Goo Junhoe memeluk Roséanne, kali ini tidak atas dasar ingin mengalihkan fokus musuh atau mengecoh reporter yang sedang berburu berita eksklusif. Namun jika ditanya apa yang ia hendak capai dengan memberikan satu peluk itu, Junhoe juga tidak mengerti. Dorongan untuk mendekap tubuh ringkih Rosé terasa begitu kuat. Lelaki itu tidak bisa memberikan penjelasan mengapa dadanya terasa sesak kala menyaksikan sang dara yang demikian.
"Gue nggak apa-apa." Ujaran gadis dalam pelukannya sedikit teredam, namun Junhoe masih bisa mendengarnya. Laki-laki tersebut tidak punya kalimat untuk dikatakan, untuk merespon pernyataan Rosé yang seolah diucapkan untuk diri sendiri itu.
"Sori, Roséanne, harusnya lo bisa nggak ngalamin semua ini. Sebenernya …"
"Goo Junhoe! Lo—bisa-bisanya ya, gue tinggal sebentar dan lo udah berulah lagi!" Teriakan Jisoo yang menggema di pagi hari yang sunyi terdengar begitu menggelegar. Junhoe menoleh tanpa melepaskan Roséanne. Kim Jisoo melihat dengan sepasang matanya yang masih sehat 20/20 saat kedua lengan sahabatnya melingkari torso sang lelaki. Kulitnya yang putih semakin terlihat pucat dengan jemari kurus mencengkeram kemeja hitam milik Junhoe.
Jisoo berdeham dan mengoreksi reaksi dirinya yang berlebihan dengan memasang ekspresi wajah seolah tidak pernah melihat apa yang dilakukan sepasang anak manusia di hadapannya barusan.
"Ci, nanti mau pulang ke tempat lo apa ke apart gue?" Tanya Jisoo, nada bicaranya amat berbeda dengan teriakan beberapa saat sebelumnya.
Mendengar kata 'pulang', Roséanne mengangkat wajahnya dari dada Junhoe yang nyaman dan melepas tautan lengannya dari tubuh lelaki itu dengan enggan. Jisoo bertanya-tanya dalam hati apa gerangan yang merasuki Roséanne Park sampai dengan terang-terangan memeluk manusia berjenis kelamin laki-laki.
"Ke tempat gue aja."
Jawaban Rosé yang biasa saja makin membuat sahabatnya itu panik, namun berusaha tidak menampakkannya.
"Oke, kalau gitu lo siap-siap atau istirahat bentar lagi aja, gue mau beberes dulu." Seberlalunya Jisoo, Goo Junhoe turut pamit dan bergegas keluar kamar suite miliknya dengan langkah tergesa.
-o0o-
Rosé beristirahat di apartemennya selama dua hari sebelum kembali bekerja. Ketiga kawannya kompak tidak setuju, tapi Roséanne tidak peduli. Tubuhnya terasa baik-baik saja, tak lagi mengalami pening dan mual serta gejala kontra indikasi lainnya, jadi tidak ada alasan untuk tidak masuk kantor. Apalagi ketika selama berada di rumah, Rosé selalu terbayang pelukan Junhoe di hari itu.
Selain keanehan bahwa ia tidak mengalami serangan panik, Roséanne lebih takut pada satu perasaan kecil yang ia sadari telah tumbuh dalam jiwanya. Dirinya merasa membutuhkan kehadiran seseorang berinisial Goo Junhoe, namun ide itu segera ditepis begitu saja tiap kali datang. Gadis itu merasa dirinya tidak cukup gila untuk menyukai lelaki itu, namun di satu sisi dia tidak bisa menolak fakta bahwa sosok lelaki itu membawa satu perasaan nyaman yang mulai terlupakan bagaimana rasanya.
Ketika sampai pada kesimpulan itu, Rosé tahu dirinya tidak akan bisa memiliki hubungan romansa yang semestinya. Tidak dengan Junhoe, tidak pula dengan laki-laki manapun. Pada dasarnya, dia tidak bisa bermimpi untuk memiliki kehidupan romansa seperti orang pada umumnya. Semenjak kejadian itu, terutama.
Pintu ruangan diketuk dan Roséanne mengizinkan masuk. Sekretarisnya, Liliana Jung, melangkah ke dalam ruangan sang CEO dengan segelas kopi dan beberapa folder dokumen di tangan. Gelas ice americano telah diserahkan pada si gadis Park, namun Liliana masih berdiri di hadapannya. Wanita itu sempat ragu beberapa saat sebelum akhirnya menyerahkan satu folder berisi proposal yang dibawanya. Roséanne menaikkan alis penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dopamine | Junhoe x Rosé
FanfictionRoséanne Park, mantan model papan atas yang kini menjabat sebagai CEO sebuah butik, mengalami trauma yang selalu menghantuinya dari masa lalu. Pertemuannya dengan Goo Junhoe tidak dapat dibilang bagus, pun memantik traumanya, namun diam-diam lelaki...