Delapan: Pikiran

5.4K 445 26
                                    

Selamat hari Rabu!! Wkwkwkwk, authornya dimabok ujian take home anjaaaaay! Wkwkwkkwk *gapenting sih. Tapi ya udah lah yaw, so enjoy!

---

"Waalaikumsalam, Kak," suara Papa menyambutku, "Mama masuk rumah sakit, Kak, tadi pagi."

Jantungku terasa copot. Sedarinya aku tidur di ranjangku tersentak bangun. Seperti tersambar badai petir di tengah laut yang tenang. Aku mengangkat bantalku dan kubenamkan wajahku di bantal. Aku menahan tangisku agar tidak keluar. Aku benar-benar terkejut dengan berita ini.

"Kenapa, Pa?" Aku masih bersikap tegar setelah mendengar berita itu.

"Mamamu tadi pagi pas mau sarapan bareng sesak napas, bilang kalau dadanya rasanya nyeri. Terus Papa sama Ratih bawa Mama ke dokter. Kata dokter, Mama kena serangan jantung."

"Terus, kondisinya gimana sekarang, Pa?"

"Kritis, Kak." desis Papa.

Aku langsung terdiam. Kali ini aku tidak bisa melakukan apa-apa, selain mendoakan Mama yang terbaik dari jauh. Aku memejamkan kedua mataku, tangan kiriku sambil memegangi kepalaku. Aku benar-benar bingung harus berbuat apa saat ini. Posisiku tidak bisa kembali ke tanah air, apalagi ini masih perjalanan menuju Lebanon.

"Maaf, ya, Pa. Dika nggak bisa pulang. Ini masih nyampe di India." kataku pada akhirnya.

"Iya nggak apa-apa kok, Kak. Kamu prioritaskan tugasmu dulu. Papa cuma bisa ngabarin lewat telepon."

"Iya, Pa. Nanti sekiranya Papa hubungi aku kalau ada apa-apa. Nanti bisa aku bantu dari jauh."

"Iya, Kak. Makasih." kata Papa, "Ini udah malam, kamu sebaiknya tidur sekarang."

"Iya, Pa, mungkin aku hubungi Dara dulu terus tidur."

"Iya, sudah, Kak, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Suasana hening. Semua sudah terlelap dalam tidurnya. Tanganku bergemetar saat akan menelpon Dara. Aku langsung menelpon Dara malam itu, berharap ia masih belum tidur.

"Ya Allah, Dika, kamu kemana aja, sayang? Ditelepon nggak angkat." nada cemas menyambutku tiba-tiba.

"Maaf, tadi ada kunjungan awak kapal angkatan laut India, terus dilanjutkan perjamuan. Aku baru bisa ngehubungi kamu sekarang ini."

"Sudah tahu--kabar?"

"Iya, aku udah telepon Papa. Aku udah tahu kok."

"Dika, kamu yang sabar ya. Yang tabah, posisi kamu lagi jauh, lagi sibuk, lagi nggak di Indonesia, lagi nggak bisa pulang. Aku bakal terus hubungin kamu tentang kondisinya Mama."

"Iya, makasih, Ra. Aku sayang banget sama kamu."

"Uuuuu, Dika sayang banget sama Dara nihhh. Lagi apa sekarang?" katanya membuatku sedikit terhibur. Aku tertawa geli mendengarnya.

"Lagi meluk bantal, terus dengerin suara kamu. Berasa kayak peluk kamu deh, Ra!"

"Dih, masih jago gombal yaa ternyata." Dara tertawa terbahak-bahak.

"Husss, perawan nggak boleh ketawa keras-keras malem-malem."

"Huh, kenapa coba?"

"Nggak sopan, sayang." aku tersenyum.

"Uuuu, pacarku perhatiannyaaa!"

"Harus dong, kamu kan harus selalu sopan, hahaha." aku tertawa, "Kamu kok lama-lama gemesin sih?"

SANDARANDIKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang