Aneh
***
Fathan menatap Nania yang sejak tadi mondar-mandir menyiapkan makan malam. Gadis itu sudah lebih segar setelah ia istirahat. Dia juga sudah tidak pucat lagi. Tapi kok kayak ada yang aneh, ya?
Fathan mengerutkan keningnya memeperhatikan Nania lekat-lekat. Mencari hal yang berbeda di wajah gadisnya. Fathan tau ada yang aneh diwajah istri kecilnya itu, tapi ia tidak tau apa.
"Kamu kenapa ngeliat aku gitu?" Tanya Nania. Ia sudah menyadari tatapan Fathan yang begitu lekat, membuatnya risih.
"Itu." Fathan menunjuk wajah Nania, "muka-mu kok kayak ada yang beda ya?"
Nania merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Reflek ia memegang wajahnya. Fathan tidak mungkin tau kalau dia habis menangis, kan? Bahkan tidak pernah ada yang menyadari wajah sembabnya--kecuali Gina tentunya, Karena memang wajahnya selalu bisa berubah seperti semula setelah menangis. Tak meninggalkan jejak tangisan.
"Hah? Engga kenapa-kenapa kok. Emangnya ada apa?" Nania berusaha bersikap biasa.
"Ngga apa-apa. Cuma kayak ada yang beda."
"Udah. Ngga usah dipikirin. Mending kita makan dulu." Fathan mengangguk meskipun dalam hati ia masih menerka-nerka.
***
Tangan Nania berulang kali menekan tombol remote televisi yang dipegangnya. Ia bosan dengan acara tv yang hanya menayangkan program-program yang tak pernah ada habisnya. Apalagi sinetron.
Karena kesal Nania menaruh remotenya di pangkuan Fathan. Ia yang saat ini sedang berada didalam rangkulan Fathan langsung merebahkan kepalanya di dada bidang Fathan, tempat ternyaman nomor satu baginya untuk bersandar.
Ia belum mengantuk karena sudah tidur siang cukup lama. Ia juga sudah bosan belajar. Sudah eneg. Niatnya sih dia mengajak Fathan menonton tv, namun pria yang berstatus sebagai suaminya itu malah sibuk dengan ponsel.
Baru saja ia akan melingkarkan tangannya ke perut Fathan, pria itu malah pamit pergi ingin mengangkat telepon.
Karena kesal ia pun masuk ke kamar mereka, meninggalkan Fathan dan Televisi yang masih menyala. Ia berbaring membelakangi sisi kasur yang ditempati Fathan. Mencoba untuk tidur tapi tidak bisa terlelap.
Ia merasakan kasurnya bergerak dan sebuah tangan melingkar diperutnya. Tak perlu ditanya, ia sudah pasti tau siapa pemilik tangan besar itu.
"Kok tidur? Katanya mau nonton teve." Fathan mengeratkan pelukannya dan mencium bahu Nania yang tertutup kaos.
Nania tidak menjawab. Ia menyukai saat-saat seperti ini. Saat tangan besar Fathan memeluknya dari belakang.
"Aku tau kamu belum tidur, sayang. Kenapa, hm?" Nania tersadar dan membuka matanya.
"Kamu sibuk terus. Aku kan bosen." Fathan terkekeh mendengar jawaban Nania. Membuat gadis itu mengerucutkan bibirnya.
"Itu tadi Reyhan, Sekretarisku. Dia mau nyusul kesini. Makanya dia ngabarin aku." Fathan kembali menciumi bahu Nania, mebuat si pemilik risih dan membalikkan badannya.
"Dia mau tinggal dimana kalo nyusul kamu?" Tanya Nania setelah ia menghadap Fathan.
"Rencananya sih disini. Beberapa hari."
"Ngga bisa gitu dong! Nanti kalo dia tanya aku siapa gimana dong? Nanti dia tau hubungan kita!" Nania melepaskan tangan Fathan yang memeluknya.
"Kan dia udah tau. Cuma dia belum ketemu sama kamu aja." Ujar Fathan tenang.
"Kok bisa tau?"
"Dia itu temanku merangkap jadi sekretarisku. Jadi dia tau tentang aku yang udah nikah. Apalagi waktu aku bilang akan lebih lama disini, dia jadi sering tanya."
Nania ber-ooh ria. "Itu teman kamu dari sekolah?"
"Iya. Teman semasa kuliah." Tangan Fathan terulur merapikan anak rambut Nania yang menutupi wajah gadis itu dan kembali memeluk pinggang Nania. Membuat gadis itu menenggelamkan wajahnya ke dada Fathan.
"Boleh, kan?" Fathan tersenyum merasakan kepala Nania mengangguk di dadanya.
Gadis itu sudah tidak canggung lagi untuk memeluknya, tapi masih malu-malu jika mendapatkan perlakuan manis dari Fathan. Bahkan Fathan kerap kali mendapati pipi Nania memerah. Fathan mengelus rambut Nania yang tergerai hingga punggung.
"Sayang?"
"Hm?"
"Kamu ngga mau cerita apa-apa ke aku?" Fathan merasakan tubuh Nania menengang dipelukkannya, Namun tidak lama gadis itu berhasil mengendalikan dirinya.
"Cerita apa?" tanya Nania pelan.
Fathan menghela napas pelan, Nania memang tidak mudah mengatakan masalahnya meskipun ia termasuk gadis yang cerewet.
"Tentang kamu atau masalah kamu?"Bohong kalau Fathan bilang dia tidak tahu masalah Nania hari ini. Dia sudah diberitahu Pak Jaya mengenai ada anak yang memiliki masalah dengan Nania hingga istrinya itu harus dipanggil menghadap guru BK esok hari. Ia memang meminta Pak Jaya selalu melaporkan kegiatan Nania. Awalnya Pak Jaya merasa heran, namun karena alasan Fathan pak Jaya bersedia membantunya.
"Eehmm.... aku ngga ada masalah kok. Kalau tentang aku, kayaknya kamu juga udah tau." Jawab Nania yang masih setia menyembunyikan wajahnya.
"Kamu sekarang punya aku. Kalau kamu ada sesuatu, cerita ke aku."
Fathan merasakan Nania kembali mengangguk. Fathan tau Nania masih ragu padanya, sehingga ia belum bisa terbuka. Begitu juga Fathan.
Fathan tidak tau apa jenis perasaannya pada Nania. Dia merasa nyaman saat bersama Nania. Dia bahkan sangat senang ketika menghabiskan waktu dengan Nania. Apalagi saat ia memperhatikan perubahan ekspresi gadis kecil itu.
Perasaannya kali ini berbeda dengan perasaannya pada perempuan itu. Istri kecilnya ini sanggup membuatnya melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak pernah ia pikirkan. Tak terduga. Seperti pertemuan mereka yang tak terduga. Bahkan gadis itu bisa membuat Fathan berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu menjaga Nania.
Fathan merasakan napas Nania sudah teratur, membuatnya kembali tersenyum. Gadis ini sangat mudah tertidur bila ada dipelukkannya. Sebelum memejamkan mata, menyempatkan untuk mencium kening istrinya, sambil berdo'a. Seperti malam-malam sebelumnya.
"Ya Allah. Datangkanlah cinta dalam pernikahan kami dan jadikanlah keluarga kami menjadi kelurga sakinah, mawadah dan warahmah. Aamiin"
***
Mood Nania seharian tadi turun drastis saat di sekolah. Pasalnya tadi ia dipanggil ke ruang BK untuk diberi nasihat. Padahal ia hanya diam dan mendengarkan, namun Rissa berulang kali menyebut namanya sebagai penyebar gosip. Nggak ngaca apa dia yang selalu nyontek waktu ulangan. Dari tadi disindir guru masih ngga peka.
Moodnya mulai membaik mendapati Fathan yang menjemputnya sepulang sekolah. Entah ada angin apa hari itu Fathan menjemputnya tanpa memberi kabar. Padahal biasanya dia juga dijemput supir.
"Kok tumben jemput?" Tanya Nania saat gadis itu sudah duduk di kursi penumpang.
"Pengen aja. Sekalian kita jalan-jalan." Fathan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Tapi aku kan masih pake seragam. Ini identitas sekolah lho." Nania menunjuk baju batik yang ia kenakan.
"Mau pulang dulu? Kan kita ngelewatin rumah."
"Boleh?" Tanya Nania antusias dijawab anggukkan oleh Fathan.
"Oke. Kita pulang dulu. Baru kita jalan-jalan."***
Don't Forget to VoMent!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
2U (To YOU) (ON HOLD)
RomanceAnak terakhir itu tidak selalu dimanja seperti dalam cerita. Anak terakhir itu juga harus bisa mandiri dan bisa mengalah. Seperti Nania. Dia adalah anak terakhir dari tiga bersaudara, dimana kedua kakaknya sangat disayangi oleh kedua orangtuanya, ti...