28. Selamat Tinggal dari Tasha

114K 2.6K 65
                                    

Tidak pernah ada yang abadi di dunia. Kecuali luka hati.
-Tasha-

Derrrt...

Tok... Tok... Tokk

Angin berhembus kencang, menghempas jendela hingga membuat seseorang terjengkang kaget. Pelan-pelan, orang yang baru masuk itu menutup pintu. Dengan pakaian serba hitam dan mata sembab, langkahnya menyusuri sekitar ruang kamar; yang pemiliknya telah tiada.

Tidak banyak yang berubah dari tempat itu. Jari Soraya mengelus pelan seprei berwarna biru tua kesukaan Tasha. Ia terduduk lemas di ranjang, memandang nanar tembok putih usang di depannya. Pelan-pelan ia menarik nafas.

"Kenapa lo bisa pergi secepat ini si? Gue merasa bersalah tau nggak!" ujarnya kepada angin yang tak akan menjawabnya.

Matanya terpejam erat, hingga wajahnya berkerut. Isakannya kembali muncul, tak tahu bagaimana cara menghentikannya. Semakin ia menahan air matanya, semakin sesak saja dalam dirinya. Hari ini, ia kehilangan musuh dan sahabat terbaiknya. Seseorang yang tempatnya tidak akan pernah terganti oleh siapapun.

"Kak, jangan sedih, nanti kak Tasha nggak tenang 'disana'. Kita semua juga sedih kok," ujar Salsa yang ternyata sudah berada di ambang pintu dan perlahan melangkah mendekati Raya.

Soraya mendesah pelan, lalu diiringi tawa hambar. "Harusnya gue yang bilang gitu sama lo. Nggak usah pura-pura ikhlas di depan gue, percuma!" kata Soraya yang masih tetap memandang kosong kearah tembok.

"Aku nggak tau harus gimana lagi kak, nangis pun aku capek." Salsa kembali tersedu, hingga terdengar sedang sesak nafas.

"Mau gimana lagi, waktu nggak bisa diputar."

Meski ucapannya barusan tidak akan pernah bisa menghilangkan kesedihan Salsa. Ia hanya yakin, bahwa setiap luka yang ada, akan kering dengan sendirinya. Meski waktu terus berlalu, ingatan manusia tak 'kan pudar. Walau sekuat tenaga menjadi lupa, kenangan akan terus memburu.

"Oiya kak, ada kotak yang sengaja dibuat oleh kak Tasha. Dan disitu ada tulisannya 'untuk Soraya'. Ada disana, aku ambilin dulu."

Dengan langkah perlahan, Salsa mengarah ke lemari pakaian Tasha. Saat pintunya terbuka, Soraya bisa melihat baju-baju yang didominasi warna biru itu tergantung rapih. Bahkan matanya bisa menangkap satu potong sweter rajut abu-abu yang dulu ia berikan pada gadis itu.

Ternyata Tasha masih menyimpannya. Perlahan, Soraya mendekat ke arah lemari mengabaikan Salsa yang sibuk berkutat pada bagian bawah benda itu. Tubuhnya sempat kaku tatkala jari-jarinya menyentuh satu persatu pakaian di depannya.

Angin kembali berhembus, menyentuh kulit Soraya melalui jendela terbuka. Fokusnya tak lagi pada pakaian di depannya. Matanya terpusat pada jendela di sampingnya. Tempat yang menjadi saksi bisu penderitaan dan kepergian Tasha.

"Kak! Udah ketemu!" ujar Salsa setengah teriak membuat jantung Soraya hampir melompat.

"Ngomongnya bisa santai 'kan?" kata Soraya dengan datar namun sarat sarkasme.

"Maaf deh kak, ini aku udah dapet kotaknya." Salsa memberikan Soraya sebuah kotak, bentukanya seperti kotak kado, tapi ia belum berulang tahun, aneh.

"Aku keluar dulu, buka aja, aku juga nggak tau isinya apa."

Setelah itu, Salsa telah membawa dirinya meninggalkan tempat itu, menyisakan Soraya yang terduduk bingung menatap kotak di depannya. Pelan-pelan ia menarik pita pengikat benda itu. Kemudian mengangkat penutupnya. Yang pertama kali ia lihat adalah selembar kertas yang terlipat rapih. Tanpa pikir panjang, ia langsung membacanya.

Teruntuk Soraya.

Saat lo baca surat ini, gue yakin, kita udah beda dunia.

Lo pasti anggap gue alay 'kan. Emang sih, tapi gue sengaja tulis ini khusus buat lo. Meski gue nggak tahu pasti kalo surat ini bakalan lo baca.

Duh, gue kebanyakan intro.

Sebenarnya gue cuma mau minta maaf sama lo, buat kejadian-kejadian di masa lalu. Gue tau gue salah besar dengan mengorbankan persahabatan demi cinta. Gue terlalu iri dengan kehidupan lo yang amat tenang. Tapi gue ngeyel, gue masih terlalu muda untuk tau mana yang benar dan mana yang salah.

Oiya, gue juga mau berterimakasih buat bantuan lo sama Irfan. Gue saranin, lo berdua nggak usah berurusan lagi sama kedua orang itu, percuma. Mereka itu kayak psikopat.

Btw, gue liat, lo cocok sama Irfan.

Dan di dalam kotak ini, semua isinya itu barang kesukaan gue. Sengaja gue kasi ke elo, biar lo tambah sedih. Nggak deng, gue bercanda. Tapi lo jangan sedih ya, keputusan yang gue ambil, adalah yang paling tepat buat gue. Gue harap lo bisa ngerti.

Salam peluk kangen dari Tasha.

Soraya mendesah pelan. Tangannya membawa surat itu kedalam pelukan. Ia tak lagi menangis. Mencoba ikhlas adalah pilihannya. Matanya menatap nanar barang-barang itu.

Drrttt...

Getaran ponselnya membuat ia sadar bahwa ada seseorang yang sedang menunggunya.

"Halo, Fan?"

"Lo mau nginep?"

"Nggak, gue udah mau turun, tungguin gue."

*****

"Jadi, lo mau lanjutin kasus ini Ray?" tanya Irfan saat mobil yang kendarai berjalan.

Raya menghela nafas. "Gue nggak tau. Ngebiarin mereka bebas gitu aja, kayak nggak adil banget. Tapi, yang lepasin mereka itu mamanya Tasha. Jadi gue nggak tau mesti ngapain."

"Jadi, kita harus apa? Biarin aja?"

Soraya mengangguk malas. Ia terlalu lelah untuk memikirkan semua ini. Kesedihan atas kepergian Tasha telah menguras habis tenaganya. Tak ada yang bisa ia pikirkan saat ini, kecuali perutnya yang mengeluarkan bunyi kelaparan.

"Lo laper? Kita singgah makan dulu yuk? Di sana aja, gimana?" Irfan menunjuk resto yang tak jauh darinya dengan dagu.

Soraya cukup bergumam, dan Irfan tahu jika gadis itu setuju.

Saat di dalam mobil, Soraya merasa tenang, emosinya masih stabil. Namun, ketika ia turun dan mendapati Alvi yang sedang tertawa sambil berangkulan mesra dengan seorang cewek, emosinya langung meledak. Ingin segera ia mencekik keras cowok laknat itu hingga dia tak mampu lagi bernafas, namun Irfan memegang lengannya erat, memintanya untuk tetap tenang.

Tenang?! Katanya!

Rasanya mustahil jika Soraya akan tenang jika melihat manusia menjijikkan dan terlaknat itu terlihat begitu bahagia. Luar biasa! Seharusnya Tuhan tidak pernah mempertemukan dia dengan laki-laki itu. Dia adalah kesalahan tersial dalam hidupnya.

Dan kini, ia hanya bisa tenang, mengikuti tarikan tangan dari Irfan, tanpa laki-laki itu peduli sebesar apa amarah yang akan meledak suatu saat nanti. Awas saja, Soraya pasti akan membalasnya, dengan penderitaan yang dahsyat.



------------------
Guys!!!
Sorry yah, gue update-nya lama. Soalnya kemaren lagi sakit. Gue kalo lagi sakit susah fokus.

Jgn lupa tinggalin komentar yah!!!

CanduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang