Menangis dan mengalami episode panik di pelukan orang asing adalah hal terakhir yang ingin dilakukan seorang Roséanne Park dalam hidupnya. Terlebih lagi, setelah ia terlibat dalam kegilaan hari ini.
Lupakan bagaimana bibirnya dengan tidak tahu malu itu memagut bibir tebal Junhoe––yang omong-omong, ahem, seksi. Dirinya tidak mengerti kenapa sentuhan lelaki itu tidak membuat saklar serangan paniknya aktif. Bahkan jujur saja, keduanya berhimpitan, bergumul dan mencuri napas satu sama lain di pojok ruangan––seolah hanya mereka berdualah pemilik dunia dan yang lainnya cuma menyewa, membuka satu pintu menuju semesta baru bagi Roséanne.
"Kalau ada lain kali," Rosé berucap, sepasang sumpit di sela jemari itu terhenti di udara. "Jangan pakai metode kayak gitu lagi." Karena selain memalukan, cara satu itu sepertinya sudah terlalu sering mereka gunakan; siapa yang bisa menjamin efektivitasnya akan tetap sama?
"Oke." Junhoe menyahut singkat. Kedua anak manusia itu duduk berhadapan, terpisahkan meja kayu ek rendah yang dipenuhi piring-piring saji. Berbagai hidangan yang menggelitik nafsu makan terhampar di sana. Roséanne mengambil seiris sashimi, mencelupkan satu sisi ke saus berwarna pekat sebelum menyuapkannya ke mulut. Daging ikan yang begitu lembut terasa meleleh di lidahnya.
"Lo beneran nggak apa-apa?" Junhoe tidak kunjung menyantap hidangan, namun dengan hati-hati memerhatikan gerak-gerik sekecil apapun yang dilakukan Rosé. Tetapi entah bagaimanapun ia menatap Roséanne, gadis itu tetap tidak menunjukkan sinyal bahwa dirinya tidak nyaman. Mungkin dia sungguh-sungguh tidak apa-apa, atau seorang Roséanne Park adalah profesional dan ahli dalam berpura-pura.
“Beneran, lo tahu sendiri gimana gue kalau nggak baik-baik aja.” Jawaban Rosé tidak serta-merta menghilangkan keraguan yang dirasakannya, tapi Junhoe memutuskan untuk berhenti memperbincangkan hal ini untuk sementara.
"Jadi, apa yang mau lo omongin sampai ngajak ketemu dadakan?" Junhoe mengalihkan topik dengan membuka bahasan yang melatarbelakangi kunjungannya ke restoran itu. Beberapa jam yang lalu Roséanne menelepon dengan nada penuh urgensi, hingga Junhoe lupa kalau hal itu merupakan kali pertama sang gadis meneleponnya lebih dulu. Walau detil itu saat ini tidak begitu penting.
"Sebelum itu," Rosé mulai memasang mimik serius seusai menelan sashimi-nya. "Gimana perkembangan penyelidikan dari tim kalian soal video lemonade itu?"
"Bukan disengaja dari pihak lo." Junhoe berujar singkat, merangkum hasil penyelidikan tim PR HG dalam empat kata. Konglomerasi HG memiliki tim legal sendiri dan tiap perusahaan subsidiarinya punya departemen relasi publik masing-masing. Meski karena posisi putra mahkota yang ia punya hanyalah gelar kosong tanpa status sehingga dirinya tidak memiliki kedudukan yang jelas dalam perusahaan, Junhoe tetap dapat mengontak tim legal milik HG. Dia tahu sebagian besar alasannya adalah karena ayahnya turut memberikan komando diam-diam. Jika tidak, meski ia akrab dengan anggota termuda tim tersebut, membuat mereka berkenan membantu Junhoe akan jadi hal yang cukup sulit. Pada akhirnya, mereka mampu menyerahkan hasil investigasinya pada sang pewaris takhta dalam waktu yang relatif singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dopamine | Junhoe x Rosé
FanfictionRoséanne Park, mantan model papan atas yang kini menjabat sebagai CEO sebuah butik, mengalami trauma yang selalu menghantuinya dari masa lalu. Pertemuannya dengan Goo Junhoe tidak dapat dibilang bagus, pun memantik traumanya, namun diam-diam lelaki...