong gitu ke lo” jawab Dio seperti menolak pernyataan Sony.
“percaya deh sama gue, kalau dia ngomong gitu untuk lo” Dio tidak menjawab Cuma diam, mungkin sibuk dengan pikirannya sendiri.
Suasana menjadi hening sejenak, Cuma terdengar bunyi keyboard yang sejak tadi ditekan oleh Sony, mengetik tiap huruf yang dirangkai menjadi sebuah kalimat yang akan menghasilkan uang untuknya dan perusahaan. Suara ketikan itu, mengeluarkan irama indah yang makin lama jadi makin terdengar seperti nyanyian.
“Son, gue baru tau kalau lo punya tanda lahir dibelakang telinga” ujar Dio, membuat Sony entah mengapa langsung menghentikan kegiatannya. Sekilas ekspresinya seperti kaget, namun kembali normal lalu melempar senyum kearah Dio.
“lo bisa liat? Padahal orang terdekat gua aja jarang ada yang tau. Cuma orang tua gue yang tau tanda lahir ini, bahkan keluarga besar gue yang lain baru sadar waktu nyokap gue ngasih tau.”
“oh iya? WOW...mata gue tajam banget dong sampai bisa menyadari itu” kata Dio terkesan kagum pada dirinya sendiri. Sony Cuma tersenyum, melihat reaksi Dio.
Tbc~~
Maaf buat teman-teman karena baru upload, karena kmren" lagi banyak tugas kuliah dan ditambah lagi bentar lagi uts :-(
(Kok jadi curhat sih wkwkw)
Happy Reading aja buat kalian :-) :-)
KAMU SEDANG MEMBACA
But, Who I Am?
Jugendliteratur"Ketika waktu dan tragedi merubahmu menjadi orang yang berbeda" Seorang anak SMA sepolos Dian tidak pernah menyangka rasa sukanya selama ini kepada kakak kelasnya-Elang terbalaskan, entah keberuntungan macam apa yang menimpanya Elang anak paling hit...