There's One More Person [S.Coups]

47 8 0
                                    

Family, Hurt/Comfort, Slice of Life | PG | 500+ words
▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪
Ingat baik-baik, masih ada aku di sini.

-Choi Seungcheol-
▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪

Terasa dingin. Amat sangat dingin.

Tetapi, tak mengapa bagi Seungyeon. Bukan masalah. Air sedingin es ini masih tak seberapa bila dibandingkan dengan perasaannya. Hatinya.

Hati yang dulu mendatangkan kehangatan bagi orang lain, kini telah sepenuhnya membeku. Memang awalnya hanya bermula dari sekedar sakit yang pilu. Namun, makin lama makin dirasa bahwa pedih itu sudah melebihi ambang batas keterlaluan, hingga berakhir mati rasa.

Seungyeon tidak tahu siapa yang patut disalahkan. Takdir, atau sang sahabat yang menjadi perebut? Atau lelaki si pencampak hati?

Tidak, tidak. Justru ia sendirilah yang layak menjadi kambing hitam. Ialah yang tak cukup baik bagi lelaki itu. Atau mungkin juga ialah yang terlalu bodoh sampai-sampai berani menyerahkan kepercayaannya seratus persen.

Tetapi, apalah arti memikirkan penyesalan sekarang? Lama-lama ia bisa gila. Bahkan untuk saat ini pun, Seungyeon tak tahu harus menemukan kewarasannya di mana. Satu hal yang jelas, masa bodoh dengan semua itu. Lagi pula sudah terlalu enggan baginya untuk berpikir, dan ia hanya ingin mengakhiri ini semua kendati ia tak tahu harus bagaimana.

Maka, menceburkan diri ke dalam kolam renangnya pun menjadi pilihan terakhir. Menenggelamkan jiwa dalam keputusasaan tak berujung, sekaligus membiarkan rasa sakit itu luruh bersama dengan air. Meluapkan seluruh memori mereka berdua, bersamaan dengan hembusan napas terakhir.

Ia menyerah.

Karena sudah tak ada gunanya lagi hidup bila tak ada lagi orang yang mencintainya di dunia ini.

.

.

.

Ini aneh.

Seingat Seungyeon, tak ada manusia yang dapat bernapas dalam air tanpa alat bantuan sama sekali. Oh, atau ia sudah berada di alam sana? Atau jangan-jangan—

“Bodoh!”

Perlahan namun pasti, Seungyeon membuka kedua maniknya. Genangan air masih terasa, menimbulkan konklusi bahwa ia masih berada di bumi—masih di kolam tadi, dengan perbedaan tubuhnya sudah setengah terangkat dari air berkat topangan kedua buah lengan.

Hal pertama yang merangsek masuk ke dalam pandangnya adalah wajah lelaki sang empunya lengan—bukan lelaki berengsek itu, tentu saja—melainkan seseorang yang eksistensinya benar-benar terlupakan oleh Seungyeon.

Astaga, bagaimana bisa Seungyeon tak ingat?

Suara tadi itu jelas terdengar lirih, cukup untuk menjadi bukti bahwa yang terluka di sana bukan hanya dirinya saja.

Lelaki itu juga.

“Hei, aku benar-benar akan menghabisimu jika kau berani menakutiku seperti tadi lagi! Apa yang kaupikirkan, huh?”

Rambut laki-laki itu basah kuyup. Tetesan-tetesan likuid bening melekat pada wajahnya, entah disebabkan air kolam atau air mata. Atau keduanya. Entahlah, Seungyeon tak bisa membedakan.

“Aku tahu kalau patah hati itu menyakitkan, tapi … tolong jangan seperti ini. Ingat baik-baik, masih ada aku di sini, Seungyeon.”

Hening sejenak.

Kesadaran mulai mendatangi, dan perasaan lega seketika membuncah. Tahu-tahu saja tangisnya sudah meledak, dan lekas direngkuhnya lelaki itu. Menangis tak terkendali di bahu sang kakak, sekaligus meluapkan seluruh kesedihannya hingga tak bersisa.

Ah, memang benar.

Meskipun lelaki yang Seungyeon cintai telah pergi, seharusnya ia tidak melupakan sebuah fakta bahwa masih ada satu lelaki lagi, yang tak akan beranjak dari sisinya sampai kapan pun.

Sosok menyebalkan yang selama ini berdiri di belakang Seungyeon, selalu siap menangkap kapan pun ia terjatuh. Sosok yang masih punya banyak kekurangan di sana-sini, tetapi selalu berusaha yang terbaik untuk membahagiakan sang adik. Sosok berhati tulus, yang memiliki sejuta cara tersendiri untuk mencintai Seungyeon sejak dulu.

“Terima kasih, Kak.”

Dan sosok itu adalah Choi Seungcheol, kakak kesayangan milik Seungyeon seorang diri.

fin.
-oOo-

SEVENTEEN's OneshotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang