Chapter 19

35 9 0
                                    

Terang saja, aku biasa saja saat menanyakan keadaan Delvin pada sahabatku saat ini. Ya, aku memang ada perasaannya lebih padanya. Tapi entah karena apa, sekarang hanya ada kekhawatiranku sebagai teman, tak lebih.

"Kenapa kalian diam? Delvin gimana?" ucapku tak sabar karena mereka hanya menatapku dengan aneh.

"Syifa, Delvin tak terselamatkan." ucap Anesh.

"Apa?! Kenapa kalian tak memberitahuku sejak awal? Kenapa kalian menyembunyikan hal ini?" ucapku dengan nada sedikit kesal.

"Lo harus bisa sabar nerima semua ini, kami tau lo cinta sama Delvin. Tapi lo harus bisa tabah." ucap Jeje menenangkanku.

"Bukan itu maksudku, Je. Sejak Delvin meninggalkanku malam itu, aku mulai menutup hatiku. Dan setelahnya, aku mati rasa. Aku tidak merasakan jika perasaan itu masih ada. Aku pun ngga ngerti." jelasku membuat mereka semua bingung dan menatapku.

Ya, ku akui perasaan itu hilang dengan sekejap. Perbuatan Delvin membuatku merasakan patah hati untuk pertama kalinya. Dan aku sadar, perasaanku telah mati. Aku menghargainya sebagai teman. Hanya teman.

"Syif, lo ngga tau aja. Delvin beneran sayang sama lo, dia curhat sama gue." ucap Githa yang sedari tadi hanya diam.

Percuma saja Githa mengatakan itu sekarang. Jika memang begitu, Delvin harusnya menjelaskan hal itu padaku.

****

Sehari setelah aku mengetahui semuanya, kini tiba saatnya pemakaman jenazah Delvin. Aku mengikuti serangkaian acara, begitu pula dengan para sahabatku.

Setelah selesai pemakaman, aku kembali ke rumah sakit. Tentu saja untuk menjenguk Rey. Aku ingin mengetahui perkembangan kondisinya. Aku mengkhawatirkannya. Dia sahabatku sejak kecil, dia juga yang selalu menemaniku saat aku sedih.

Aku memasuki ruangannya. Berjalan mendekat ke arahnya yang masih terbaring lemah dengan bantuan alat-alat dari rumah sakit.

"Rey, kamu belum mau bangun?" ucapku lirih. "Rey, aku boleh curhat kan? Kamu pasti dengerin aku meski kamu ngga beri aku nasihat sedikitpun." ucapku lemah.

Aku menceritakan segalanya tentang Delvin. Mulai dari awal pertemuanku, perkataan Devan tentang Delvin, kedekatanku dengannya, hingga akhirnya dia pergi. Terlihat bodoh memang, tapi aku tak peduli. Aku yakin Rey pasti mendengarnya.

Satu jam aku menceritakan semuanya pada Rey yang masih terpejam. Aku lelah, lalu aku pun pamit pulang pada Rey.

****

Hari ini, aku pergi ke sekolah seperti biasa. Namun pikiranku selalu tertuju pada sahabat kecilku, Rey.

"Syif?" panggil Key membuyarkan lamunanku.

"Lo jangan melamun terus dong, tuh mie ayam lo udah hampir bengkak gitu. Bentaran lagi juga udah bel masuk." ucap Helen.

Aku hanya menatap mereka sekilas lalu melanjutkan makanku. Ya, sekarang sedang istirahat dan aku makan bersama Key dan Helen. Sedangkan yang lain ada urusan masing-masing.

Drrrtt... Ddrrrttt...

Ponselku bergetar. Aku langsung mengeceknya dan ternyata pesan dari Jeje.

"Kumpul sekarang di ruang osis."

"Key, Hel, aku ada urusan osis. Aku duluan ya." ucapku lalu beranjak pergi. Mereka hanya mengangguk menanggapi ucapanku.

Aku berjalan di koridor sendirian. Ya, jarak kantin dan ruang osis cukup jauh. Lebih parahnya, aku harus melewati ruang kakak kelas. Ini menyebalkan.

Aku tak suka harus melewati koridor ini sendirian. Bukan malu, tapi aku merasa diperhatikan oleh para kakak kelasku. Berbagai macam omongan yang kudengar dari mereka semua.

Don't Fall But Fly [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang