Chapter 9

5.5K 312 3
                                        


Keesokan harinya, aku berangkat sekolah bersama Bang Ray lagi, ia juga mengantarkanku sampai ke kelas lagi. Saat aku dan Bang Ray sedang berjalan di lorong sekolah, aku bertemu dengan Lita dan Arshey. Lita melihatku, aku tersenyum kepadanya. Lita membalas senyumku lalu lanjut berjalan. Hubunganku dan Lita benar-benar renggang. Meskipun kami masih duduk sebangku, tetapi kami sudah sangat jarang berkomunikasi. Setiap waktu senggang ia selalu berpindah tempat duduk.

Ketika bell masuk berbunyi, Lita masuk ke kelas lalu duduk di samping tempat dudukku. Ia tersenyum kepadaku, tumben.

"Hann." sapa Lita sambil tersenyum.

"Ya?"

"Masih inget janji kita dulu?"

"Apa?"

"Kalo kita kerja sama. Aku kenalin kamu ke Rio, kamu kenalin aku ke kakak kamu. Kamu janji mau kenalin aku ke kakak kamu kalo kamu udah deket sama dia. Sekarang kamu udah deket kan?"

"Tapi Rio udah punya pacar sekarang."

"Seenggaknya kamu udah deket, kan? Ayo harus tepatin janji."

Aku terdiam dan berpikir sejenak.

"Iya, Lit." jawabku dengan sedikit ragu.

Lita tersenyum kepadaku, sedangkan aku memikirkan bagaimana caranya. Pastinya sekarang aku sudah tau caranya karena aku sering berkomunikasi dengannya. Namun, ada rasa ketidakrelaan yang membuatnya menjadi sulit.

Bell pulang sekolah berbunyi. Aku membereskan barang-barangku lalu keluar dari kelas. Tiba-tiba, seseorang hampir menabrakku dari arah yang berlawanan. Ternyata itu adalah Bang Ray yang sedang berlari dan berhenti tepat di depanku.

"Ih, Bang Ray ngagetin aja!" teguranku kesal.

"Eh, mereka ke taman. Ayo ke taman juga! Gece keburu mereka sampe duluan!" bisik Bang Ray lalu menarik tanganku.

Aku berlari mengikuti tarikan Bang Ray sambil menghadap ke belakang, aku melihat Lita berkedip kepadaku. Aduh, aku sangat bingung harus bagaimana.

Sesampainya di taman, aku dan Bang Ray duduk di kursi bawah pohon yang rindang. Kami menunggu Rio dan Ka Reni. Bang Ray membelikanku es krim coklat. Tak lama kemudian, Ka Reni dan Rio datang lalu duduk di seberang kami.

"Mereka dateng." bisik Bang Ray lalu mengubah posisi duduknya lebih dekat denganku.

Aku sedikit bergeser menjauhi Bang Ray, tetapi Bang Ray mendekatiku lagi.

"Makan es krimnya." perintah Bang Ray menyuapi es krimnya kepadaku.

"Ih, ngapain sih, Bang." tolakku dengan sedikit kesal.

"Katanya mau kerja sama manas-manasin mereka."

"Gue udah gak suka sama Rio."

"Yah elah, ya udah bantuin gua."

Perasaanku sedikit sakit mendengarnya, jadi aku hanya 'pembantu'nya?

Sejam kemudian, aku dan Bang Ray sudah selesai menjalankan drama adik-kakak yang romantis ini. Ka Reni sesekali menoleh ke arah kami, sedangkan Rio berusaha membujuk Ka Reni supaya fokus dengannya. Kami berempat sudah seperti double date, tetapi pastinya tak seperti ini. Di perjalanan ke parkiran, aku meminta Bang Ray untuk membelikanku gulali kapas berwarna biru. Aku seperti adik kecil yang meminta kakaknya. Yah memang itu kenyataannya karena kami tidak pernah seperti ini saat kecil. Aku dan Bang Ray pulang ke rumah sambil membawa gulali yang baru dibeli.

Sesampainya di rumah, aku menaruh gulalinya di meja makan. Panas sekali udara di luar. Aku segera masuk ke dalam kamar, menyalakan AC, dan mengganti baju. Aku memakai baju kaos kecil dan celana pendek. Setelah itu, aku tiduran di kasur sambil mendinginkan badanku. Aku menyetel lagu cukup kencang dari kamarku. Lalu aku bersantai sambil berbaring di kasur. Sepertinya baru kali ini aku merasa sangat nyaman di kamar. Tiba-tiba kenyamananku sedikit terganggu saat lagu di ponselku memutar lagu Sepatu – Tulus. Aku ikut menjiwai lirik di dalamnya yang berkata "Terasa lengkap bila kita berdua. Terasa sedih bila kita di rak berbeda. Di dekatmu kotak bagai nirwana. Tapi saling sentuh pun kita tak berdaya." Dan itu mengingatkanku kepada seseorang yang aku sayang tetapi tak bisa kumiliki. Bukan Jerry, tetapi... Bang Ray. Oh no, jangan! Jangan biarkan hati ini menyukainya. Ia jelas-jelas tidak menyukaiku.

Brother ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang