Cahaya matahari menerobos masuk tanpa izin dari celah jendela yang tak tertutup tirai, memantulkan kilau di lantai pualam. Di tengah suasana yang sungguh tenang dan damai itu, sang pemilik rumah justru sama sekali tidak merasakan hal tersebut. Ditilik dari wajah bangun tidurnya yang sangat pucat, setiap orang yang melihat bisa tahu bahwa Rosé sedang tidak baik-baik saja.
"Dan lo masih maksa masuk kerja?!" Lisa berkacak pinggang sembari melotot marah. Sahabatnya itu memang keras kepala, tapi tidak seharusnya mengorbankan kondisi tubuhnya seperti ini. Ia datang ke kediaman Rosé dengan niat meng-update perkembangan terkini soal masalah yang menimpa sahabatnya itu, sekalian menjarah persediaan makanannya, namun justru pias yang terbayang di air muka Rosé. Ia tahu benar kulit porselen Roséanne seputih susu, tapi Lisa tahu mana wajah Rosé dalam keadaan baik-baik saja dan mana wajah yang mengindikasikan kalau sang empunya sedang tidak dalam kondisi bagus.
"Lo izin nggak masuk atau nggak usah izin sekalian, lo bosnya kan? Hari ini istirahat total di rumah," Lisa mengangkat tangannya menahan apapun yang ingin dikatakan Roséanne sebelum dirinya menyelesaikan pembicaraan.
"Atau lo mau gue booking-in satu kamar di rumah sakit? Pilih mana?" Ancaman Lalisa membuat sang gadis tidak lagi berkutik. Mungkin memang istirahat di rumah adalah opsi yang terbaik untuknya saat ini. Tidak ada wartawan, tidak ada bisik-bisik pegawai dan rumor yang bertebaran.
"Oke deh, gue nggak masuk kerja."
-o0o-
"Jadi Ci? Gimana masalah lo sama anaknya Presdir HG?" Lisa duduk di sofa menghadap tempat tidur Rosé. Apartemen Rosé adalah tipe studio di mana tak ada sekat antar ruangnya. Ia bisa melihat semua sudut ruangan dari posisinya berada saat ini. Dengan katalog teranyar L'épine di pangkuan dan segelas iced Americano tersaji di hadapannya, Lisa benar-benar menganggap apartemen Rosé seperti rumah sendiri.
"Tim legal katanya udah setuju bakal menuntut pihak HG kalau terbukti semua berita nggak jelas itu ulah mereka. Meski dari investigasi saat ini hasilnya HG belum terbukti melakukan manipulasi." Rosé duduk di atas kasur bersilang kaki. Pagi tadi Lily telah menghubunginya dan kepala tim legal L'épine juga sempat mengabari sendiri progres yang telah berjalan.
"Hmm...gue masih curiga sih sama tuh cowok. Walaupun kayak yang dia bilang, berita-berita itu juga nggak berpihak ke dia." Lisa menyeruput es kopinya sebelum melanjutkan.
"Tapi siapa tahu aja kan? Sebenarnya dia yang manipulasi berita itu dan sengaja dibuat nggak menguntungkan dia biar kita nggak curiga?" Rosé yang mendengarnya hanya tertawa. Ia pikir seorang Goo Junhoe tidak mungkin bertindak seperti itu. Memosisikan diri sebagai pihak yang ikut dirugikan bersama dengan lawannya bukan hal yang akan dilakukan lelaki itu. Junhoe sepertinya lebih suka menekan orang itu secara terang-terangan, mengakui kalau dirinya yang melakukan pembalasan itu langsung di hadapan sang lawan. Seperti yang pernah dilakukan lelaki itu padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dopamine | Junhoe x Rosé
FanfictionRoséanne Park, mantan model papan atas yang kini menjabat sebagai CEO sebuah butik, mengalami trauma yang selalu menghantuinya dari masa lalu. Pertemuannya dengan Goo Junhoe tidak dapat dibilang bagus, pun memantik traumanya, namun diam-diam lelaki...