9. Mata Pisau

221K 3.8K 74
                                    

Yang paling berbahaya bukanlah dia yang terang-terangan membencimu. Melainkan dia yang terlihat menyukaimu namun sebenarnya membencimu setengah mati.
-Soraya-

Di kamar yang sunyi senyap. Soraya terdiam lama sembari memandang keluar jendela. Di luar sana masih terang benderang, cahaya surya menelusup ke sela-sela jendela kamar. Pelan-pelan, gadis itu menutup kedua matanya. Dan sekelebat bayangan tentang masa lalunya mulai bermunculan.

"Ck, kenapa si, Alvi harus datang lagi ke idup gue?" Soraya bergumam, kemudian perlahan membuka mata.

Gadis itu kembali terdiam sesaat. Mengatur deru nafas yang kian sesak di dalam dadanya. Ia menoleh menatap kotak hitam yang berada di bawah meja belajarnya. Ia terhenyak sementara, lalu beranjak menghampiri kotak itu.

Pelan-pelan, ia menarik kotak yang telah dipenuhi debu. Matanya masih terus menatap benda yang menjadi tempat ia menyimpan segala kenangan masa lalunya. Tangannya menyapu debu-debu yang menutupi hampir seluruh benda itu.

"Kenapa si, gue jadi gini." Soraya tertawa renyah sembari memandang isi dari kotak itu.

Disana ada album foto yang berisi teman-teman semasa SMPnya dulu. Termasuk Alvi dan Natasha. Ada perasaan yang bergetar di dadanya ketika melihat satu demi satu kenangan yang pernah ada.

Bukan hanya album saja. Di dalam kotak itu juga ada barang-barang pemberian Alvi dan Natasha. Boneka dari Alvi dan baju couple dari Natasha. Ia melihat dengan seksama tanpa memedulikan matanya yang mulai berkaca-kaca.

"Kenapa si, kita jadi gini?"

Soraya tidak bisa menahan dirinya lagi. Matanya kemudian beralih menatap sebuah bingkai foto yang berisi tiga pigura di dalamnya. Disana ada dia, Alvi dan Natasha yang saling berangkulan dengan wajah penuh bahagia. Dia rindu dengan masa itu. Namun, pada waktu bersamaan, kenangan itu seolah membuka luka lama yang masih basah.

Semua itu menyakitkan, namun Soraya tak ingin membuang segala kenangan mereka. Berbeda dengan mereka yang enggan membahas tentang lalu. Dia ingin marah tapi tak tahu harus marah kepada siapa?

Soraya menghapus air matanya. Kemudian mengambil ponselnya di saku. Ia melihat ada panggilan tak terjawab dari Hana, teman SMPnya dulu. Dan tanpa berpikir panjang, ia langsung menekan tombol panggilan kepada perempuan itu.

"Halo, Raya?"

"Iya, ini gue, tumben banget lo Han, nelpon gue."

Terdengar suara cekikikan dari seberang sana. "Nggak si, tapi gue denger kalo si Alvi pindah ke sekolah lo. Emang bener ya?"

Soraya mendengus kasar, tanpa bertatap muka. Hana tahu jika Soraya sedang kesal. "Iya, gue gak tau motif tu orang apa, tetiba pindah aja ke sekolah gue. Di kelas gue pulak!"

Hana terbawa terbahak-bahak, membuat Soraya semakin kesal. "Ahh, paling lo kesel karena lo jadi gagal move on deh sama doi!"

"Sialan lo, masalahnya, gue juga sekelas sama si Tasha."

"Ih sumpah! Idup lo sial banget."

"Tolong yah Han! Nggak usah muji gue!" Dengan sarkasnya Soraya menjawab.

"Ketemu yuk! Gue khawatir sama lo, siapa tau aja lo ada rencana bunuh diri."

"Gilak!"

"Gue serius Raya! Gue yakin lo lagi mandangin kenangan lo bertiga 'kan?"

Soraya terdiam, Hana benar, ia masih memandangi kisah masa lalunya.

"Kampret!"

Hana kembali tertawa. "Gue udah ada di depan gerbang rumah lo nih! Lo buruan buka, disini panas banget. Asal lo tau aja, gue abis perawatan di salon dan itu nggak murah!"

"Iya, bawel!!"

Soraya buru-buru menutup telepon dan berjalan ke luar rumah. Memang benar, Hana sudah ada di depan pagar.

"Lama banget si lo!" gerutu Hana ketika pagar telah terbuka.

"Rumah gue 'kan luas, harusnya lo tau itu!"

"Sombong amat dah lu!" Hana mencibir lalu berjalan masuk ke rumah mendahului Raya.

"Yang tamu siapa, yang punya rumah siapa." Soraya sengaja menyindir Hana, namun gadis itu tampak biasa saja.

"Sumpah demi apa?! Jadi tebakan gue bener?!" Hana terlihat kaget ketika masuk ke kamar Raya dan menemukan barang peninggalannya pas SMP.

Raya yang baru saja masuk ke kamar langsung mencebik kesal. Dia ketahuan dan ia tidak bisa mengelak. Memalukan!

"Emang kenapa kalo tebakan lo bener?"

"Yah, nggak papa si, tapi lo masih rindu mereka ya?"

Raya bergidik jijik. "Ish, ogah! Gue ngeluarin benda itu karena gue mau membumi hanguskan segala kenangan tentang mereka tauk!" Soraya berbohong, itu hanya alasannya saja.

"Terserah elo aja deh! Ternyata emang bener apa kata orang. Yang bahaya itu bukan musuh yang ada di depan mata. Tapi musuh yang ada di balik selimut."

Raya tersenyum miring. "Iya, harusnya yang ditakutin itu orang yang pura-pura baik, bukan orang yang terang-terangan membenci!

Salah satu alis Hana terangkat, kemudian senyumnya mengembang. "Lo kok bijak si? Lo nggak kesambet 'kan?"

Dan pertanyaan Hana barusan mendapatkan satu lemparan bantal dari Soraya.

PENTING!
BAB SELANJUTNYA AKAN DI PRIVATE JADI SILAHKAN FOLLOW AKUM SAYA DULU KALAU MAU DI BACA YAH!

JANGAN LUPA DI VOTE DAN KOMENTAR :)

CanduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang