Amanda pov
Saat ini kehamilanku sudah memasuki minggu ke tiga puluh tujuh. Menurut perkiraan dokter bayiku akan lahir dalam minggu ini. Karena itu aku lebih sering tinggal di rumah. Mempersiapkan segala sesuatu untuk kehadiran si kecil nanti. Aku juga sudah memutuskan tidak membuat kamar bayi. Karena aku ingin bayiku tidur bersama denganku. Hanya tempat tidur yang di geser agar menempel di dinding. Seluruh perlengkapan bayi juga berada di kamar. Untung kamarku memang luas sehingga tidak terlalu masalah jika ada furniture baru yang bertambah.
Mengenai tempat tidur yang waktu itu kulihat dengan kevin tidak jadi dibeli. Aku tidak ingin ada hal tidak penting yang mengganggu pikiranku. Nanti saja kalau kira kira si kecilku sudah membutuhkan tempat tidur sendiri maka akan kubeli.
Soal nama juga belum disiapkan. Pernah kevin mewanti wanti agar ia saja yang kelak memberikan nama. Dan aku juga belum pernah bertanya mengenai nama yang disiapkannya. Tunggu sajalah ketika nanti bayi kami lahir dan ketahuan jenis kelaminnya maka pasti kevin akan memberi tahu.
Hubunganku dengan mami juga masih 'agak dingin'. Kami hanya membicarakan hal yang penting penting saja. Misal keadaanku dan bayiku ketika selesai mengunjungi dokter kandungan. Aku tidak tahu apakah aku yang menjauh atau mami yang yang menjaga jarak. Atau juga mami terlalu letih karena harus berbagi waktu dengan menjaga papi. Yang pasti aku menghindar karena tidak ingin mendengar keluhan atau protes mami tentang kevin dan keluarganya.
Sementara karena mami harus menjaga papi, otomatis kevinlah yang selalu menemaniku ke dokter dan ke tempat lain yang kuingini. Walau tidak memberi tahukan mami dengan siapa aku pergi, kurasa mami pasti sudah mengetahuinya. Secara mata mata mami kan banyak. Tapi beruntung sampai saat ini aku belum mendengar lagi protes mami.
Justru hubunganku dengan kevin lah yang memberikan rasa khawatir terbesar. Entah kenapa aku menangkap ada sedikit yang berbeda dengan suamiku. Tapi aku tidak tahu apa. Dia masih tetap bersedia jika aku minta ditemani. Juga tidak pernah membiarkan aku menunggu lama. Tapi tatapannya padaku berubah. Tidak lagi ada cinta atau apalah namanya. Aku tidak lagi menemukan binar bahagia setiap kali kami bertemu. Hanya sekedar tanggung jawab seorang ayah pada anaknya.
Jujur aku sangat takut, bila pada akhirnya nanti aku harus berpisah dari kevin. Dia laki laki yang baik, keluarganya juga baik. Terlebih kami punya anak yang harus kami besarkan bersama. Aku harap kehadiran seorang anak mampu mempererat kembali hubungan kami.
Aku juga berencana untuk membicarakan ini dengan mami setelah papi lebih sehat. Aku tidak ingin hubunganku dengan kevin berakhir dengan sia sia. Ya sudah lah walau awalnya aku tidak mencintai kevin. Namun lambat laun aku merubah sedikit pandanganku tentangnya. Dia bukan tipe pria pemabuk, penjudi dan suka main perempuan. Lelaki dengan kualitas sebaik kevin layak untuk diperjuangkan bukan? Selama ini aku bisa mendapatkannya dengan mudah. Tapi aku merasa bahwa kali ini akan sulit untuk menundukkan kevin kembali. Aku tidak tahu kenapa bisa punya perasaan seperti ini.
***
Kevin baru saja selesai mengantar amanda memeriksakan kandungan. Lalu ia mengajak istrinya tersebut untuk mampir di salah satu kafe karena merasa lapar.
"Kamu pengen makan sesuatu gak nda?" Tanya kevin setelah mereka duduk
"Enggak, memang kenapa mas?" Tanya amanda heran
"Siapa tahu aja kamu ngidam?" Jawab kevin sambil sedikit tertawa.
"Enggaklah, kan ngidam itu biasanya terjadi diawal kehamilan. Nah ini aku tinggal nunggu melahirkan kok ditanyain soal ngidam, sudah terlambat kali"
KAMU SEDANG MEMBACA
GREY WEDDING (END)
RomanceAmanda dan Kevin dipertemukan dalam sebuah pernikahan, yang telah diatur oleh keluarga mereka. Dari awal mereka menyadari bahwa tidak mudah menjalani pernikahan tanpa saling mengenal terlebih dahulu. Namun mereka tidak kuasa membantah kedua orang tu...