•
•
•HAPPY READING!
"Nggak mungkin akses keluar cuma satu. Restoran di hotel ini punya banyak pelanggan kalangan atas, jadi pasti ada ruang tunggu atau jalan keluar lain. Semisal CEO itu keluar dari pintu utama pun, kita nggak akan dapet angle dan posisi yang bagus dengan wartawan sebanyak itu," ketukan langkah dan gema perbincangan semakin jelas, tinggal satu belokan tangga lagi kedua wartawan itu mencapai tempat Junhoe dan Rosé berdiri. Namun alih-alih mendekat, keduanya terpaku di tempat melihat pemandangan yang tersaji secara live di depan mata.
Sepasang kekasih nampak bergumul, dengan bibir yang saling tertaut dan tubuh yang menempel erat satu sama lain. Sang lelaki tampak lapar (atau haus?), menyapukan telapak tangan ke seluruh bagian tubuh wanitanya. Keduanya sangat fokus pada kegiatan privat tersebut hingga tidak menyadari keberadaan dua orang lain dalam jarak yang cukup mengganggu.
"Ini hotel, oke? Mereka bisa menyewa salah satu kamar termurah dan melakukan kegiatan apapun sesukanya tanpa harus mengganggu mata orang lain. Dasar manusia, hanya memikirkan kesenangan diri sendiri!" Wartawan tersebut mencebik kesal, dan memutuskan untuk masuk kembali ke area hotel dengan pintu darurat di sebelahnya, alih-alih melewati dua anak adam yang sedang menjual jiwanya pada birahi mereka.
Seiring dengan suara-suara yang makin menjauh, Junhoe melepas kontak-terlalu-intimnya dengan Rosé, agak tidak rela. Tak sampai sedetik sebelum lengannya kembali melingkari pinggang gadis itu, menahan massa tubuhnya. Rosé akan terjatuh dengan cukup keras kalau saja refleks Junhoe terlambat memberikan reaksi.
"Hei, lo kenapa?" Junhoe berbisik, panik karena Rosé nampak pucat dan tubuhnya gemetar. Tangan gadis itu memeluk erat lelaki di hadapannya, telapaknya yang dingin terasa di kulit punggung Junhoe yang terbalut kemeja putih. Entah kesadaran gadis itu masih berada di kepalanya atau sudah hilang. Dia pikir gadis itu akan menamparnya, atau memarahi setidaknya, mengingat perlakuan preventif Junhoe agaknya terlampau melewati batas. Siapa yang tahu kalau gadis itu justru memucat dan terlihat nyaris sekarat di pelukannya, seolah ciumannya barusan menyedot dua per tiga jiwa Rosé.
"Roséanne Park, please, katakan lo kenapa? Apa yang harus gue lakukan?!" Junhoe berseru panik. Telepon ambulans? Membawa Rosé ke rumah sakit? Menelepon sekretarisnya?
"O-obat..." Rosé berucap lirih dan lemah, jemarinya berusaha menggapai tas tangannya. Junhoe meraihnya, mengaduk-aduk isinya sebelum menemukan botol obat kecil berisi pil.
"Ini?" Rosé mengangguk pelan, dan Junhoe mengeluarkan pil-pil itu dari wadahnya. "Berapa banyak?"
"D-dua," selanjutnya pewaris HG tersebut membantu Rosé menelan obatnya. Efek yang ditimbulkan justru membuat Junhoe ketakutan dan buru-buru memesan kamar di lantai itu dengan panik pada manajer hotel lewat panggilan telepon. Rosé jatuh pingsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dopamine | Junhoe x Rosé
FanfictionRoséanne Park, mantan model papan atas yang kini menjabat sebagai CEO sebuah butik, mengalami trauma yang selalu menghantuinya dari masa lalu. Pertemuannya dengan Goo Junhoe tidak dapat dibilang bagus, pun memantik traumanya, namun diam-diam lelaki...