At the Lighthouse [Dino]

30 3 0
                                    

Adventure, Family, Horror | G | 1500+ words
▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪
Awas saja kalian nanti kalau pulang!

-Lee Chan-
▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪

Summer Holiday

"Chan, cepat sedikit!"

Sambil menyeka keringat, Lee Chan memandang sebal pada Lee Ra yang berjarak beberapa meter di depannya.

Jujur, ia terlampau lelah. Aroma laut yang segar pun sama sekali tak membantu, lantaran saat ini sebuah tanjakan sedang berusaha ia lewati.

Omong-omong, semua ini bermula dari usul Lee Byul untuk menghabiskan liburan musim panas di pertanian milik kakek mereka. Letaknya dekat dengan laut, di daerah pedesaan yang jauh dari kata ramai.

Pria itu pun berjanji akan menjemput mereka hari ini. Namun mendadak mobilnya bermasalah, hingga rencana menjemput itu kandas sudah. Ini pun daerah pedalaman, maka transportasi umum susah ditemukan. Alhasil, mau tidak mau mereka harus berjalan kaki dari stasiun sembari menyeret koper.

Kalau jaraknya dekat sih tidak apa-apa, tapi kalau empat mil?

"Dasar payah," celetuk Ra.

Lee Byul pun ikut terkikik, kedua maniknya melirik sang kakak lelaki yang tertinggal di belakang.

Chan mengabaikan, secara ia tahu kalau berdebat dengan kedua gadis yang memiliki wajah persis itu tak akan ada gunanya.

"Ra, ini jaraknya masih jauh? Aku sudah tidak kuat-"

"Kita sudah sampai."

Detik itu pula, pandangan Chan menangkap pasangan tua yang memeluk Ra dan Byul secara bergantian, tepat di depan sebuah rumah pertanian besar bergaya tradisional.

-oOo-

Odd Story

Sehabis makan siang, mereka bertiga nyaris tidak bisa bergerak, lantaran menu yang dihidangkan benar-benar fantastis secara rasa maupun porsi. Sambil masih terduduk melingkari meja makan, sang kakek pun tersenyum melihat ketiga cucunya yang kini telah bertumbuh.

"Kalian mau ke mana setelah ini?" tanyanya memulai percakapan.

"Istirahat."

"Berkeliling pantai."

"Kau gila? Kakiku masih mati rasa, tahu!" sergah Chan sembari mendelik ke arah Ra.

Gadis itu mencebik tak peduli. Fokusnya berpaling pada pemandangan laut yang terlihat dari jendela ruang makan, nampaknya tidak begitu jauh bila berjalan kaki dari rumah. Indah sekali, warna birunya pun bukan main.

Tahu-tahu, sebuah bagunan menjulang tinggi yang terletak agak di sebelah barat mengalihkan pandangan Ra. Agak tersembunyi memang, secara ada beberapa karang tajam yang menutupi.

"Kakek, itu bangunan apa?"

Sang pria tua berusaha melihat ke arah yang ditunjuk, dan untuk sesaat kedua matanya melebar. Buru-buru ia kembali menatap Ra, rautnya berubah cemas.

"Jangan sekali-sekali pergi ke sana. Itu menara mercusuar kuno yang sudah tidak dipakai lebih dari seratus tahun, beberapa sisinya sudah runtuh dan lapuk. Di daerah sana ada banyak karang tajam pula."

SEVENTEEN's OneshotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang