Delapan Belas: Ucapan

5.5K 432 102
                                    

Akhirnya hari Rabu juga :v waktunya updaaaateee! Wkwkwkwkwk. Semoga suka dan greget-greget pengen ucet-ucet gemash wkwkwk, enjoy!

---

Aku berusaha untuk tidur meringkuk mengenakan jaket, kerpus, kaos kaki, ditambah dengan selimut tebal yang menutupi semua badanku. Akhir-akhir ini, hawa di Lebanon sangat dingin sekali. Semua orang yang ada di dalam kamar melakukan hal yang sama.

Aku terbangun dari tidurku, segera melepas kerpus dan jaketku, lalu mengambil ponselku di meja. Aku berjalan keluar kamar. Suasana betul-betul sangat dingin.

"Selamat malam, Palaksa," panggilku saat melihat palaksa tengah duduk di ruang tamu sambil membaca buku, "Mohon izin, palaksa, kok belum tidur?"

"Malam, Randika," beliau mendongak, "Iya, nggak bisa tidur, di ruangan dingin banget."

"Hahahaha, siap, palaksa."
Aku bermain ponselku dan palaksa melanjutkan untuk membaca bukunya. Aku melihat ponselku, aku memandang layar ponselku masih bertahan untuk memajang foto Dara yang mengenakan almamater berwarna kuning dan aku mengenakan pakaian pesiar malam. Entah, kenapa aku tidak ingin mengganti foto ini dengan yang lain.

Di tanggal tersebut, tertera tanggal 17 November pada pukul sebelas malam. Satu jam lagi, itu adalah hari ulang tahun Dara yang ke dua puluh empat. Aku ingin mengucapkan selamat ulang tahun walaupun statusku sudah menjadi mantannya.

Aku duduk termenung menatap wajahnya, aku benar-benar tidak rela untuk ditinggalkannya demi laki-laki lain. Aku mencintainya, sangat mencintainya. Aku menganggap, dia adalah Dara yang lain. Aku tidak bisa membencinya, walaupun ia benar-benar membenciku.

"Randika!" teriak palaksa. Lagi-lagi aku melamun di depan atasan.

"S-siap, palaksa!" aku tergeragap.

"Kamu kenapa? Ada masalah?"

"Siap, palaksa. Pribadi."

"Ada apa?" tanya palaksa sambil menutup bukunya. Beliau letakkan di atas meja.

"Siap, kekasih saya memutuskan hubungan kami, palaksa."

"Wah, kenapa? Bukannya sebelum berangkat tugas, saya lihat kamu sama kekasih kamu baik-baik saja?"

"Memang sebelumnya baik-baik saja, palaksa, tapi tiba-tiba ia memutuskan saya dengan alasan yang tidak jelas. Kami sudah terbiasa berhubungan jarak jauh satu sama lain, tapi ia memutuskan secara sepihak tanpa ada alasan yang jelas."

"Lalu, apa tindakanmu setelah ini?"

"Saat saya pulang dari Lebanon, saya akan membicarakan ini baik-baik. Menanyakan apa yang membuatnya ia tidak betah menjalankan hubungan ini. Yang penting, saya bisa fokus untuk dinas sebagai prajurit misi perdamaian dunia."

"Saya bangga sama kamu, Randika," kata palaksa, "Memang ini keputusan yang berat, semua memiliki masalah pribadi dan beban tugas yang sedang diemban. Saya bangga kamu masih mau memilih tugasmu sebagai prajurit Konga UNIFIL satuan tugas MTF."

"Yah, saya bangga karena itu." aku tersenyum.

Tiba-tiba pintu terbuka, aku melihat seorang perwira jaga berlarian datang kemari. Dia adalah Afif. Tampak dari keringatnya yang bercucuran itu. Dengan refleks, palaksa berdiri.

"Selamat malam, Palaksa, mohon izin menghadap."

"Ya, ada apa?"

"Mohon izin, Palaksa, kapal asing akan tiba di pelabuhan Beirut sekitar empat mil. Mohon arahan, palaksa."

Aku mendengar telepon berdering, palaksa langsung mengangkat telepon itu, "Good night, KRI Usman-Harun here, I'm commander Aryantoro, roger that, Sir. Good night--Selamat malam dengan KRI Usman-Harun di sini, saya letnan kolonel Aryantoro. Baiklah, Pak. Selamat malam." katanya sambil menutup teleponnya, aku dengan Afif masih terdiam termenung, "Tentara angkatan laut Lebanon membutuhkan bantuan. Persiapkan pasukan untuk patroli malam sementara saya akan menghadap komandan."

SANDARANDIKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang