"Hayo nulis apa?" ledek Jerry sambil tersenyum.
"Apa sih, Jer. Lo kenapa sih?" tanyaku heran.
"Kenapa apanya sih?" tanya Jerry balik lalu menutup pintu dan naik ke kasurku.
"Aneh aja gitu. Gue gak melihat seorang Anjerry Nerta yang sekarang."
"Bukannya lu yang mau kalo abang dan adek lu berubah?"
"Tapi, bukan berubah gini loh. Aneh aja perubahan lo."
Jerry terdiam sejenak. Suasana menjadi sangat hening.
"Jerry." panggilan Mba Lia dari luar kamar.
Jerry langsung menyauti panggilan itu dan keluar dari kamarku. Huft, tenanglah sudah perasaanku. Mengapa semuanya berubah jadi canggung? Sepertinya ia bukanlah Jerry.
Aku mengambil buku harian-ku lagi dan lanjut menulisnya.
"Dia aneh."
Aku menutupnya lalu berpikir di mana lokasi yang tepat untuk menaruh buku ini agar Jerry tidak membacanya lagi.
"Kamar mama!" Ide cemerlangku tiba-tiba muncul.
Semenjak mama dan papa ke Bali, kamar itu sudah jarang dipakai. Jadi pasti lebih aman ditaruh di sana.
Aku keluar kamarku lalu menuju kamar mama dan papa. Oh ya, aku belum pernah memberitahu denah rumahku. Rumahku berbentuk persegi panjang. Setelah pintu masuk adalah ruang tamu atau ruang tengah. Di depan ruang tengah adalah kamar-kamar. Kamarku ada di antara kamar Bang Ray dan kamar Jerry. Di sebelah ruang tengah adalah ruang makan dan dapur tanpa sekat apapun. Setelah ruang makan dan dapur adalah kamar mama dan papa yang lebarnya 2x kamarku, sebelahnya adalah kamar Mba Lia. Aku berjalan melewati ruang tengah, aku melihat Jerry bersama satu orang cewek sedang duduk di ruang tengah.
"Eh, Ka." sapa cewek itu tersenyum kepadaku.
Aku juga tersenyum kepadanya, meskipun aku tidak tau dia itu siapa.
Di kamar mama dan papa, aku melihat semua masih tertata rapih. Aku membuka lemari baju mama dan papa, tiba-tiba ada satu kertas yang terjatuh. Ternyata itu hanya foto kopi kartu keluarga, ya aku melihat namaku, Jerry, dan Bang Ray. Setelah aku rapihkan kertas itu, aku menaruh bukuku di atasnya lalu keluar dari kamar mama. Aku kembali ke kamar melewati Jerry dan cewek itu, ia tersenyum lagi kepadaku. Sepertinya ia adalah anak yang sangat ramah, aku yakin dia adalah pacar Jerry. Tenang Jer, aku akan menyusulmu bersama Rio.
Di kamar, aku menyalakan laptop lalu menonton film yang ada di dalam laptopku. Aku suka menonton drama romance tentang hubungan yang cukup sulit diselesaikan. Kali ini, aku sedang menonton drama tentang hubungan beda agama. Menurutku, sesuatu yang berbeda itu sulit dipecahkan.
Di pertengahan film, aku sudah meneteskan air mata yang kesekian kalinya. Tiba-tiba, Jerry masuk ke dalam kamarku dan melihatku yang sedang bercucuran air mata. Ia langsung menghampiriku dengan ekspresi panik.
"Kenapa, Han?" tanya Jerry panik dan menghampiriku.
"Ini filmnya sedih banget." jawabku sambil terbata-bata.
Ekspresi Jerry langsung berubah.
"Ih, kirain apa. Bikin panik aja."
"Cie panik, haha."
"Kirain lu cemburu." ledek Jerry sambil menjulurkan lidahnya.
"Lah? Cemburu buat apa coba."
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Zone
Teen Fiction(part 1) (part 2 sudah selesai) Hanna, Viray, dan Jerry adalah saudara sekandung yang tidak pernah akur sejak lahir. Tetapi ketika Hanna duduk di bangku SMA, semua hal tentang kedua saudara laki-lakinya itu berubah. Akur, sangat akur. Lebih dari a...