Of Sickness and the Missing Heart [Jun]

55 4 0
                                    

Dark, Fantasy, Romance | PG | 1800+ words
▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪
Dia tak pernah melanggar janjinya. Dia selalu menepati apa yang telah diucapkannya. Sekarang aku membencinya. Karena ia mengingkari janjinya, karena dia membuatku berharap sesuatu yang tidak pasti, karena dia membuatku merasakan betapa sakitnya kehilangan ….

-Wen Junhui-

▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪

Kuakui, tempat ini bukanlah tempat yang kusukai.

Sebuah pondok tampak berdiri di tengah rawa berkabut. Pohon-pohon mengelilingi, seakan-akan mengahantui tempat ini dengan kesuraman. Dinginnya hawa serasa merayap di kulit. Buaya-buaya dan burung gagak itu pula—

Oh, astaga.

Sebenarnya ini agak membuatku heran. Jika seorang penyihir bisa hidup di tempat yang bersih dan nyaman di tengah hutan, serta tidak memelihara hewan-hewan mengerikan ini—seperti aku, contohnya—kenapa wanita itu memilih untuk tinggal di pondok menyeramkan ini?

Baiklah, memang setiap penyihir mempunyai ciri khas sendiri-sendiri. Dan itu tidak penting sekarang.

Yang perlu kulakukan hanyalah menyelesaikan perjalanan menyeberangi jembatan tipis,  yang melintasi rawa berisikan buaya-buaya raksasa ini secepat mungkin.

Hingga di depanku berdiri sebuah pintu kayu yang kokoh, aku mulai mengetuknya. Dan pintu itu langsung terbuka sendiri tanpa ada yang menarik, memperlihatkan sebuah ruangan gelap berbau tidak biasa.

“Ibu .…”

Kakiku perlahan mulai memasuki ruangan itu, dan aku sudah tidak peduli lagi dengan yang namanya sopan santun atau apa. Aku benar-benar membutuhkannya. Aku membutuhkan kekuatannya. Aku membutuhkan—

“Anakku?”

Sebuah cahaya remang mulai samar-samar terlihat, yang ternyata bersumber dari sebuah lilin yang semakin lama semakin mendekat ke arahku, dengan sang pemegang pula tentunya.

“Oh, apa yang terjadi denganmu, Nak?”

Perkenalkan, dia Madam Lucille.

Seseorang yang selama ini selalu kupanggil dengan sebutan ‘ibu’. Oh bukan, ia bukan ibu kandungku ataupun ibu tiriku. Bukan ibu dalam artian secara harfiah.

Ia adalah ibu dari semua penyihir yang tinggal di hutan ini.

Seseorang yang selalu kuhormati. Seseorang yang selalu menganggap kami seperti anak kandungnya sendiri. Seseorang yang bisa begitu baik pada kami, namun juga bisa menjadi begitu kejam.

Kejam? Ya, kejam. Karena pada kenyataannya ia juga adalah seorang penyihir hitam.

“Duduklah, Jun. Ceritakan, kenapa kau bisa sampai seperti ini?”

Wajahnya terlihat khawatir sekaligus ketakutan. Memang wajar. Siapa yang tidak merasa khawatir bila anaknya datang dengan lubang yang menganga lebar di dada?

Wanita itu menuntunku perlahan untuk duduk tepat di hadapannya, dengan sebuah meja kecil yang membatasi jarak kami.

“Maafkan aku, Ibu. Kau benar.”

“Apanya?”

“Soal gadis itu.”

Madam Lucille hanya mengangkat kedua alisnya, kemudian raut wajahnya  berubah menjadi menyedihkan. Aku tahu ia bermaksud baik, hanya saja … aku tidak suka dikasihani seperti itu, meskipun aku juga tidak bisa mengelak kalau aku sangat membutuhkan Madam Lucille sekarang.

SEVENTEEN's OneshotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang