Aku pergi ke sekolah seperti biasanya. Namun agak sedikit berbeda karena hari ini dan seterusnya aku akan pergi ke sekolah bersama Rey.
Rey melanjutkan pendidikannya di Indonesia. Setelah diperbolehkan pulang dari rumah sakit kemarin, dia memutuskan untuk satu sekolah denganku.
"Ma, Syifa pergi dulu ya." ucapku selepas sarapan sambil mencium pipi Mamaku lembut.
"Iya, Tan. Rey juga pamit." ucap Rey lalu mencium punggung tangan Mamaku.
Mama tersenyum, "Kalian hati-hati ya, Rey jangan ngebut bawa motornya."
Rey mengangguk paham.
Kami berangkat menggunakan motor milik Rey. Kata Rey sih lagi malas pakai mobil.
"Ayo naik." perintahnya padaku.
Aku mengangguk. Kemudian aku menaiki motornya dan berpegangan dengan sedikit memeluknya dari belakang. Aku memang seperti itu pada Rey. Bagiku, dia seperti keluargaku jadi tak apa jika aku seperti ini.
Rey melajukan motornya dengan kecepatan sedang menuju sekolah. Sepanjang jalan, kami berbincang sedikit. Lebih tepatnya aku yang banyak bicara karena Rey harus fokus berkendara jadi dia hanya memberikan respon kecil.
Tidak terasa kami pun telah sampai di sekolah. Saat kami memasuki gerbang dan menuju parkiran sekolah, suasana masih cukup sepi. Jadi tak banyak yang melihat ke arah kami. Jujur saja, sekarang semua mata terarah kepada kami berdua.
"Mereka kenapa? Kok liatin kita?" ucap Rey setelah melepaskan helmnya.
Aku hanya mengangkat bahuku sekilas menandakan aku pun tak mengerti.
Aku mengajak Rey untuk ke ruang kelasku dulu sebentar untuk menaruh tasku.
"Tunggu disini, aku masuk bentar." ucapku.
Rey duduk di depan kelasku. Suasana pun sudah semakin ramai. Dan dari pendengaranku, Rey sedang berbincang di luar.
Saat aku keluar kelas, Rey sudah bersama Devan.
"Hai, Van." sapaku.
"Eh, hai Syif. Katanya Rey sekolah disini ya?" tanyanya.
Aku mengangguk, "Iya. Kami mau ke ruang kepala sekolah dulu. Kami duluan ya." ucapku lalu menarik pelan tangan Rey.
"Kenapa Syif?" tanya Rey.
"Eh, ngga kok." ucapku.
****
Aku sedang di perpustakaan menunggu Deylin. Entah kenapa tadi Deylin memintaku untuk bertemu berdua dengannya di perpustakaan.
"Syif?" panggil seseorang pelan dari arah belakangku. Aku pun menoleh.
"Eh Deylin," ucapku lalu Deylin duduk di sebelahku. "Ada apa, Dey?" tanyaku langsung.
"Hm, gue cuma mau bilang sama lo biar ngga terlalu deket sama Devan." ucapnya dengan tertunduk.
"Devan? Kenapa?" tanyaku tak mengerti.
"Gue sayang sama Devan. Kita sebenernya dijodohin setelah beberapa minggu gue ketemu dia. Dan gue rasa, dia suka lo. Jadi gue takut aja. Maafin gue Syif, gue ngga maksud jauhin lo dari dia. Tapi gue mau lo jaga jarak aja." ucap Deylin membuatku tersentak.
"Tenang saja, Dey. Aku ngga ada perasaan apapun terhadap Devan. Tapi, aku akan tetap jaga jarak agar kamu ngga khawatir kek gini. Aku ngerti kok." jawabku sambil memegang bahu Deylin.
"Makasih ya, Syif. Lo emang sahabat gue yang terbaik." ucap Deylin lalu memelukku sebentar.
Ya, aku memang tak ada perasaan pada Devan. Tapi jika aku dekat padanya, itu hanya akan melukai perasaan Deylin. Aku tidak akan melakukan itu. Cukup aku yang merasakan patah hati untuk saat ini karena asmara, sahabatku jangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Fall But Fly [Completed]
Teen FictionAku pernah diterbangkan setinggi-tingginya. Tapi, aku juga pernah dijatuhkan sesakit-sakitnya. Apakah kamu juga akan begitu padaku?