"Ci, lo kenapa? Cowok itu ngapain lo? Kok bisa lo kena panic attack setelah sekian lama?" Lily bertanya dengan nada lembut, memeluk bahu Rosé yang terlihat ringkih. Lamunan yang berputar dalam kepalanya terburai, dan fokusnya kembali pada sosok sepupu di hadapannya. Kepalanya menggeleng pelan ketika menyadari bahwa sekretarisnya itu bertanya tentang penyebab serangan paniknya.
"Nggak apa-apa, Kak. Gue sekarang baik-baik aja." Rosé bangkit meraih tas tangannya, kemudian merapikan rambut dan setelan formal yang melekat di tubuhnya. Dia benar-benar perlu istirahat sekarang, setelah pembicaraannya dengan Goo Junhoe usai. Saat ini baik fisik maupun mentalnya teramat lelah.
Liliana membukakan pintu belakang mobil untuk Rosé, sebelum menutupnya dan membuka pintu depan untuk dirinya sendiri. Dari kaca tengah mobil tampaklah sepupu Park-nya memandang kosong ke luar jendela. Jika dilihat sekilas, sang CEO L'épine sepertinya memang baik-baik saja. Tenang dan anggun, meski gurat kelelahan tergambar jelas di wajah nan ayu. Tapi siapa yang tahu apa yang sebenarnya dipikirkan gadis itu di dalam kepalanya?
"Oci..." Liliana memutus kebisuan yang menggema dalam mobil. "Gue antar lo pulang ke...?"
"Apartemen gue aja, Kak" cetus Rosé, tanpa sadar berucap sedikit ketus mendengar Lily tampaknya punya ide lain mengenai tujuan kepulangannya. Roséanne benar-benar malas bertemu dan sekadar bertatap muka dengan ibunya. Apalagi setelah kejadian hari ini.
Pikirannya melayang tanpa arah, tidak sadar mengulas kembali tindakan tanpa izin yang dilakukan lelaki itu beberapa jam yang lalu. Entah berapa detik pertama ia lalui dengan kekagetan sebelum nyaris terlena dan menyerahkan diri sepenuhnya. Roséanne hampir secara sukarela memindahtangankan kuasa atas tubuhnya pada sang putra mahkota, kedua lengannya bahkan sudah terangkat menuju dua sisi kemeja Junhoe, sebelum bayangan hitam pria itu melintas. Seketika itu juga gelombang ketakutan merayapi tubuhnya, meski kesadarannya berkali-kali mengingatkan bahwa laki-laki di depannya saat ini bukanlah pria itu, tetapi lagi-lagi ia roboh. Roséanne sekali lagi kalah dalam pertarungan menghalau masa lalu.
-o0o-
Deru mesin berdengung makin bising seiring dengan kecepatan yang dipacu kencang. Pengendara Yamaha R3 itu melajukan tunggangannya secepat yang ia mampu, seolah tempat yang ingin dituju akan menghilang jika jarum penanda kecepatan motornya sedikit saja bergeser ke arah kiri. Padahal nyatanya, ia bisa saja diberhentikan polisi lalu lintas atau setidak-tidaknya mendapat tagihan denda yang dilayangkan ke alamatnya dengan alasan melanggar batas kecepatan berkendara. Meski begitu, ia tidak peduli.
Begitu sampai di suatu daerah perumahan yang mewah, Junhoe mulai memelankan laju motornya. Pandangannya tetap lurus dan tampak fokus, namun siapa yang tahu apa yang berkecamuk dan memenuhi pikirannya saat ini. Junhoe butuh sesuatu untuk melampiaskan kebingungan dan kegelisahan yang entah dari mana secara tiba-tiba merongrong dirinya. Rasanya hari ini amatlah panjang dan melelahkan, menguras energi serta emosinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dopamine | Junhoe x Rosé
FanfictionRoséanne Park, mantan model papan atas yang kini menjabat sebagai CEO sebuah butik, mengalami trauma yang selalu menghantuinya dari masa lalu. Pertemuannya dengan Goo Junhoe tidak dapat dibilang bagus, pun memantik traumanya, namun diam-diam lelaki...