Tiga: Lamunan

6.4K 489 26
                                    

SUPRIIII!! EH, SURPRISEEEE!!!!
PART 3 SUDAH UPDATE WKWKWKWK, AUTHOR-NYA LAGI BANYAK TUGAS :') *PLAK

TAPI RABU TETEP UPDATE KAN?
IYA KOKKK, RABU TETEP UPDATE ;) CUMA AUTHOR-NYA PENGEN UPDATE AJA WKWKWK XD

SEMOGA SUKA YAKKKK SAMA CERITANYA AINGG MUAHHH *PELUK CIUM*

---

Hari demi hari mendekati hari pemberangkatanku ke Lebanon. Aku benar-benar sangat cemas hari ini. Sudah hampir seminggu, Dara tidak ada kabar. Tidak masalah kalaupun ia harus sibuk dengan pekerjaannya. Setidaknya aku mendapatkan kabar darinya. Aku juga semakin sibuk dan mungkin dapat libur akhir pekan nanti. Aku semakin tidak bisa berpikir jernih tentang Dara.

"Randika! Ragu-ragu tak usah dikerjakan!" seru komandanku membuat semua lamunanku semburat kemana-mana.

"Siap, tidak, komandan!" seruku menjawab. Aku tidak ingin pekerjaanku juga terbengkalai.

Sembunyi-sembunyi, aku mengirim pesan kepadanya. Sekadar menanyakan kabar. Hasilnya pun nihil, tidak ada balasan sama sekali darinya.

"Kenapa lagi kau?" tanya Mukhlas kepadaku. Aku hanya bisa mengacak-acak rambutku dengan sebal.

"Pacar gue nggak ada kabar, Khlas."

"Toh, memang karma itu tak kemana. Kau yang jatuh dulu tak kabari pacar kau? Sekarang kau kena karmanya."

"Dasar lu, Khlas!" gerutuku.

***

Pekerjaanku selesai walaupun aku terhantui oleh Dara yang tidak ada kabar. Di kamar aku masih berusaha menghubunginya. Tetapi tidak ada jawaban. Aku berjalan hilir mudik di depan ranjangku. Pikiranku tertuju pada Dara seorang.

"Kenapa lagi lah, kau?"

Aku tak menghiraukan Mukhlas yang sedang asyik bermain ponselnya.

"Dika, kau kenapa?" kali ini seniorku yang angkat bicara.

"Siap, Bang. Menghubungi sisun."

"Oh, kenapa?"

"Nggak ada kabar sama sekali, Bang."

"Telepon orang tuanya sisun, aja."

"Siap, Bang."

Aku pun menelepon Pak Laksana. Apakah masih ada harapan mendapatkan kabar dari Dara?

"Assalamualaikum, Nak Dika?"

"Waalaikumsalam, Pak. Maaf ganggu nih malem-malem. Apa Dara ada, Pak?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.

"Loh, Nak Dika nggak tahu? Udah empat hari ini Dara ngamar di rumah sakit. Apa Dara nggak ngabarin, Nak Dika?"

Jantungku mencelos. Semua pekerjaanku seketika buyar. Hal-hal yang sudah kujadwalkan dengan rapi seketika berantakan.

"Sakit apa, Pak?"

"Sakit demam berdarah. Tapi udah mendingan kok."

Aku mengela napas berat, "Alhamdulillah, Pak. Mungkin dalam waktu dekat, saya akan mampir ke sana."

"Aduh, Nak Dika, nggak usah lah. Nak Dika kan masih sibuk, apalagi mau ke Lebanon kan? Saya nggak mau ngerepotin kamu, Nak."

"Nggak apa-apa, kok, Pak. Kalau ada waktu saya usahakan nengok ke sana."

Aku memutus jaringan teleponnya sambil mengempaskan tubuhku di atas ranjang. Pikiranku benar-benar kacau sekali hari ini. Minggu ini aku harus pulang.

SANDARANDIKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang