"Loh, kok udah pulang? Gimana kata putra mahkota HG?" Roséanne yang menggerutu dalam hati kembali ke dunia nyata, menatap sosok berponi rata di depannya. Lisa yang mengenakan pakaian serba hitam beserta topi hitam, memergokinya tengah memasang wajah kaku dan semburat kemerahan di pipi. Gadis berdarah Thailand tersebut tampaknya baru saja hendak meninggalkan apartemen Roséanne.
"Barusan panic attack gue muncul lagi, jadi--"
"Hah? Kok bisa? Si Goo Junhoe itu ngapain lo?" Lalisa segera keluar dari mobil dan memeriksa keadaan Rosé dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Nggak, gue nggak diapa-apain, Lisa. Gue cuma panik sebentar dan ya udah, beberapa menit kemudian selesai." Rosé tidak ingin diinterogasi oleh sahabatnya seperti ini di tempat parkir apartemen. Bukan berarti dirinya dengan sukarela menceritakan dengan sangat mendetail peristiwa demi peristiwa yang terjadi kepadanya saat bersama Junhoe sesiangan itu.
"Gue nggak apa-apa, Lisa. Udah sana, lo mau keluar kan?" Sedikit memaksa, Rosé dengan sekuat tenaga mendorong sang gadis berponi rata itu untuk masuk kembali ke mobil.
"Lo mencurigakan sih," Lisa menyipitkan mata ke arah Rosé. "Biasanya lo down gitu tiap abis panik, tapi sekarang ..." Gadis itu berhenti berkata-kata sesaat.
"Pokoknya kalau ada apa-apa bilang. Kalau nggak ke gue, bisa ke Jisoo, Jennie, Kak Hyeri, atau siapapun, yang penting bilang, oke?" Lisa akhirnya mengalah dan tancap gas, setelah memberi Rosé petuah panjang lebar.
Rosé bukannya tidak ingin bercerita. Ia justru ingin sekali berbagi keluh kesah pada sahabatnya, hanya saja kejadian siang tadi benar-benar terasa amat privat baginya. Roséanne belum siap.
Tanpa sadar Rosé menyentuh bibirnya dengan ujung jari. Ia bisa mengingat dengan jelas bagaimana Junhoe melumat bibirnya lembut. Lalu gemuruh di dadanya terpantik, yang berujung serangan paniknya muncul. Rosé menelan ludah, ia mencoba menghentikan ingatannya sebelum kembali panik. Padahal dibandingkan dengan ciuman kasar dan penuh paksaan bos Rosé dulu, ciuman Junhoe jauh lebih manis. Ah, lupakan saja hal tidak penting itu.
-o0o-
Empat hari berlalu semenjak pertemuan Rosé dengan Junhoe. Setelah mengantar Rosé pulang malam itu, laki-laki tersebut tak lagi tampak. Ia membatalkan janji temu yang dibuatnya sendiri malam itu juga, dengan alasan lembur. Dirinya juga tidak bisa ikut ketika Lisa dan Jisoo mengajaknya ke 78º di akhir pekan; lagi-lagi Roséanne masih harus lembur. Junhoe juga tidak menyambangi kantor Rosé. Tidak pula sekadar meneleponnya ...
Sebentar, ia tidak sedang mengharapkan sesuatu pada lelaki itu bukan?
Dering telepon memadamkan lamunan Rosé. Ia bergegas mengambil ponsel dan menerima panggilan tersebut. Dirinya hampir saja merasa kecewa melihat nama penelepon yang tertera. Setelah menelan paksa sebutir pil rasa kecewa, sang gadis Park menyentuh geser tombol hijau di layar ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dopamine | Junhoe x Rosé
FanfictionRoséanne Park, mantan model papan atas yang kini menjabat sebagai CEO sebuah butik, mengalami trauma yang selalu menghantuinya dari masa lalu. Pertemuannya dengan Goo Junhoe tidak dapat dibilang bagus, pun memantik traumanya, namun diam-diam lelaki...