Chapter 15

4.2K 219 3
                                    

Di tengah-tengah tangisanku, tiba-tiba ada yang membuka pintu kamar mandi. Ternyata itu Jerry sambil membawa handuk di pundaknya. Ketika ia melihatku sedang duduk dengan semua baju basah sambil menangis dan kedinginan, ia segera menghampiriku dan mematikan shower. Ia membantuku berdiri dan melapisi diriku menggunakan handuknya.

"Lu kenapa, Han?" tanya Jerry dengan panik.

Aku belum bisa menjawab karena menggigil kedinginan. Mungkin wajahku sudah pucat dan bibirku membiru. Jerry memelukku sangat erat, dan entah mengapa aku seperti berada di keliling api unggun, sangat hangat. Aku tidak ingin ia melepas pelukannya. Jerry membawaku ke kamar dan menyuruhku mengganti baju. Ia menunggu di luar kamar. Setelah aku ganti baju, aku memperbolehkannya masuk. Aku berbaring di kasurku. Jerry duduk di sampingku dan menutupiku dengan selimut.

"Kenapa?" tanya Jerry.

"Jangan tinggalin gue, Jer. I need you."

"Maaf, ya. Gua bukannya benci dan menjauh dari lu, tapi gua cuma mau lu itu mandiri. Gua gak pernah benci sama lu. Gua selalu sayang sama lu. Gak berarti sayang itu memanjakan, sayang itu membentuk kemandirian." penjelasan Jerry sangat bijak dan berhasil membuatku menangis 'lagi'.

"Udah ah, jangan cengeng. Masa kalah sama adeknya." ledek Jerry sambil mengelus rambutku.

Ah, aku sangat merindukan masa-masa ini!

"Terus lu mau ngapain ke Bang Ray dan pacarnya? Lu mau manas-manasin mereka sama gua?"

"Enggak, Jer. Gue gak mau jadiin lo pelampiasan gue. Kayaknya juga dia tau kalo gue suka. Cuma ya udah biarin aja. Yang penting, lo jangan ninggalin gue lagi ya."

Jerry berpindah lebih mendekat kepadaku. Aku menyenderkan kepalaku di pundak Jerry dan Jerry merangkul pundakku. Aku tak peduli ia adalah adikku. Aku sangat nyaman seperti ini, aku menyayanginya.

"Lu juga jangan ninggalin gua. Gua sakit banget loh, liat lu kayak gitu sama gua."

"Iya, maaf ya. Gue janji gak akan ninggalin lo buat Bang Ray. Dia udah nyakitin gue, jadi gue gak mau bikin gue dan lo sakit lagi." janjiku sambil tersenyum dan menatap Jerry.

"Assalamualaikum." terdengar suara Mba Lia di luar kamar.

Aku dan Jerry langsung membenarkan posisi kami. Jerry segera keluar dari kamarku dan menutup pintu kamarku. Aku tak henti-hentinya tersenyum dan tertawa sendiri. Betapa konyolnya aku jika aku tertangkap sedang bermesraan dengan adik kandungku sendiri.

Mba Lia masuk ke dalam kamarku.

"Kamu mau cerita apa?"

"Gajadi, Mba." jawabku sambil tersenyum.

"Ih, tadi nangis, sekarang senyum. Kamu gak kerasukan apa gitu?" tanya Mba Lia heran.

Iya, Mba. Kerasukan setan api asmara, haha.

"Haha, apa sih, Mba. Udah keluar aja, masak buat makan siang." usirku.

Mba Lia pun keluar kamarku dan menutup pintu kamarku dengan ekspresi heran. Aku bangkit dari tempat tidurku dan menganbil buku harianku di laci.

"Aku tidak tau mana yang seharusnya aku tulis terlebih dahulu. Aku sangat sedih Bang Ray sepertinya mengetahui perasaanku. Lalu aku menangis sejadi-jadinya di bawah shower sampai menggigil, tetapi karena itu, aku dan Jerry bisa bersatu kembali. Ia memelukku dan membawaku ke kamar. Ia mengungkapkan apa yang selama ini terjadi kepadanya. Aku sangat terharu karena ternyata ia sangat menyayangiku namun aku malah lebih memilih Bang Ray yang jelas-jelas sudah menyakitiku. I'm sorry, Jerry. I will love you like you love me."

Brother ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang