6. Selamat Datang

268K 4.5K 40
                                    

Silahkan di komentari yang typo yah!

***

Sedari tadi, Alvi geram melihat tingkah kedua sejoli itu. Benar-benar suatu hal yang mampu membakar dirinya habis-habisan secara tidak langsung. Bagaimana bisa, Soraya bertingkah seperti itu? Ia merasa tidak percaya akan semuanya.

Di tengah kebingungannya, ternyata kedua orang itu telah bersiap untuk pergi. Ia menyadarinya, dan segera membayar pesanannya. Ia mengikuti mereka dengan motor matic yang sebenarnya belum boleh dia pakai karena belum memiliki SIM.

Diperjalanannya, Alvi merasa familiar dengan jalan yang ia lewati. Yang benar saja, ketika ia mendapati mobil yang mereka tumpangi berhenti di depan gerbang sebuah rumah. Ia baru sadar, itu adalah rumah Soraya.

Ia kemudian memarkirkan motornya di balik pohon yang agak besar tak jauh dari rumah Soraya. Ia melihat Soraya turun dari mobil untuk membuka gerbang lalu mengisyaratkan agar laki-laki itu membawa mobilnya masuk. Dan Alvi melihat, Soraya kembali menutup gerbang yang mungkin akan dikuncinya lagi.

Memikirkan hal itu, membuat Alvi mendengus kesal. Ia harus masuk ke dalam rumah Soraya. Ia tidak akan membiarkan laki-laki itu merusak Soraya, apalagi keadaan begitu mendukung.

"Brengsek! Gue harus masuk, gimanapun caranya."

Lalu, setelah mengatakan itu dengan dirinya yang penuh amarah. Ia mencabut kunci motornya. Kemudian beranjak pergi, meninggalkan motornya yang terparkir sembarangan di pinggir jalan.

Ia melihat-lihat di sekitar, lalu memanjat pagar secepat mungkin agar tidak ada yang melihat. Untung saja, karena rumah Soraya berada di sebuah perumahan, di mana banyak orang yang sibuk bekerja dan tidak tinggal di rumah. Alhasil, ia berhasil masuk, tanpa ada rintangan yang berarti.

Saat ia masuk. Ia mendapati pakaian tercecer yang menunjuk ke arah halaman belakang. Ia merasa gusar dan semakin emosi. Pikirannya semakin kacau ketika ia mendengar suara desahan perempuan, yang ia yakini suara itu milik Soraya.

"Akh... Sstt... Pelan-pelan kak, aku nggak tahan..."

Alvi semakin tidak tahan. Ia menelan ludah dengan susah payah. Ia berjalan dengan pelan mendekati asal suara. Pikirannya semakin kacau, memikirkan hal apa yang sedang terjadi.

Dan kini, terlihat nyata di depannya. Soraya dan laki-laki itu sedang asyik bercumbu di tepi kolam. Dan nampak jelas juga, jika Soraya sedang bertelanjang dada, mempertontonkan payudaranya yang cukup besar dan bulat itu. Hal itu membuat Alvi geram dan juga bernafsu.

"Ahh.. Ahh.. Kak! Jangan digigitin dong."

Alvi melihat laki-laki itu menggigit payudara Soraya. Sedangkan Soraya terlihat begitu menyukainya. Dan itu semakin membuatnya tersulut emosi. Namun ia juga terpukau melihat Soraya yang dalam keadaan basah terlihat begitu seksi.

Tiba-tiba, dering telepon terdengar begitu nyaring disana. Lalu laki-laki yang berada di dalam kolam bersama Soraya, terlihat naik dari kolam, dan ternyata, ia sedang tidak memakai apapun. Ia segera menerima telepon dan entah apa yang ia bicarakan. Laki-laki itu buru-buru memakai pakaiannya, lalu berpamitan kepada Soraya.

"Raya, aku pulang dulu yah. Kunci pagarnya mana?"

"Di meja ruang tamu."

Terlihat jelas, Soraya sedang jengkel. Dan Alvi bersembunyi tak jauh dari tubuh laki-laki itu. Semoga saja ia tak dilihat. Namun, jika laki-laki itupun melihatnya, ia tidak rugi sama sekali.

Setelah laki-laki itu benar-benar pergi. Alvi keluar dari persembunyiannya. Ia menghampiri Soraya yang masih bertelanjang dada. Perempuan itu memejamkan matanya.

"Gue nggak nyangka, lo bisa sampe seliar ini."

Suara itu mengagetkan Soraya. Sekejap, matanya terbuka, melihat sosok yang ingin ia musnahkan sekarang juga. Ia ingin menutupi dadanya, tapi percuma, Alvi sudah melihatnya.

"Lo ngapain disini? Mau maling, yah?" ujar Soraya dengan nada membentak.

"Yah, mungkin, lo teriak maling aja. Biar orang-orang dateng, terus liat toket lo yang masih berkembang itu."

Soraya mendesis, menatap Alvi nyalang. Cowok itu tidak berubah, masih sama seperti dulu, licik. Akh! Ada apa dengan dirinya, harusnya dia tidak mengingat Alvi lagi.

"Kenapa Aya?" tanya Alvi sembari salahsatu jari telunjuknya mengangkat dagu Soraya.

"Minggir, lo! Gue mau kunci pagar!" ketus Soraya sambil berjalan mengambil kimono yang berada tak jauh dari kolam.

"Jadi, lo ngizinin gue buat tinggal disini?"

"Yah, nggaklah, lo pulang gih! Gue nggak suka liat muka lo!" ujar Soraya sambil memakai kimononya.

"Tapi gue yakin, lo masih suka sama bibir dan tangan gue 'kan?" tutur Alvi dengan kedua alisnya yang naik turun.

"Masa sih? Kok lo PD banget?" Soraya mulai beranjak, untuk keluar rumah.

Alvi mengikuti langkah Soraya, lalu berkata lagi, "gue tadi liat, lo belum puas sama si kutil itu. Kalo sama gue, lo dijamin puas. Lagian gue juga kangen sama bibir dan toket lo."

Soraya sontak mendelik jengkel. "Yaudah, lo bawa masuk kendaraan lo di garasi. Jangan lupa kunci pagar yang bener!"

Pernyataan Soraya barusan, membuat Alvi sangat senang dan langsung melumat bibir Soraya. Hal itu juga membawa tanda tentang apa yang akan mereka lakukan. Dosa apalagi yang akan Soraya perbuat.

Dan diam-diam, air mata gadis itu turun ketika melihat punggung Alvi mulai menjauh.

*****
Jangan lupa vote/tekan bintang di sebelah kiri bawah untuk part selanjutnya!

CanduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang