Chapter 21

3.5K 157 1
                                    

Sejam kemudian, aku tertidur di pundak Jerry tanpa aku sadari. Jerry membangunkanku ketika kami hampir sampai di stasiun Bogor.

"Udah sampe, Han. Bangun." ujar Jerry sambil mengelus rambutku.

Akupun terbangun dari tidurku dan mempersiapkan diri untuk turun dari kereta.

Sesampainya di stasiun kereta, kami turun dari kereta. Jerry menggandeng tanganku sepanjang stasiun, sedangkan Bang Ray jalan lebih dahulu sambil membawa tas koper kami yang dijadikan satu. Sesekali aku menatap Jerry yang menggandengku seakan tak mau lepas. Apa Jerry sebenarnya masih menyimpan perasaan itu?

Sekarang baru jam 11. Kami naik taksi ke alamat vila yang berada di pinggir jalan, jadi transportasinya cukup mudah untuk kemana saja. Jerry dan Bang Ray terus menjagaku di sepanjang jalan. Aku merasa putri yang dijaga oleh 2 pangeran tampan. Pangeran-pangeran tampan ini tak lain adalah saudaraku sendiri.

Sesampainya di vila, dalamnya cukup besar. Terdapat 1 kamar mandi, ruang kumpul keluarga, dapur kecil dan 2 kamar tidur. Aku masuk ke kamarku yang seharusnya menjadi kamarku dan Mba Lia. Aku berbaring di tempat tidurku dan melepaskan semua kelelahanku. Kasurnya terasa dingin, rasanya aku tak ingin berpindah dari kasurku ini. Aku mengambil ponselku dan memberikan kabar kepada Mba Lia. Oh ya, liburan kami kali ini tidak memberitahu mama dan papa karena pasti kami tak boleh berpergian selagi Jerry sedang persiapan ujian-ujian. Tiba-tiba, Bang Ray membuka pintu kamarku dan masuk ke dalam kamar.

"Ayo, kita ke Kebun Raya."

"Iya." Aku bangkit dari kasurku dan keluar dari kamar.

Setelah kami rapih-rapih, kami mengunci vila lalu berangkat ke Kebun Raya Bogor naik angkot.

Di Kebun Raya Bogor, kami membeli cemilan dan memakannya sambil duduk-duduk di rumput yang terletak di bawah pohon yang rindang. Bang Ray sesekali menyuapiku dengan cemilannya. Namun, kepalaku bersandar kepada Jerry.

"Kenapa kita gak nyusul Mba Lia aja, ya?" usul Bang Ray sambil menatap langit yang sedikit tetutup daun-daun rindang.

"Jauh ya...." sahutku.

"Gak penting kemana, yang penting sama siapa." sahut Jerry sambil tersenyum kepadaku.

"Sama keluarga." ujar Bang Ray.

Keluarga apa nih? Hehehe.

"Ciki doang gak cukup nih, laper" eluhku bercanda.

"Uuu, kasian. Adekku laper." ujar Bang Ray meledekku.

Lebih tepatnya adik yang menjadi mantan, hehe. Aduh, Hanna.

Akhirnya kita keluar dari Kebun Raya Bogor dan berjalan sekitar untuk mencari makan sore untuk ganjalan perut. Kami menemukan makanan pinggiran jalan yang sangat nikmat disantap saat seperti ini, yaitu bakso. Kami makan bakso di pinggiran jalan yang tak terlalu ramai dengan suhu dingin-dingin sejuk bersama orang yang disayang, sebagai kakak adik.

Setelah makan di suasana super romantis itu, kami kembali ke vila naik taksi. Di taksi, kami saling terdiam, mungkin karena kami sama-sama capek ditambah kenyang. Aku tak sabar mengatakan yang sebenarnya, tetapi kapan ya waktu yang tepat? Sepertinya, nanti malam saat bakar-bakar adalah waktu yang tepat. Semoga aku berani.

Di vila, aku menyiapkan baju ganti dan handuk lalu pergi ke kamar mandi. Kamar mandi vila itu terdapat 2 ruangan. Saat kita masuk, di situ ada wastafel, kaca, dan toilet duduk. Lalu ada kaca buram dan pintu geser yang membatasi ruangan ini dengan ruangan sebelah yaitu ruangan untuk shower. Aku menaruh baju-bajuku di ruang awal lalu menuju shower dan menutup pintunya. Beruntung, di situ terdapat water heater, jadi aku mandi menggunakan air hangat. Cuaca yang dingin ditambah air yang hangat membuat badanku sangat rileks dan memicu otakku untuk berpikir lebih tajam. Aku memikirkan bagaimana aku mengatakan yang sebenarnya kepada mereka. Mungkin saat bakar jagung adalah waktu yang tepat.

Brother ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang