18. The Heirs

1K 145 15
                                    

Pesta perayaan hari jadi pernikahan pasangan Goo masih berjalan lancar tanpa ada gangguan. Beberapa pebisnis dan kolega yang hadir berbincang-bincang membentuk kelompok-kelompok kecil, berisi kenalan masing-masing. Rosé menyapa beberapa kenalan yang familiar dengannya, sebelum beranjak menemui teman-temannya kembali.

"Jennie mana?" tanya Rosé begitu ia sampai dan tidak mendapati Jennie di sana.

"Tahu deh, tadi keluar sama Jaewon." Ucap Jisoo menjawab pertanyaan Rosé, menggoyang pelan gelas sampanye di tangan. "Enak ya, punya pacar. Gue juga mau deh punya seseorang kayak Jennie gitu ..." lanjut sang gadis tertua, bergumam iri. Rosé dan Lisa yang mendengarnya hanya tersenyum. Tahu benar mereka kalau Jisoo butuh seseorang yang mampu memahami perilaku absurdnya. Bukan sekadar lelaki tampan berdompet tebal semata. Kalau ada satu pria lajang seperti itu di dunia, semoga Tuhan mengirimkannya pada Jisoo secepatnya.

"Ih, lo serius mau pacar macem Jaewon begitu, Cu? Lo nggak tau aja se-cringey apa tuh cowok," meski begitu, Lisa tetap berkomentar. Jisoo yang tahu bahwa Lisa menjahilinya meski paham maksud kalimatnya barusan, mengambil sepotong canapé dan berniat menjejalkannya ke mulut Lisa. Sayangnya niat jahat tersebut telah diketahui calon korbannya, membuat Lisa melangkah mundur dengan sigap, tetapi berbuah hasil yang tidak diinginkan; gadis itu menubruk seseorang di belakangnya. Alhasil gaun sewarna gading yang dikenakan sang gadis menjadi bercorak kemerahan tersiram wine.

"Sori ..." Seseorang yang ditabrak oleh Lisa justru meminta maaf. Sang gadis mendongak, selain gaunnya yang berubah warna, semuanya baik-baik saja. Sepertinya justru lelaki yang ditabraknya itulah yang tidak baik-baik saja.

"Oh, nggak apa-apa kok. Gue yang minta maaf karena jalan nggak lihat-lihat," ujar Lisa, berusaha menyeka sisa-sisa wine dengan tangan. Tentu saja tidak berhasil dan justru makin terserap oleh gaunnya.

"Lo bisa pakai ini," lelaki tadi ikut berjongkok sembari menyampirkan jasnya yang berwarna serupa dengan gaun Lisa, di bahu sang gadis. "Gue bisa minta nomor lo? Biar gue aja yang bayarin biaya binatunya. Atau kalo lo mau gue bisa anterin lo ke butik sekarang juga––" ucapan si lelaki wine terhenti begitu Lisa menyodorkan selembar kartu nama.

"Tolong hubungi gue aja. Jas lo gue pinjem dulu ya,"

Rosé menatap kosong ke arah di mana Jisoo dan Lisa lenyap dari pesta. Kedua temannya itu pamit pulang lebih dulu, mengingat gaun satin Lisa ternoda oleh wine berkat candaan Jisoo yang hendak menyuapinya canapé. Rosé awalnya hendak ikut pergi, tapi karena pesta baru berlangsung beberapa saat dan acara puncak belum ada tanda-tanda akan dimulai, ia terpaksa tinggal. Tidak sopan, apalagi Rosé cukup dekat dengan Presdir Goo meski ia meminta izin. Jadilah sang gadis berdiri sendirian, bersandar pada salah satu pilar marmer yang menghias ballroom hotel. Netranya mengawasi hilir mudik tamu dan pelayan di bangunan milik grup HG tersebut.

"Sendirian? Temen-temen lo mana?" Rosé memandang wajah sang penanya dengan ekspresi tidak ramah, yang berlangsung kurang dari satu detik. Air muka sang gadis segera berubah relaks dengan segaris tipis senyum begitu sadar bahwa yang menyapanya adalah seorang Goo Junhoe. Kedua bahu rampingnya diangkat sebagai jawaban atas pertanyaan pria itu.

"Jisoo sama Lisa pulang duluan, Jennie sama pacarnya nggak tahu di mana."

Keduanya lalu saling diam, seolah menguji siapa yang akan mengalah dan melempar pertanyaan lebih dulu.

"Gue udah tahu gambaran soal masalah ini: siapa yang main di balik layar dan apa tujuan mereka." Kata-kata Junhoe agak mengagetkan Rosé. Dia pikir lelaki itu akan menanyakan alasan Rosé menghindarinya beberapa saat yang lalu. Gadis Park itu menurunkan pandangan---berikut ekspektasinya.

Dopamine | Junhoe x RoséTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang