Dua: Bimbang

7.1K 511 67
                                    

Halooo! Selamat hari Rabu, di mana gue bisa melampiasin gaya gravitasi gue sama buku kepribadian yang tebelnya bikin meringis, apalagi dipelajari semuanya :" mana lagi besok Kamis presentasi psikoanalisa, persiapan belum ada, dosennya bilang dadakan, materi berantakan, dan author-nya curhat :') semoga masih suka yah sama nih cerita :v authornya dibikin mabok sama tugas-tugas kepribadian, psipendi, sama observasi, semoga juga ceritanya nggak ikutan mabok :v mungkin malah pada bubaran *eejangan:(

Soo enjoy guyss!

***

Malam itu aku terbaring sambil menatap langit-langit kamarku. Aku jadi semakin berat hati untuk meninggalkan Indonesia. Aku sudah meraih baret biru muda pertanda baret misi pemeliharaan perdamaian dunia. Aku menunggu keberangkatanku dan beberapa urusan di Surabaya. Aku tidak mempedulikan teman-temanku sedang bersenandung dan memetik senar gitar menjadi alunan musik yang padu.

"Dika, ayo nyanyi sama-sama. Lepas semua rasa penatmu!"

"Aku bingung. Nggak mungkin kalau aku nggak pergi ke Lebanon." gumamku.

"Eh, Dika. Kenapa kau? Tumben kali kau tak seceria kemarin-kemarin. Kenapa kau?" tanya Mukhlas dengan aksen bataknya yang khas.

"Bingung, Khlas. Berangkat ke Lebanon atau nggak ya?"

"Ah, macam mana kau, Dika. Dengarkan aku, tentara di luar sana banyak yang pengen berangkat ke Lebanon. Termasuk juga aku. Kau berangkat ke Lebanon pun harusnya berbangga hati!"

"Bukan gitu, Khlas, tapi Mama sama pacarku rasanya keberatan kalau aku dinas di sana."

"Gini, Dik. Lo kudunya ngertiin mereka. Lo kan tentara. Jelasin kenapa lo bakal berangkat ke Lebanon. Cuma setahun kok, nggak lama-lama banget kan?" Ansori menambahkan.

"Udah, tapi rasanya berat buat ninggalin mereka."

"Lembek kali kau sama perempuan. Yang tegas lah kau. Tak perlu lah kau ambil pusing. Ibu kau belikan oleh-oleh, pacar kau belikan cincin. Ajak dia nikah. Mantap kali kan ide aku?"

"Gua nggak pengen cepet-cepet nikah, Khlas."

"Yah, kau ajak tunangan lah dia. Mana lagi kalau anak gadis yang tak mau diajak tunangan?" Mukhlas tertawa.

"Bener juga ide lo, Khlas!" seruku sambil tertawa.

"Nah, sekarang kau nyanyi-nyanyi sama kita lah!"

Kami bertiga pun berdendang bersama-sama di dalam kamar. Mungkin kalau malam-malam begini, Dara sudah tidur. Ia tidak bisa diganggu kalaupun sudah tidur. Jadi aku biarkan saja ia istirahat malamnya sementara aku berdendang malam bersama teman-teman satu kamarku.

***

Malam minggu, aku keluar bersama Ansori. Aku mengajak Ansori yang lebih tahu tempat-tempat penjual perhiasan. Aku memesan cincin untuk pertunanganku dengan Dara setelah aku pulang dari Lebanon. Aku ingin membuatnya benar-benar bahagia. Karena aku tahu, aku selalu membuatnya menangis setiap saat. Bukan berarti aku tidak sayang padanya, tetapi sudah tugasku sampai aku rela meninggalkannya jauh pergi ke negeri orang.

"Yang ini bagus, Dik." kata Ansori menunjuk sepasang cincin di dalam kotak kaca.

"Gue pengennya beli yang itu." kataku sambil tertawa.

Aku pun melihat cincin itu. Cincin emas sepasang yang akan aku mencobanya di tanganku. Benar-benar cocok. Sepakat, aku memutuskan untuk langsung membelinya. Semoga ia senang saat aku akan bertunangan dengannya. Aku ingin melihatnya menangis bahagia, bukan menangis karena kesedihan.

SANDARANDIKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang