Fluff, Hurt/Comfort, Slice of Life | G | 800+ words
▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪
Hitam, pekat dan gelap.-Wen Junhui-
▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪▪Hitam, pekat dan gelap.
Dari hidup yang telah kujalani, aku menemukan satu fakta di mana manusia adalah makhluk yang serakah. Enggan bersyukur atas apa yang mereka punya, kemudian menuntut lebih dan lebih lagi. Mungkin seperti aku contohnya? Aku adalah manusia yang tidak pernah puas. Tapi, ada juga yang mengatakan kalau sesuatu yang kita miliki tak akan terasa berharga sampai hal tersebut diambil dari kita.
Lalu, barulah terjadi rasa sesal dan keputusasaan.
Hitam, pekat dan gelap.
Aku merasa memiliki semuanya. Perusahaan, harta berlimpah, kehidupan sosial sempurna serta juga pesona yang membuat gadis mana pun tergila-gila. Banyak yang mengatakan aku beruntung, tapi kenyataannya toh aku tidak sebahagia itu. Aku masih ingin lebih.
Mungkin, ketamakan inilah yang membuat Tuhan menamparku.
Hitam, pekat dan gelap.
Kejadian malam itu terus menghantuiku tanpa henti. Malam dimana alkohol mengambil alih segalanya. Malam dimana sedan hitamku rusak parah, hanya menyisakan beberapa puing tak berguna. Malam dimana aku kehilangan panorama dunia, serta seluruh warna yang melengkapi hidupku selama ini. Semuanya berubah gulita sejak saat itu.
Satu persatu pun mulai pergi meninggalkanku.
Hitam, pekat dan gelap.
Aku selalu berpikir, apakah seharusnya waktu itu aku sekalian mati saja? Kurasa itu jauh lebih baik, daripada merasakan pilu akibat semua yang ada disekitarku pergi menjauh, dan lebih sialnya lagi bahkan aku tak dapat menyaksikan kepergian mereka. Maka, mendekam sendirian dalam sebuah kamar tersudut menjadi pilihan. Memang apa lagi yang bisa kulakuan tanpa adanya kemampuan indra penglihatan? Lagi pula, sudah ada yang menggantikan posisiku di perusahaan.
Bukankah hidup sudah tidak ada gunanya lagi?
Hitam, pekat dan gelap.
Hari-hari berjalan dengan monoton, sampai suatu hari dokter langgananku yang biasa berkunjung ke rumah tiga kali seminggu memutuskan untuk pensiun. Pengganti Dokter Jung adalah putrinya sendiri, yang dikabarkan baru saja menuntaskan magang dan kini telah menjadi dokter tetap.
“Perkenalkan, namaku Jung Yerin. Kau tidak perlu memperkenalkan diri lagi, oke? Ayahku sudah memberi cukup informasi tentangmu.”
Kuakui, itu sama sekali bukan sapaan formal bagi seseorang yang berprofesi sebagai dokter.
Hitam, pekat dan gelap.
Berdasarkan apa yang kudengar, Dokter Jung mengatakan kalau Yerin hanya lebih muda sedikit dariku. Serius, aku tidak tahu alasan dibalik sikap Yerin yang bisa membuat orang luar mengatainya tidak sopan atau apa, namun aku tidak peduli. Toh bagiku ia menarik, dan kurasa ia membuatku merasa baik hari demi hari.
Herannya lagi, sejak kapan aku selalu menanti-nantikan hari Senin, Kamis dan Sabtu?
Hitam, pekat dan gelap.
Well, sebenarnya sejak saat itu, aku tak lagi enggan berpijak pada tanah dan bebatuan. Menghirup udara segar kembali menjadi rutinitas tiap pagi, pun dengan mengayun tungkai mengitari pekarangan kendati masih harus dituntun. Setidaknya, itu lebih baik daripada berdiam pada ruangan yang sejauh ke mana pun aku melangkah hanya ada dinding yang membatasi.
Secercah cahaya pun mulai hadir dalam kelamnya gulita.
Hitam, pekat dan gelap.
Entah mengapa, hitam ini tidak lagi menjadi sesuatu yang membebani pikiranku. Bukannya pura-pura bersahabat dengan petaka yang telah mengambil visiku ini, namun mungkin juga karena pengaruh ajaran Yerin. Katanya, walaupun usaha untuk terus menjadi lebih baik itu diperlukan, namun kebahagiaan hanya bisa didapat dari bersyukur dan menikmati hidup dengan apa yang ada.
Sesederhana itu.
Hitam, pekat dan gelap.
Nah, sekarang teruntuk Yerin. Sungguh, aku tidak tahu mengapa kita bisa dipertemukan dalam keadaan seperti ini. Memang takdir atau kehendak Tuhan? Bodoh, itu sama sekali bukan pilihan.
Tetapi, yang terpenting di sini, aku hanya ingin berterima kasih untuk semuanya.
Hitam, pekat dan gelap.
Biasanya, aku hanya akan tersenyum bila target pekerjaanku tercapai. Aku hanya akan tersenyum jika aku dapat mendatangi tempat-tempat yang kusukai sembari menikmati suasana alam. Aku hanya akan tersenyum bila kawan-kawanku melontarkan canda gurau dengan gaya kocak mereka.
Namun, terima kasih karena berhasil membuatku tertawa di saat mataku tak dapat melihat kecerahan dunia.
Hitam, pekat dan gelap.
Dibandingkan dengan sekarang, dulu aku lebih percaya diri dan lebih berhasil. Dulu ketika posisiku masih berada di atas, semua orang menghargaiku. Dulu sebelum kesanggupan memandangku sirna, aku dapat menyaksikan betapa indahnya mahakarya Tuhan ini.
Namun, terima kasih karena telah mengembalikan hidupku yang dulu, ditambah dengan adanya rasa bersyukur dan juga kemampuan untuk lebih menghargai orang lain.
Hitam, pekat dan gelap.
Semenjak kecelakaan itu, tak ada sesuatu yang dapat kupandang kecuali hitam. Hanya hitam, pekat dan gelap. Di saat semua warn pergi dari mimpiku, orang-orang juga ikut meninggalkanku. Namun, kaulah satu-satunya yang malah datang mendekat di saat semuanya menjauh. Kaulah yang sama sekali tak menghakimi, namun malah melukiskan kembali rona berseri yang sempat pudar.
Jadi, terima kasih juga karena telah mengubah hari-hariku menjadi lebih berwarna.
Hitam, pekat dan gelap.
Benar-benar. Aku masih tidak tahu kenapa aku bisa seperti ini, secara kau adalah gadis paling cerewet yang pernah kukenal. Kau selalu membuatku merasa lebih baik, lantas apa salahnya mencoba untuk membalas jasamu itu? Setiap lontaran pujian yang keluar dari mulutku selalu kauanggap sebagai candaan belaka. Lihat saja di atas, coba bedakan mana yang serius dan mana yang rayuan?
Tetapi tetap saja, aku ingin mengatakan kalau …well, teruslah baca ke bawah. Aku tahu, tulisanku memang masih tak beraturan secara baru sebulan ini aku berusaha belajar menulis tanpa melihat, dan serius, ini pertama kalinya aku berharap kalau tulisanku cukup jelek supaya tak dapat kaubaca.
Haha, jangan marah ya, Yerin.
Hitam, pekat dan gelap.
Karena, aku benar-benar jatuh cinta padamu.
.
.
.
fin.
-oOo-
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVENTEEN's Oneshots
FanfictionA collection of Seventeen's ONESHOTS written in Bahasa. Please enjoy!💕 By Rosé Blanche ©2017