Chapter 14

45 10 2
                                    

Syifa POV

Waktu liburanku kini telah usai. Pagi ini aku akan kembali berangkat ke sekolah.

Liburanku di Jepara beberapa saat yang lalu tidak seperti yang ku harapkan. Semuanya sangat bertolak belakang.

Teman-temanku tak ada yang tau tentang kejadian malam itu antara aku dan Delvin. Mereka hanya tau bahwa Delvin sudah tidak ada di Bandung lagi.

Dia menghilang. Ya, HILANG. Tanpa pamit padaku, dia pergi begitu saja. Dia ciptakan kenangan indah malam itu, tapi saat itu pula dia ciptakan kenangan pahit untukku.

Aku sudah bertekad tidak akan mengingat hal itu, tapi tetap saja semua teringat jelas di otakku.

"Syifa, cepat turun!" panggil Mama dari bawah. Panggilan Mama membuyarkan lamunanku yang terus menatap diriku yang rapuh di kaca.

"Iya Ma, sebentar," sahutku. "Aku ngga boleh rapuh cuma karena kamu, Vin. Aku bakal lupain semuanya tentang kamu. Harus!" gumamku.

Aku merapikan penampilanku agar tak terlihat murung. Setelah itu aku bergegas pergi ke bawah.

"Pagi Ma, Pa, Bang!" ucapku semangat.

"Pagi sayang," jawab Mama.

Sedangkan Bang Rendy hanya tersenyum ke arahku.

"Syifa, kamu hari ini dan seterusnya bawa mobil sendiri aja ya ke sekolah, Rendy bakalan nerusin bisnis Papa yang di Jakarta," ucap Papa serius.

"Loh kita kan ada supir, Pa?" ucapku bingung.

"Dia udah berhenti kerja, dia pulang kampung. Pembantu kita juga udah berhenti. Papa izinkan karena Papa rasa kita bisa melakukan apa yang mereka lakukan biasanya sendiri. Ini juga biar kita ngga bergantung sama orang lain," jelas Papa padaku.

Ya, Papaku memang begitu. Dia orang yang bijaksana. Aku pikir apa yang dikatakan oleh Papa itu memang benar. Toh, aku bisa mandiri sekarang.

"Oke deh, Pa. Mulai kapan?" tanyaku.

"Hari ini, ya. Rendy bakal berangkat ke Jakarta hari ini," sahut Mama dan dibalas anggukan oleh Papa dan Bang Rendy.

Hah? Hari ini? Yang benar saja? Dan lagi, Bang Rendy berangkat hari ini juga? Oh, astaga! Kesialan apa lagi ini, ugh.

****

Aku baru saja memasuki parkiran sekolahku. Ya, aku berangkat sendiri dengan mobil. Eitss, jangan salah. Meskipun aku jarang bahkan tidak pernah menggunakan mobil, tapi bukan berarti aku tidak bisa. Sejak SMP, Bang Rendy mengajariku mengemudi dan dengan izin kedua orang tuaku. Tapi, aku tidak boleh mengendarainya dulu.

Aku pun berjalan di koridor. Aku sengaja datang lebih awal agar tak ada yang tau jika aku berangkat sendiri dengan mobil. Aku juga berencana pulang lambat nanti. Kenapa? Tak ada alasan tertentu untuk itu.

"Eh, Syifa!" ucap seseorang di belakangku dan menepuk bahuku, Helen.

"Duh, Helen! Kamu ngagetin aja," balasku sedikit kesal.

"Hehe, iya deh sorry," ucap Helen cengengesan. "Eh, lo berangkat pakai mobil sendiri, kan?" ucapnya membuatku tersentak.

"Sssstttt! Diem aja deh, ya," ucapku sambil membungkam mulutnya dengan sebelah tanganku.

"Loh, kenapa memangnya?" tanyanya dengan ekspresi yang heran.

"Udah deh, pokoknya diem aja," sahutku malas.

****

Setelah cuap-cuap tak jelas dengan Helen, sekarang kami sudah sampai di kelas. Kelas masih kosong. Helen datang pagi karena dia piket.

Don't Fall But Fly [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang