Fluff, School-Life | T | 700+ words
▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪
Kau merahasiakan sesuatu dariku?-Kim Yerim-
▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪Bel istirahat telah berbunyi, namun itu tak membuat Lee Chan berpindah dari tempat duduknya sedikit pun. Ia memutuskan untuk tetap berada di kelas, tak ingin bergabung bersama teman-temannya yang begitu bersemangat hendak ke kantin.
BRAK!
Suara gebrakan di meja bangkunya membuat Chan terperanjat, antara kaget dan kesal dengan orang kurang kerjaan di hadapannya itu. Sambil melemparkan tatapan nanar yang bertanya-tanya, ia sedikit menggerakkan kepala ke arah gadis itu dengan tatapan yang menyiratkan tanya untuk-apa-kau-melakukan-itu.
“Hei. Kau merahasiakan sesuatu dariku?”
Kedua alis Chan berkerut, memampangkan wajah tak paham pula tak mengerti.
“Rahasia apa?”
“Chan, kenapa kau tak menceritakannya padaku?” tanya Yerim bersikeras. “Kita selalu bersahabat sejak bayi, kau tahu itu, kan? Dan saat masih kecil, kita sudah pernah berjanji. Tidak ada rahasia apa pun di antara sahabat. Kau ingat?”
Jujur, Chan tahu. Chan masih ingat pertemanan mereka yang telah dimulai sejak bahkan sebelum mereka dapat berjalan mau pun berbicara hingga saat ini, dimana usia mereka telah menginjak delapan belas tahun. Chan juga ingat segala janji polos yang pernah mereka buat belasan tahun lalu.
Namun, mendengar ocehan Yerim yang beruntun kini benar-benar membuatnya tak habis pikir.
“Tunggu dulu. Siapa yang bilang kalau aku merahasiakan sesuatu darimu?” Sebuah pertanyaan dilontarkan Chan, lantaran lelaki tersebut masih bingung dengan asal-usul pemikiran Yerim. Sialnya, gadis itu salah tangkap.
“Nah, kan! Benar, kan! Kau dari tadi terus-terusan diam, Chan. Tidak seperti biasanya—yang selalu rusuh bahkan ribut saat jam pelajaran apa pun itu.”
“Karena itu kau berpikiran kalau aku menyembunyikan sesuatu, begitu?”
Yerim mengangguk. “Karena itu ceritakan padaku, Chan. Jangan seperti ini, aneh rasanya.”
Lee Chan mengambil napas panjang, kemudian mengembuskannya perlahan. Dengan sebuah senyum kecil, ia mendekatkan wajahnya pada telinga Yerim.
“Aku memang punya rahasia.”
“Ya … ?”
“Dan jujur saja, selama beberapa hari ini, tidak ada seorang pun yang tahu. Aku memendamnya, menyimpannya sendirian.”
Tuturan tersebut membuat jantung Yerim berdebar sedikit lebih kencang dari biasa. Entah karena ia terlampau semangat atau pun penasaran, yang jelas ia telah mempersiapkan dirinya untuk mendengarkan segala ucapan yang akan terlontar dari bibir Chan.
“Bahwa sebenarnya …”
Yerim menahas napas, seraya menunggu kata-kata lanjutan itu untuk keluar. Hati terkecilnya sudah terlampau tak sabar. Karena biasanya, Chan sangat jarang menyimpan—
“… kau sangat cantik. Kurasa aku jadi menyukaimu.”
—rahasia darinya seperti ini.
Ucapan Chan membuat Yerim langsung menarik kepalanya menjauh, sambil menatap wajah Chan dengan tatapan persis seperti orang yang baru saja bertemu dengan hantu.
“Kau … kau bilang a—”
“Tapi bohong.”
Alhasil, sebuah pukulan keras melayang ke lengan Chan yang saat itu juga tengah menjulurkan lidah.
“Hei, aku serius tahu!”
Merasa tidak sabar lagi dengan kelakuan si gadis, akhirnya rasa kesal itu muncul juga. Dengan sebuah pergerakan cepat, Chan beranjak berdiri. Kini, berhadapanlah ia dengan Yerim.
“Baiklah, kali ini aku serius. Aku memang punya rahasia. Kau ingin tahu apa rahasiaku?” ujar Chan cepat dekan sedikit penekanan di setiap katanya.
Masih dengan raut wajah kesal, Yerim mengangguk. Namun, yang ia dapati selanjutnya hanyalah Chan yang sedikit menunduk sambil menarik bibir bawahnya dengan sebelah tangan.
“Tuh, lihat!” ujar Chan. “Rahasianya; ada sariawan di mulutku, bodoh! Makanya jadi malas ngomong.”
Dan Yerim pun hanya bisa ternganga.
“Jauhkan juga pikiran anehmu itu. Memangnya hal apa sih yang sampai-sampai harus kurahasiakan darimu? Tch.”
Seusai berkata begitu, Chan langsung melangkahkan kakinya keluar dari kelas, meninggalkan Yerim yang masih duduk dengan posisi kaku.
Bukan masalah sariawan Chan yang super besar sampai Yerim merasa nyeri sendiri, tetapi kata-kata Chan sebelumnya. Degup jantungnya semakin kencang, meski Chan hanya melontarkan sebuah canda.
Wajah Yerim terasa mulai memanas. Merasa ada yang aneh, Sooyoung menepuk-nepuk pipinya dengan kedua telapak tangan, dan bersikeras bahwa ada yang salah dengan dirinya sendiri.
Sementara itu, Chan melangkah di sepanjang koridor dengan pikiran kalut.
Apa yang baru saja dilakukannya? Menunjukkan sariawan sebesar itu pada Yerim? Ia tahu bahwa dirinya dan Yerim sudah bersahabat sejak lama, tetapi … yang tadi itu benar-benar memalukan. Dan juga … bagaimana dengan pernyataannya pada Yerim?
Oh, yang benar saja.
Chan menyadari bahwa setelah ia mengucapkan dua kalimat terkutuk itu, wajah Yerim langsung memerah. Chan pun merutuki dirinya sendiri. Karena meskipun ia telah berkata bahwa semua perkataan itu bohong, namun sebenarnya hatinya berkata lain.
Detik itu pula, Chan menghentikan langkahnya.
Kini, ia menemukan sebuah fakta.
Dua kalimat yang terucap untuk Yerim tadi—dua kalimat yang sempat dirutukinya—rupaya hal tersebut telah menjadi rahasia Chan pula selama ini, meskipun ia sendiri baru menyadari sekarang.
Sebenarnya, semua itu bukanlah suatu kebohongan.
fin.
-0Oo-

KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN's Oneshots
Fiksi PenggemarA collection of Seventeen's ONESHOTS written in Bahasa. Please enjoy!💕 By Rosé Blanche ©2017