chapter 10

3.2K 230 1
                                    


"KAU INI DARI MANA SAJA!?!"

Tiba-tiba salah seorang senior membentakku, sehingga mengiterupsi seluruh ruangan. Orang-orang yang ada disana menatap ke arah kami.

"Maaf kak, aku baru selesai sholat! "

"Lagi-lagi alasanmu itu!! Jangan karna kau merasa seperti selebriti sekarang,kau jadi seenaknya"

Tiba-tiba dia melemparkan beberapa kertas tepat kewajahku, benar tepat diwajahku dan berakhir jatuh berserakan dilantai.

"Tangani ini ! Ini tugasmu! Dan pastikan tidak ada kekeliruan kali ini"

Lalu ia pergi.

Siapapun pasti akan merasa marah bila diperlakukan seperti ini, pasti. Tapi disini siapa aku? Siapa aku yang berhak marah?

Aku diam bukan karna aku bodoh. Aku memang memilih untuk diam dan bersabar. Sabar adalah salah satu jalan keluar. Sabar bukan berati kalah. Meski aku tahu, aku sekarang terlihat bodoh.

Aku memunguti satu persatu kertas yang berserakan itu. Tentu saja aku yang cengeng ini, sudah berhasil mengumpulkan airmata dipelupuk mataku. Tapi kali ini aku berhasil menahannya. Orang-orang di tempat itu terus menatapku, entah mereka pasien atau juga pekerja disini aku tidak peduli.

Aku menarik nafas sedalam dalamnya dan menghembuskan dengan lembut. Aku berusaha menahan dadaku yang semakin sesak. Ya,cara itu sangat ampuh meski hanya sedikit mengobati. Baiklah, aku harus tetap tersenyum, semuanya akan baik-baik saja.

Aku pun berjalan menyusuri setiap koridor koridor rumah sakit menuju ruangan kerjaku. Setiap orang yang aku temui selalu menatapku aneh.

Kenapa aku selalu menundukan kepalaku? Kenapa aku sulit sekali mengangkat kepala ini?

Aku bukan seorang tersangka yang harus merasa malu seperti ini. Tapi aku terlalu takut menatap ke depan. Pemandangan dibawahku lebih aman bagiku. Setidaknya dengan begini aku tidak melihat hal hal buruk yang telah mengincarku. Tapi ketahuilah itu tidak membantu sama sekali.

Apa semua ini adalah rencana-Nya untukku? Ataukah aku sudah merusak rencana indah-Nya dengan ulahku sendiri?

Tapi aku tetap percaya, tidak pernah ada namanya kebahagiaan tanpa kesedihan. Bagaimana bisa tahu perasaan bahagia, bila tidak merasakan sedih ? Semua ini sudah rencana-Nya.

***

Aku membaringkan tubuhku ke tempat ternyaman itu, menatap langit langit yang ada dikamarku. Seolah disana tersuguh langit nyata dengan Bintang yang terhias.

"Aku harus bersabar sampai aku bisa membuka Apotek ku sendiri"

Senyumanku, senyuman yang aku paksakan ini ternyata membawa dampak positif bagi tubuhku.

Malam ini aku begitu merindukan suamiku. Aku merindukan suaranya yang berat itu dan juga tawanya yang selalu berhasil membuat orang disekitarnya juga bahagia. Ia lah orang yang selalu membawa kebahagiaan dimanapun ia berada. Ia selalu memberikan energi positif terhadap mereka, siapapun itu. Dia seperti seorang malaikat, yang selalu tersenyum meskipun ia juga menyimpan banyak luka dihatinya. Seorang Park Chanyeol yang tidak lelah menampilkan senyumannya.

'Apa kau sudah tidur Oppa? Jagalah kesehatanmu. Aku merindukanmu.'

Entahlah tiba-tiba aku begitu merindukan dia dan mengirimkan pesan yang sangat kekanakan itu.

'Aku juga sangat merindukanmu chagi, aku akan kembali besok. Kenapa kau belum tidur? Ini sudah sangat larut'

Dia membalas pesanku. Aku pikir ia sudah terlelap bersama mimpinya.

She is -  [Park Chanyeol Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang