Keesokan harinya, aku sudah siap berangkat sekolah. Aku sedang menunggu ojek langgananku sambil duduk dan bermain ponsel. Bang Ray lewat di sampingku lalu melihat ke arahku.
"Udah siap?" pertanyaan Bang Ray yang membuatku berpikir berulang kali.
Siap untuk apa?
"Siap?"
"Ih, siap berangkat sekolah. Ayo bareng gua." ajakan Bang Ray sambil menggulung lengan bajunya.
Oh, Bang Ray mengajakku berangkat sekolah bareng? Ada apa?
"Lah, tumben amat lu, Bang."
"Kan kemaren kita udah janji. Et dah bocah."
"Oh iya lupa, hehe."
Akupun berdiri dari bangku lalu berjalan bersama Bang Ray menuju garasi.
Sesampainya di sekolah, Bang Ray mengantarkanku ke kelas. Kelas Bang Ray berbeda 1 kelas dari kelasku. Kelas Rio ada di sebelah kanan kelasku dan kelas Ka Reni dan Bang Ray ada di sebelah kanan kelas Rio. Aku masuk ke kelas dengan perasaan sedikit berbeda. Masih canggung dan kagok aja gitu dengan Bang Ray, tetapi ini memang tugas kami agar bisa membalas dendam kepada Rio dan Ka Reni. Aku bercerita kepada Vanya tentang rencanaku dan Bang Ray.
"Lo yakin berhasil?" tanya Vanya dengan tak yakin.
"Ya fifty fifty."
"Kalo rencana lo gak berhasil tapi lo malah merasakan hal yang sama kayak Jerry gimana?"
"Haha, enggak dong, Vanya. Kalopun gak berhasil yaa... yaudah. Gue gak mau punya masalah lagi sama kayak Jerry."
"Gue doain yang terbaik aja deh ya buat lo."
"Iya, Van. Makasih ya."
Meskipun aku bilang itu tidak mungkin, tetapi aku juga berpikir, aku juga bilang tidak mungkin terhadap Jerry, but ya ini hasilnya, aku menyukainya. Semoga saja kasusnya tidak sama seperti kasusku dengan Jerry.
Pulang sekolah, aku diantar oleh Bang Ray lagi. Hmm, okelah sebagai kakak yang baik ia seharusnya seperti ini. Di rumah, aku masuk kamar, ganti baju, lalu berbaring di kasur dan menelpon Jerry.
"Hai, Hanna. Lagi apa?"
"Lagi nunggu masakan Mba Lia mateng."
"Oalah. Gimana si Rio?"
"Ah, biarin deh. Dan tau gak sih Jer, Rio itu jadian sama orang yang Bang Ray suka. Jadi, gue dan Bang Ray kerja sama buat manas-manasin mereka dan bikin mereka nyesel ninggalin kita."
"Wih, bagus dong. Gimana caranya?"
"Gue juga gatau sih, tapi Bang Ray udah ngatur semua kayaknya."
"Oh, semoga yang terbaik aja ya. BTW kangen, nih."
"Iya sama, kangen juga. Cepet pulang, Jer."
"Iya sayang, eh maksudnya kakakku sayang."
Aku terhentak atas kata-kata itu dan mulai tersenyum sendiri.
"Hahaha, iya adikku sayang."
"Hahahhaha. Oke deh, aku eh gua mau ke depan dulu ya."
"Okee. Byee."
Padahal teleponnya sudah kututup, tetapi senyum ini masih menghiasi wajahku yang memerah.
Aku bangkit dari kasurku dan keluar kamar untuk mengambil makan siang. Ketika aku membuka pintu kamar, Mba Lia sedang menempel di pintu kamarku. Aku kaget setengah mati melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Zone
Teen Fiction(part 1) (part 2 sudah selesai) Hanna, Viray, dan Jerry adalah saudara sekandung yang tidak pernah akur sejak lahir. Tetapi ketika Hanna duduk di bangku SMA, semua hal tentang kedua saudara laki-lakinya itu berubah. Akur, sangat akur. Lebih dari a...