Bagian Tujuh

486 53 16
                                    


Happy Reading!

-----------------🖤------------------

RIO

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Yo!" Gue menyalami dan mencium malaikat tanpa sayap yang tersenyum menyambut gue. Senang sekali. Coba saja kalau sudah menikah, pasti seorang istri yang akan menunggu gue pulang.

Lalu tangan gue refleks aja pingin peluk Mama. Nyaman.

Gue pernah dengar dari guru dan menurut pemikiran pribadi betul bahwa empat hal yang benar-benar akan terjadi dalam hidup gue atau mungkin lo juga: Pertama adalah kehilangan orangtua. Kedua adalah kehilangan anak-anak gue. Ketiga nanti bakal kehilangan kesehatan tubuh ini dan yang terakhir adalah pasti banget terjadi yaitu kehilangan jiwa gue sendiri.

Mungkin saja bakal terjadi secara nggak berurutan. Right? Mungkin kali aja justru langsung kehilangan jiwa gue duluan.

Ya semua mana ada yang tahu.

Coba lo pikir-pikir dan gue sudah mikir, itu membuat hati dan otak gue bisa memahami pola-pola kehidupan. Jadi selalu siap dan pastinya bisa merespons segala sesuatu dengan benar dan masuk akal.

"Eh bayi tua lo. Meluk-meluk mama gitu banget." Mulai deh mulai, kakak yang di atas gue sewot.

"Kenapa Ko? Iri ya?" kata gue sok sinis-disinisin. Ko atau kak? Atau abang? Atau Mas Ryan. Terserah gue aja, kakak-kakak gue juga.

"Nggaklah. Gue mah punya yang bisa digrepe-grepe terus. Kasian deh lo derita joness!"

Anjritt!!! kata-katanya itu.

Gue buka sepatu lalu lemparin ke wajah putihnya, ngejek sampai segitunya.

Nggak dong!

Gue pandangi matanya dengan tatapan kesal, mau dimakan hidup-hidup banget kakak gue yang satu ini. Dia hanya santai aja dan bikin gue nggak habis pikir adalah sekarang dia meluk emak gue. Astagah!

Tapi, sadar dirilah dia itu lebih tua dari gue, harus menghormatinya, sopan padanya. Dia juga sama kayak gue butuh pelukan hangat kasih seorang ibu.

Tiba-tiba ada wanita dewasa dengan senyum manisnya memandang gue turun dari tangga. Kenapa pula mereka datang ke sini. Tahu banget alasan basinya bersilahturahmi, kangen dengan emak dan ubak.

Gue tolol banget memang. Sudah tahu menyesakkan saja berada di antara orang-orang macam ini. Bukan bergerak untuk masuk ke dalam dan menghindar malah berdiri aja jadi penonton drama kayak di film-film.

"Udah ah, kamu ini coba tolongin carikan adikmu jangan diejek aja. Kasian." Gue setuju banget! Apa kata mama. Kakak macam apa kerjanya mengejek saja yang jelas tidak menyelesaikan masalah malah menambah masalah.

Mama sudah berlari menjauh dari kami, masuk ke dalam.

YANG ya Tuhan, diri gue mematung mendengar kata barusan. Telinga gue masih berfungsi dengan baik, Koko manggil bininya dan mendekat ke Kak Ryan. Entahlah gerakannya cepat sekali. Di depan mata gue main cium-ciuman.

Astagah!

Benar-benar merusak otak gue. Adegan yang tidak sesuai ditontonkan kepada anak di bawah umur macam gue. Untung otak gue langsung ingat Tuhan, dengan lantang meluncur kalimat istighfar. Mereka baru berhenti melakukan aksi gilanya.

Dasar kakak yang tidak patut diteladani.

"Makanya kawin sana! Udah tua juga lo!" Gue melengos aja masuk ke dalam menuju kamar.

Kamu yang Ku TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang