chapter 1

6.9K 509 2
                                    

5 tahun sejak kejadian itu, kejadian yang menimbulkan trauma dimana mana. Tetapi waktu 5 tahun itu sudah cukup untuk sedikit menghapus jejak kesedihan kota Seoul. Kini sudah terlihat aktivitas seperti biasa, aktivitas manusia manusia yang tengah sibuk untuk urusan dunia mereka. Mungkin memang semua sudah terlihat baik baik saja tapi tidak dengan trauma trauma yang mereka alami. Zahra salah satu dari mereka, trauma yang 5 tahun tidaklah cukup untuk menghapus semuanya bahkan seumur hidupnya pun tidak akan mampu menghapus trauma itu. Warga muslim yang semula merupakan sebuah kotoran bagi mereka, kini sudah lebih membaik. Korea Selatan sudah lebih damai dengan mulai memberi ruang kembali untuk mereka warga muslim meski tidak dapat dipungkiri setiap luka pasti meninggalkan bekas.

Zahra kini sudah menuntaskan gelar S1 Farmasinya dan tengah menempuh gelar Apotekernya. Zahra yang sekarang hidup sendiri tak pernah terbebani oleh biaya kuliahnya karna memang ia sudah terdaftar sebagai siswa berprestasi dan mendapat fasilitas menempuh pendidikan gratis. Tetapi ia harus tetap bekerja untuk memenuhi kehidupan sehari harinya. Ia bekerja di sebuah kafe milik pamannya lebih tepatnya teman ayahnya. Kafe yang tak mewah tapi cukup nyaman untuk sekedar melepas beban dari sibuknya aktivitas. Kafe yang berada di sudut kota sehingga itu cukup tenang. Kafe yang tak cukup ramai pengunjung itu hanya memiliki 2 pegawai saja salah satunya adalah Zahra. Karna kafe itu tidak cukup besar untuk menampung banyak pegawai dan juga disana hanya menyediakan beberapa jenis minuman hangat dan kue.
" eonni aku duluan ya, jangan tutup terlalu larut eonni.. Anyeong " Yeri adalah adik dan juga teman yang menemani Zahra bekerja disana. Setiap malam Zahra akan bekerja sendirian karna Yeri akan pulang lebih dulu. Ada beberapa alasan untuk itu, karna rumahnya yang jauh dan juga ia masih seorang pelajar berumur 17 tahun. Bekerja bukanlah kewajibannya meskipun ia tetap bekerja untuk memenuhi kehidupannya setidaknya tidak bekerja sampai selarut itu. Itu adalah pemikiran Zahra, ia melarang Yeri bekerja hingga larut. Setiap pukul 8 malam ia akan mengusir Yeri dan bekerja sendirian tiap malam. Menurutnya bekerja sendirian disana tidaklah susah karna memang tiap harinya hanya beberapa pelanggan yang mampir. Pamannya benar benar memberikan tanggung jawab penuh untuk Zahra sehingga ia yang mengendalikan semuanya. Pamannya hanya sesekali datang kesana. Pamannya sangat berterima Kasih kepada Zahra karna mampu mengelola kafenya yang hampir tutup itu.

Malam itu seperti malam malam biasa, ia akan selalu bekerja sendirian dan hanya ada satu dua pelanggan yang datang. Tepat pukul 11 malam Zahra akan menutup kafe, tapi sebelum itu ia harus membersihkan setiap sudut ruangan sebelum beranjak dari sana. Zahra yang tengah sibuk mengelap meja begitu dikagetkan seseorang yang tiba tiba datang dengan nafasnya yang terengah engah. Zahra yang sangat panik saat itu langsung mengambil pisau yang tak jauh dari jangkauannya. Pikirannya berkecambuk, tubuhnya bergetar. Tanpa berfikir panjang Zahra mendekati dan langsung menyodorkan pisau ke arah orang itu. Dia semakin bergetar sudah berdiri di depan seorang pria yang berbadan tinggi dengan wajah yang tertutup masker hitam itu. Pria yang tengah terengah engah dengan menopang tubuhnya dengan kedua tangan dilututnya tersontak kaget mendapati pisau yang sudah tepat berada di depan wajahnya. Hanya dengan beberapa centi saja mungkin wajahnya sudah tergores.
" mau apa kau? Jangan macam macam atau pisau ini akan menusukmu!" suara Zahra bergetar dengan keringat yang mengguyur tubuhnya.
"Hey tenanglah nona, aku tidak akan berbuat jahat kepadamu" suara yang serak dan berat itu muncul dari balik masker hitam itu. Tubuh pria itu perlahan bergerak mundur dan Zahra mengikuti pergerakannya dengan semakin bergerak maju. " tenanglah, sebaiknya jauhkan dulu pisau itu dari hadapanku !"
Zahra masih tak bergeming dengan posisinya. Pisau itu terlihat bergetar karna memang tubuhnya bergetar hebat. Pria itu terus menerus mencoba menenangkan Zahra dengan kedua tangannya diangkat diatas dadanya. Semakin terpojok perlahan pria itu membuka masker hitamnya dan membuka topi yang menutupi kepalanya. Hingga muncul dengan jelas wajah si pria itu. Pria yang membuat Zahra ketakutan itu, tiba tiba membuat Zahra diam dengan matanya yang membulat sempurna. Tubuhnya yang bergetar mulai menenang karna menyadari siapa yang ada didepannya sekarang.
"Sepertinya kau mengenalku? Sebaiknya turunkan dulu pisau ini ya nona" pria itu perlahan menurunkan dengan hati - hati pisau yang ada di depan wajahnya itu. Zahra masih mematung dengan matanya yang masih membulat seakan ia terperangah oleh sesuatu. Bagaimana tidak, pria yang ada didepannya sekarang ini adalah Park Chanyeol. Park Chanyeol dari boy grup terkenal di negeri gingseng tersebut bahkan setiap penjuru negeri, ya semua tau itu EXO.
"Apa kau sekarang menyesali perbuatanmu nona?" laki-laki yang bernama Park Chanyeol itu kini menyeringai dengan memperhatikan Zahra yang masih tak bergeming itu. Zahra yang tersadar menutup mulutnya yang sedikit terbuka tadi.
"Jeosonghamnida! " kini Zahra membungkuk 90 derajat di depan Chanyeol.
"Aniya, aniya. Kalau aku diposisimu juga akan melakukan hal yang sama"
Zahra kini hanya diam dengan matanya seolah bertanya 'untuk apa seorang Park Chanyeol ketempat ini?'
" aku tadi sedang menikmati udara malam tapi ada seseorang yang menyadari keberadaanku dan itu menimbulkan kehebohan orang orang lainnya juga. Aku berlari dan tak sadar sampai jauh kesini. Sebenarnya aku sudah biasa akan hal ini tapi hari ini aku benar benar ingin tenang dan tidak ingin diganggu oleh siapapun. Sepertinya kafemu sudah akan tutup tapi bolehkah aku minta bantuanmu untuk tinggal disini sebentar sampai diluar benar benar tenang? " Chanyeol seolah telah mengerti apa yang akan ditanyakan Zahra dan ia menjelaskan begitu panjang sampai pada akhirnya hanya mendapat anggukan dari Zahra. Chanyeol yang hanya mendapat anggukan seolah telah menyesal menjelaskan begitu panjangnya. Zahra yang sudah mendapat penjelasan Chanyeol kembali meneruskan pekerjaannya dan membiarkan Chanyeol mendudukan diri di kursi pelanggan untuk mengontrol nafasnya.

Suasana yang tadi begitu panas karna kesalah pahaman antar kedua orang di dalam kafe itu kini mulai tenang kembali dengan angin yang menambah kesunyian didalamnya. Benar benar sunyi dan dingin.
"Apa kau bekerja sendirian?" kalimat itu muncul dari mulut Park Chanyeol karna ia merasa aneh dengan keadaan di dalam kafe itu.
"Ya" singkat Zahra. Chanyeol semakin merasa aneh dengan jawaban Zahra yang begitu singkat dan terkesan dingin. Dia memperhatikan Zahra yang sedang sibuk dengan pekerjaannya dan tiba-tiba terlintas dipikirannya 'apa ia tidak mengenaliku?'
"Bolehkah aku memesan coklat panas, tapi kalau tidak pun tidak apa-apa" Chanyeol dengan senyum yang tersungging di bibirnya dan lagi-lagi Zahra hanya mengangguk dan langsung beranjak dari tempatnya untuk membuat pesanan Chanyeol. Tak membutuhkan waktu lama Zahra sudah menyuguhkan Coklat panas di meja Chanyeol. Sebelum Zahra beranjak dari sana, Chanyeol menanyakan sesuatu yang membuat Zahra juga bingung.
" apa kau tidak mengenalku ?" langkah Zahra tersekat dan langsung menatap Chanyeol dalam pikirannya mungkin sebenarnya apa yang sedang ia tanyakan.
"Ne? " Zahra mencoba untuk membenarkan pertanyaan yang baru saja ia dengar tadi.
" aku tanya apa kau tidak mengenalku? "
"Bukankah kau Park Chanyeol EXO? "
" ah, ternyata kau mengenalku. Aku hanya bingung kau dari tadi mengabaikanku dan bersikap dingin kepadaku. Ku pikir karna kau tidak mengenalku" Chanyeol membuang nafasnya lega. Zahra hanya tersenyum kaku dan akan beranjak dari sana tapi tiba tiba tangannya tertahan oleh tangan seseorang. Zahra yang menyadari tangan Park Chanyeol langsung melepaskan genggaman itu. Chanyeol yang juga merasa kaget "ah maafkan aku, aku bukan bermaksud seperti itu, aku hanya- " kalimat Chanyeol tersekat
"Maaf ini sudah semakin malam, dan aku harus menutup kafe ini. Sepertinya diluar sana juga sudah tenang. " Zahra langsung beranjak dari sana dan mengambil tasnya untuk bersiap pulang meninggalkan kafe. Chanyeol hanya diam sesaat dengan wajahnya yang sangat panik. Bahkan Chanyeol belum meminum setegukpun coklat panas didepannya itu.

Kini ia sudah di depan kafe memperhatikan Zahra sedang sibuk mengunci kafe.
"Apa kau pulang sendirian? Apa tidak ada yang menjemputmu? Ini sudah hampir tengah malam" tanya Chanyeol ketika Zahra sudah berhasil dari pekerjaan menguncinya.
" ya "
" sebaiknya mintalah dijemput seseorang, apa ayahmu tidak menjemputmu? Apa dia tidak khawatir kepadamu ? " dan pertanyaan itu sukses membuat Zahra kembali merasakan luka lama yang selama ini ia pendam sendiri.
"Aku sudah biasa pulang sendiri dan semuanya baik baik saja" air mata yang mulai menggenang itu, Zahra memaksanya agar tidak jatuh di depan Park Chanyeol. Akhirnya Zahra langsung berbalik dan meninggalkan Chanyeol yang masih mematung memperhatikan punggung wanita di depannya itu semakin menjauh. Ia masih tetap mematung ditempatnya dengan dihujani banyak pertanyaan dipikirannya.

She is -  [Park Chanyeol Fanfiction]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang