TIGA

12.5K 733 5
                                    

Nania

***

Nania memutuskan untuk pulang sedikit lebih sore dari biasanya. Entah karena mood-nya hancur tadi pagi atau apa, tapi perasaannya tiba-tiba tidak enak. Bodo amatlah dimarahi ibu nanti, batinnya.

"Ya Allah, malang nian nasibku ini... punya ibu berasa ibu tiri..." Nania melagukan perkataannya dengan nada yang--entahlah acakadut pokoknya.

Nania melangkahkan kakinya ke masjid sekolah, ingin berdoa. Namun baru akan naik tangga ia teringat kalau dia sedang 'masa merah'.

"Ih, kenapa kalo mau beneran berdoa, malah si jepun dateng, sih? Kan Aing kezel." Nania memutuskan untuk duduk ditangga masjid. Menunggu beberapa menit lagi untuk pulang.

Hp-nya berbunyi, menampilkan nomor sang ibu. Nania menghela napas, pasti ada sesuatu yang penting sampai ibunya menelpon. Dengan enggan Nania mengangkat telponnya.

"Halo, Assalamu'a-"

"..."

"Baru pulang bu"

"..."

"Sekarang?"

"..."

"Angkot-nya udah ngga a-"

"..."

"Iya,"

"..."

"Assalamu-" tut tut tut "'alaikum"

Lagi, ibunya memutus telpon sepihak. Ia tak mau pulang cepat, tapi bagaimana jika ibunya marah?

"Ih, engga mau pulangg... tapi nanti tidur dimana?? Perasaan aing engga enak ini" Nania mulai gusar diposisinya.

"Berdoa dulu ajalah" Nania menengadahkan kedua tangannya di depan dada dan mulai berdo'a.

"Ya Allah, aing tau, aing jarang berdoa, solat masih bolong, puasa juga ngga selalu penuh. Tapi aing minta tolong Ya Allah, ini aing perasaannya engga enak. Engga mau pulang. Takut dimarahin ibu. Ya Allah, berikan kesabaran bagi ibu aing semoga engga kalap yaahh... Amiin..." Nania mengusapkan telapak tangannya diwajah.

Baru saja Nania beranjak, bahunya terasa di sentuh. Ia tak menoleh. Takut. Pasalnya di sekolah sudah tak ada orang. Ia jadi mengingat cerita horor Gina tentang kasus bunuh diri di sekolah ini.

"Ampun, Nyai penunggu sekolah... Nia ngga ganggu kok. Suwer deh!" Nania mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya, membentuk V. "Ini kan masih malem Kamis, nyai, gangguinnya besok aja,yah? Pas malem jum'at..."

Fathan terkekeh melihat reaksi Nania yang ketakutan. "Kamu ngapain belum pulang?"

Nania menoleh, mendapati Fathan dibelakangnya dia mendengus. Tanpa menjawab, ia langsung meninggalkan Fathan.

"Eh, saya minta maaf soal tadi pagi, sudah membuat kamu terlambat," katanya saat langkahnya sejajar dengan Nania.

Nania menghentakkan kakinya berhenti, "Ini itu kali pertama aku telat ya, Om! Baru kali ini! Dan trade record-ku disekolah jadi jelek gara-gara Om!"

"Ya maaf. Saya kan ngga tau kamu sekolah disini. Saya juga buru-buru, tadi." Fathan membela diri.

"Au-ah!" Nania kembali melangkah, namun langkahnya terhenti saat lengannya dicekal Fathan.

"Saya minta maaf. Oke?""Saya antar kamu pulang deh, sebagai permintaan maaf saya."

Mata Nania memincing, "beneran mau nganterin?"

"Iya"

"Sampai rumah?"

"Iya"

"Okelah.. okelah.. Hemat ongkos deh aing. Alhamdulillah,"

Fathan kemudian mengajak Nania ke mobilnya yang baru sampai. Setelah itu, Fathan melajukan mobil sesuai instruksi Nania.

"Kamu ngga takut kalo saya orang jahat?" Fathan membuka suara.

Nania menggeleng, "orang jahat kan ngga mungkin ngasih motivasi di sekolah."

"Lho, kan kamu ngga tau siapa saya, bisa saja sekarang saya culik kamu, terus minta tebusan ke orangtuamu." Ucap Fathan dengan nada bercanda.

"Kalo mau nyulik, pasti Om mikir-mikir dulu dong. Masa ya anak kucel kek saya di culik. Yang ada malah Om kehabisan duit buat ngasih makan saya, dan rugi ngga ada yang ngasih tebusan," Nania tertawa, entah apa yang ia tertawakan. Namun Fathan menangkap sesuatu yang berbeda dimata Nania. Kesedihan dan kosong.

Perjalanan kembali hening. Baik Nania maupun Fathan sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.

"Perempatan depan belok kanan, berhenti di rumah yang dicat coklat kiri jalan." Suara Nania membuat Fathan menoleh. Ada yang aneh dengan Nania. Wajahnya pucat. Apa jangan-jangan dia mabuk kendaraan?

"Kamu sakit? Wajahmu pucat." Tanya Fathan.

"Hah? Engga kok. Saya baik-baik saja." Nania mengelak.

"Tapi kamu pucat,"

"Nanti jangan berhenti dijalan masuk ya, Om." Ada yang aneh dengan suara Nania. Dan Fathan tau. Suaranya sedikit bergetar.

Fathan menuruti perkataan Nania, dia berhenti di samping jalan masuk pekarangan rumah Nania. Tangan Nania dingin dan bergetar, ia takut pulang kerumah. Apalagi dirumahnya terlihat ada 'tamu' yang tak pernah ia harapkan kedatangannya.

"Kamu beneran ngga apa-apa? Kamu keringetan gitu?" Fathan menunjuk keringat yang ada di pelipis Nania.

"E-engga kok, sa-saya tidak apa-apa. Om langsung pulang saja. Terimakasih." Nania segera turun dan masuk rumah.

Nania sudah disambut oleh ibunya. Lagi, itu membuat Nania heran.

"Na, ibu mau bicara penting!" Ibu Nania menariknya menjauhi pintu.

"Kamu harus ikut pak Hermawan!"

"Kenapa begitu, bu?" Nania masih bingung dengan ibunya.

"Ibu sama bapak menyerahkanmu ke Pak Hermawan untuk membayar hutang, Na! Dan kamu ndak bisa nolak!" Rasanya Nania seperti terjatuh dalam jurang, begitu sakit mendengar perkataan ibunya.

"Bu, memangnya ndak bisa dicicil ya bu? Nania bakal bantu bu, Nania bakal kerja bantu ibu." Nania memelas.

"Ndak bisa! Itu udah perjanjian! Kamu harus patuh! Ini demi mas dan mbak mu!" Tegas sang ibu.

Emosi Nania yang sedari tadi ditahan mulau tersulut. "Dari dulu ibu cuma mikirin Mbak Anis dan Mas Rizal aja! Sedangkan aku yang harus ngalah terus! Aku juga pengen ibu mikirin perasaanku, bu!" Tak terasa air mata meleleh dari mata Nania.

"Ini demi kuliahnya mas-mu sama masa depannya mbak-mu! Kamu juga enak! Engga usah bayar sekolah! Kamu tinggal nikah dan ungkang-ungkang kaki dirumah!" Nada ibunya mulai meninggi.

"Aku masih mau sekolah, bu! Ibu tega biarin aku jadi istri kedua?! Aku juga masih punya cita-cita, bu!" Nania hampir berteriak. Nania dan ibunya masih bersitegang hingga sebuah suara menginterupsi mereka.

"Saya yang akan membayar hutang itu,"

***

Nah lho... sapa tuh yang bayarin hutang Nania? Apa ya, yang bakal terjadi??

Penasaran? Penasaran? Tetep VoMent ya. Dan tunggu kelanjutannya yaaa .

LafU all 💋💋

2U (To YOU) (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang