Apa yang mereka bicarakan? Mengapa aku tidak boleh mendengarnya?
Apakah tidak apa jika aku menguping sedikit saja? Ah, sudahlah. Aku akan menguping, sedikit saja. Maafkan aku.
Terdengar suara Devan, "Maaf Om, Tan, Bang, Devan cuma ngga mau Syifa denger pembicaraan kita."
Mengapa?
"Tidak apa, Van. Langsung saja, ada apa?" itu suara Bang Rendy.
"Begini, Rey keadaannya makin buruk sekarang. Tristan, dia mengungkap suatu kebenaran yang tidak terduga di kantor polisi tadi." ucap Devan terdengar serius.
"Rey, aku bersamamu." batinku refleks.
"Apa yang dilakukan oleh Tristan?" kali ini Papa yang bicara.
"Dia bilang bahwa Darra sedang koma di rumah sakit, kami tidak percaya awalnya. Tapi, kami ke rumah sakit yang dimaksud oleh Tristan, dan benar saja, Darra memang sedang koma. Dan ini adalah ulah dari Tristan," jelas Devan.
Deg!
"Darra? Bagaimana mungkin?" gumamku. Entah kenapa aku langsung memikirkan Delvin.
Tiba-tiba aku mendengar jika Mama ingin masuk untuk mengambil sesuatu. Dengan spontan, aku langsung kembali ke tempat semula agar mereka tidak curiga.
Sial, aku tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan selanjutnya oleh Devan di luar.
****
Hari ini, aku sudah boleh pulang ke rumah. Sebelum pulang, aku pergi ke ruangan Rey. Aku mendekatinya yang terbaring lemah.
"Rey, kamu kok tidurnya lama? Dasar kebo!" ucapku getir menahan air mata.
"Rey, bangun dong, kamu ngga kangen aku? Kita baru ketemu loh," ucapku lagi.
Mataku mulai berkaca-kaca. Aku yakin jika aku berkedip sedikit saja, maka air mataku akan jatuh.
"Syifa? Ayo pulang, biarkan Rey menikmati tidurnya. Dia pasti bangun," ucap Bang Rendy yang baru saja masuk dan menghampiriku.
Aku memeluk Bang Rendy dan menyandarkan kepalaku pada dada bidangnya. Aku menumpahkan tangisku di sana.
"Sudahlah, jangan menangis agar dia cepat pulih," ucap Bang Rendy lembut sambil mengecup puncak kepalaku.
****
Kemarin aku baru saja pulang dari rumah sakit, membosankan di sana.
Hari ini, aku akan kembali bersekolah seperti biasa. Sebentar lagi aku akan menghadapi ujian kenaikan kelas. Hm, tak terasa ya.
Sebenarnya, aku dilarang sekolah. Terutama Mama yang terlalu khawatir jika aku akan jatuh sakit lagi. Tapi aku berusaha meyakinkan Mama agar memberikanku izin ke sekolah. Dan ya, Mama mengizinkanku karena aku keras kepala.
Cukup beberapa menit saja, aku sudah sampai di sekolahku yang sangat ku rindukan ini. Hari ini aku diantar sepupuku, Navya.
"Makasih ya, Nav." ucapku lalu keluar dari mobil Navya dan dia hanya tersenyum ramah.
"Hai, Syif. Diantar siapa lo?" tanya Devan yang kebetulan bertemu denganku di koridor.
"Oh itu. Namanya Navya, sepupuku. Jomblo loh, Van." ucapku dengan ekspresi sales promosi.
"Apaan sih, lo. Dari rumah sakit, lo malah jadi gaje." sarkas Devan padaku.
Aku hanya mengangkat bahuku sekilas, acuh.
Aku berjalan dengan santai menuju kelasku. Sedangkan Devan mampir ke kantin dulu katanya karena tak sempat sarapan.
Sebelum masuk kelas, aku mendengar suara Jeje dan yang lainnya sedang berbicara serius. Tentang Darra dan Delvin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Fall But Fly [Completed]
Teen FictionAku pernah diterbangkan setinggi-tingginya. Tapi, aku juga pernah dijatuhkan sesakit-sakitnya. Apakah kamu juga akan begitu padaku?