30. Perlahan

110K 2.4K 38
                                    

Hari ini, Alvi tidak datang ke sekolah. Sudah jelas Soraya tahu, sebab ia sekelas dengan orang itu. Dan sejak upacara tadi pagi berlangsung, ia merasa bahwa Tina terus mengawasi pergerakannya. Entah ada masalah apa dengan anak itu, sehingga melakukan hal yang membuatnya tidak nyaman.

Sepanjang perjalanannya ke kantin. Orang-orang menatapnya, namun ia enggan menatap balik. Sebab ia tahu, ketika ada yang tersenyum padanya, mustahil jika mereka tulus. Memikirkan hal itu, Soraya menghela nafas perlahan.

Ketika langkahnya tiba di kantin, ia ditabrak seseorang yang sangat dibencinya. Tanpa merasa bersalah sedikitpun, Ryan memberikan seringai kepadanya. Namun Soraya tak bergeming, ia memilih berlalu tanpa suara.

"Soraya sayang, duduk dekat aku aja, ini udah aku siapin tempat kosong di samping aku," ujar Ryan dengan nada genit menjijikkan tak lupa juga ia menepuk tempat kosong disampingnya.

Sontak Soraya menggeram dalam hati, menahan amarahnya yang bergejolak meminta pelampiasan. Dengan wajah datarnya, tanpa peduli cuitan-cuitan laki-laki berotak sampah, ia tetap melanjutkan aktivitasnya membeli makanan. Lagipula, ia sudah lapar dan ia pun tak ingin ambil pusing dengan apa yang terjadi saat ini di kantin akibat ulah Ryan. Meski begitu, Soraya masih jelas mendengar kata-kata jorok dari sekumpulan anak-anak cowok yang tidak tahu diri.

"Ugh, kalo gue jadi Ryan, langsung gue emut deh."

"Apanya nih yang mau diemut?"

"Yang kegantung itu loh."

"Yang lolipop bukan?''

''Yang empuk kalo disentuh."

Hanya itu yang mampu didengar Soraya. Suara-suara tawa anak-anak cowok itu mendominasi kantin. Dengan mangkok yang berisi mi ayam yang masih panas, Soraya berjalan agak menunduk menuju tempat kosong. Meski kebanyakan mata orang-orang tertuju padanya, ia tak memusingkan itu. Dan pada saat dua suapan masuk ke mulutnya, Tina duduk disampingnya lalu mengajukan banyak pertanyaan hingga membuatnya jengah.

"Eh, Aya! Baru kali ini gue liat lo makan di kantin!" ujar Tina sumringah dengan mulut yang masih berisi cemilan yang punya kandungan micin.

"Lo pesan mi ayam yang original atau yang gimana tuh?"

"Lo suka teh yang ini? Sama dong, gue juga kalo makan disini pasti minumnya itu."

"Oiya, baru kali ini ya, kita ngobrol panjang."

Dan masih banyak lagi cerocosan Tina yang sama sekali tidak penting untuk diperdengarkan. Dan seakan tidak peduli dengan sikap Soraya yang tidak menyahutinya. Tina tetap bercerita tentang hidupnya, berharap cewek di sampingnya itu sedikit bersimpati. Sediiiiiiiiiiiikiiiiiit saja.

"Jadi gini, gue itu gendut karena keturunan. Bukan karena makanan."

"Mau gue makan dikit atau banyak, timbangan gue tetap nambah jadi yah,..."

Belum sempat ia selesai bercerita. Ternyata Soraya sudah tidak berada disampingnya. Dan mi ayamnya pun masih tersisa banyak. Karena Tina adalah tipe orang yang tidak akan menyia-nyiakan makanan, maka ia dengan senang hati memakan makanan Soraya yang tersisa itu.

Di tempat lain namun pada waktu bersamaan. Soraya terus mengawasi pergerakan Ryan. Ia yakin, dengan terus melakukan hal itu, dia akan mendapat satu titik kelemahan yang akan membuatnya menang.

Ketika ia melihat wajah Ryan gusar sambil memandangi ponsel. Soraya semakin curiga jika ada satu hal buruk yang telah terjadi namun justru membuatnya untung. Pelan-pelan, ia membuntuti laki-laki jangkung yang sedang mengarah ke arah parkiran.

Ini masih jam sekolah, ngapain dia naik motor? Tanya Soraya dalam hati ketika mendapati Ryan yang sudah meninggalkan area sekolah.

Kayaknya penting. Ujarnya lagi dalam hati.

Meski ia sangat penasaran dan ingin mengikuti, ia harus menelan kecewa sebab guru piket tak mengizinkannya keluar sekolah meski ia telah mencoba meyakinkan. Tapi tak perlu menunggu waktu lama, ide cemerlang tiba-tiba terlintas di kepalanya. Dengan cepat ia mencari kontak seseorang di ponsel lalu segera ia hubungi.

"Hai Fan, lo dimana?"

"Baru kelar kuliah. Ada angin apa lo nelpon gue?"

"Gini, gue mau..." ucapan Soraya menggantung, sebab ini akan percuma. Ryan sudah pergi beberapa menit yang lalu, tak mungkin Irfan mengejarnya, bodoh.

Segera ia memutuskan sepihak telponnya. Ia menepuk jidat mengingat betapa konyolnya dia. Ditambah lagi dengan Tina yang ternyata telah berada di sebelahnya.

"Lo ngapain si dari tadi pagi ngintilin gue mulu?" tanya Soraya dengan suara yang agak kencang.

"Gue mau ngomong sesuatu," ujar Tina pelan bagai tikus kejepit pintu.

"Apaan?!" pinta Soraya tak sabaran.

"Tasha."

Meski terbata-bata, telinga Soraya masih mampu mendengar nama yang disebutkan Tina. Ia yang tadinya kesal setengah mati pada perempuan pendek dan bulat di depannya seketika melunak. Mata yang tadinya memerlihatkan amarah kini berganti sendu.

"Ayo, ikut gue." Tina menarik lengan Soraya menuju sudut taman sekolah yang jarang dilewati siswa.

"Lo ngomongnya nggak usah belibet. Lima menit lagi bel masuk bakal bunyi."

"Oke, gue cuma mau nyampein pesan terakhir Tasha buat lo. Dia bilang, dia sengaja nyebarin fitnah kalo elo yang diperkosa, karena kalo dia sampe berhasil, dia bakal dinikahin oleh salah satu dari mereka."

"Jadi lo tau?" tanya Soraya dengan mata menyipit penuh curiga.

Tina mengangguk mantap.

"Sejak kapan lo deket sama Tasha?"

Seketika waja Tina menegang.

Soraya melirik sebentar jam di pergelangan tangannya. Setelah itu ia mendekatkan bibirnya ke telinga Tina. Dengan tatapan tajam dan dingin, ia membisik sesuatu kepada Tina.

"Tolong sampein ke orang yang nyuruh lo. Permainan mereka udah kebaca."

Dengan seringai menakutkan khasnya. Soraya menatap Tina yang terlihat ketakutan. Tangannya terulur menepuk bahu gadis gempal di depannya.

"Gue yakin, lo pasti dapat penawaran khusus dari mereka, ya 'kan?"

Tina terdiam dan Soraya tertawa hambar. Tentu saja ia tahu segala akal busuk dari dua lelaki itu. Memanfaatkan orang-orang lemah dengan uangnya, sialan! Soraya juga punya uang, mereka pun mudah dikalahkan.

Tunggu saja, secepatnya kedua orang itu akan mendapat ganjarannya. Mungkin rencana mereka untuk menjebaknya telah gagal. Tapi, rencana Soraya tidak akan pernah gagal.

Tinggal tunggu dan lihat saja. Biar waktu yang menjadi saksinya.
















------------------
Jangan lupa vote dan komen.

Btw, kalian mau ending gimana buat cerita ini?

Guys bantu ramein ig ku yah!! @nigellasativalinn

CanduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang