Dooorrrr!
"REY!" pekik Syifa setelah suara tembakan itu.
Lain halnya dengan Tristan, bertepatan dengan suara tembakan tadi, dia juga tertembak di bagian betisnya. Polisi yang baru datang yang menembak Tristan. Sedangkan Rey, dia berusaha melindungi Syifa hingga dia yang terkena tembakan di bagian perutnya.
"Rey, aku mohon bertahanlah," ucap Syifa histeris disamping tubuh Rey yang kini sudah pingsan.
Devan dan yang lainnya akhirnya datang ke lokasi kejadian. Jeje dan yang lainnya langsung menghampiri dan memeluk Syifa dengan tangis bahagia. Sedangkan Devan sibuk mengurus kasus yang terjadi.
Para petugas rumah sakit pun segera menolong Rey dan membawanya ke rumah sakit.
****
Bukan hanya Rey yang dirawat di rumah sakit, Syifa pun demikian. Dia harus dirawat karena kondisinya benar-benar buruk. Tangan dan kakinya juga banyak luka bekas ikatan yang erat.
Rey dan Syifa sudah tiga hari di rumah sakit sekarang. Syifa sudah cukup membaik, akan tetapi Rey masih tidak sadarkan diri alias koma. Akan tetapi, Syifa tidak mengetahui hal itu.
"Ma, Rey kan yang nolong aku? Aku ngga mimpi kan, Ma? Waktu itu beneran Rey." ucap Syifa lemah pada Mamanya yang duduk di tepi ranjang rumah sakit.
"Iya, sayang. Rey yang nolongin kamu," sahut Mama Syifa.
"Tapi Rey dimana? Aku pengen ketemu sama Rey. Aku mau ngucapin makasih," ucap Syifa pelan.
Mama Syifa hanya diam dan malah melamun.
"Ma?" panggil Syifa.
"E-eh iyaa?" sahut Mama Syifa terbata-bata.
"Rey dimana?" tanya Syifa sekali lagi.
"Hm, Rey sedang koma," jawab Mama Syifa pelan namun terdengar jelas oleh Syifa.
Syifa POV
"Hm, Rey sedang koma," jawab Mama pelan namun terdengar jelas olehku.
Deg!
"KOMA?" pekikku kaget.
Mama hanya mengangguk.
Aku terpaku mengetahui ini. Aku meminta Mama untuk mengantarku ke ruangan Rey. Aku ingin bertemu Rey. Harus! Sahabatku, ku mohon berjuanglah. Demi aku!
Setelah 15 menit Mama mendorong kursi rodaku, akhirnya kami sampai di tempat Rey berada. Aku meminta Mama meninggalkan aku hanya bersama Rey.
Aku tidak ingin siapapun mengganggu percakapan kami. Meskipun aku tau, hanya aku yang akan berbicara di sini. Miris, memang.
"Rey," panggilku lembut setelah sampai di samping Rey yang terbaring lemah dengan alat-alat rumah sakit yang banyak sekali.
Rey tidak menggubris panggilanku. Dia diam. Hanya diam. Entah kenapa, hatiku sesak melihat keadaannya seperti ini. Dia sahabatku, orang yang aku sayangi setelah keluargaku.
"Rey, mungkin kamu ngga bisa jawab aku. Tapi, aku yakin kamu denger aku kan? Aku cuma mau bilang makasih udah mau nolongin aku, udah datang ke sini juga. Harusnya kamu ngga usah datang, biar kamu ngga kek gini. Aku minta maaf soal ini. Aku malah buat kamu dalam bahaya. Sekarang kamu kek gini karena aku. Maafin aku, Rey. Maafin aku," ucapku terisak.
Aku sedih. Sangat sedih. Bagaimana tidak, Rey adalah temanku sejak kecil. Dia yang paling mengerti aku. Dan dengannya, aku tidak merasakan perasaan lebih dari hubungan persahabatan kami. Mungkin belum. Aku tidak tau itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Fall But Fly [Completed]
Teen FictionAku pernah diterbangkan setinggi-tingginya. Tapi, aku juga pernah dijatuhkan sesakit-sakitnya. Apakah kamu juga akan begitu padaku?