13. Sebuah Alasan

1.2K 91 16
                                    

<<MATURE FOR LANGUAGE CONTENT>>

Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, ia sudah masuk kekamar sejak dua jam yang lalu. Pandangannya terpaku pada jalanan basah dengan rintik hujan yang masih terlihat sejak sore tadi. Beberapa minggu belakangan memang hujan selalu turun tanpa terkecuali, baik hujan yang deras maupun hujan yang kecil. Dan dinginnya cuaca dimalam ini bukanlah penyebab dirinya tak bisa tidur malam ini. Melainkan sang pemilik raga yang masih saja sibuk dengan segudang pekerjaan yang membuatnya belum terlihat sejak makan malamnya usai tadi.

Diam-diam ia bahkan mendamba Minho untuk ada disisinya, pria itu bahkan belum terlihat sejak dirinya pergi untuk meninggalkannya makan. Ia sudah mandi, menonton televisi dan juga mendengarkan musik diplaylistnya sambil menikmati rintik hujan yang turun dibalkon kamar apartemen mereka. Namun hal itu sama sekali tak bisa membunuh kebosanannya, ia sudah bergerak kesana kemari, namun ia tak kunjung tidur. Gaun tidur satin tipis yang dipakainya tersibak saat ia mencoba mencari posisi ternyaman untuknya tidur namun hal itu sama sekali tak bisa mempengaruhinya. Akhirnya ia mengangkat kakinya untuk turun dari ranjang, ia memutuskan untuk menjemput Minho agar ia bisa tidur.

Langkahnya dengan cepat menuju ruang kerja pria itu, entahlah, diam-diam dirinya tak bisa memungkiri kalau ia merindukan kehangatan tubuh tegap pria itu. Ia ingin pria itu ada disampingnya saat ia tidur. Ia tak bisa memberi alasan lebih logis, tapi ia menginginkan pria itu. Membuka pintu ruang kerja pria itu Sulli mendapati Minho masih sibuk didepan laptop miliknya dengan sangat serius, pria itu mendongak saat dirinya masuk. Ia tersenyum dengan tangannya yang bergerak seakan memanggil wanita itu untuk datang. Sulli dengan langkah pelan maju untuk mendekati pria itu, kakinya yang tanpa alas itu berjalan pelan dengan tatapannya yang mengarah pada pria itu. Dari jauh saja tatapan nya sudah membius.

Saat Sulli sampai didepannya, ia berdiri dan mengangkat tubuh wanitanya , Sulli duduk diatas meja kerja setelah ia menyingkirkan laptop dan beberapa kertas yang ada diatasnya. Minho tersenyum kecil saat Sulli benar-benar ada disampingnya, ia tak tahu kalau Sulli aka datang kemari dan menemuinya. Tangannya yang kekar mengelus rambut panjang yang tergerai indah dibahunya, ia meriah tangannya dan mengecupnya, Sulli terdiam dengan aksinya, walaupun Ia tak yakin tapi hatinya berdebar diperlakukan begitu manis oleh Minho.

" Belum tidur? " Tanyanya. Sulli menggeleng dengan cepat.

" Kenapa? Kau ingin aku menemanimu tidur sayang? " Tanya Minho, Sulli mengangguk pelan, sedangkan Minho mengulum senyum dibibirnya.

" Kalau kau masih banyak pekerjaan aku tak apa tidur sendirian " Sahutnya pelan, Sulli membuat Minho begitu gemas dengan tingkahnya.

" Sebenarnya aku sudah selesai dari tadi, hanya saja ada beberapa hal yang membuatnya menjadi tanggung " Katanya, Sulli mengangguk mengerti , itulah yang ia maksud dengan Minho adalah orang yang pekerja keras dan perfeksionis. Pria itu terlalu banyak bekerja, lalu apa gunanya karyawan yang ada dikantor kalau ia masih bekerja keras. Padahal pria itu hanya tinggal menerima beresnya saja.

" Minho, apa kamu belum makan? Aku bisa membuatkan makanan untukmu , atau sup yang tadi mungkin masih enak kalau dihangatkan lagi " Tawarnya, nadanya sangat pelan membuat Minho harus mendekatkan dirinya agar bisa mendengar suaranya.

" Tidak usah, aku bisa membelinya kalau lapar " Jawabnya, Sulli melepaskan tangannya yang ada dipipinya lalu menatap Minho dengan lekat.

" Tidak usah membeli, kau hanya akan menghabiskan uang saja. Aku bisa membuatkannya untukmu pagi, siang dan malam " Katanya, Minho tersenyum simpul sambil membalas tatapan Sulli dengan intens.

" Kau terlihat seperti seorang istri sayang, tapi tidak perlu , aku bisa makan diluar " Katanya. Minho membuat Sulli melemaskan pundaknya, entah kenapa penolakan Minho membuat jantungnya mencelos, ada perasaan sakit saat tahu ada orang yang menolak masakannya. Ia bahkan sudah bisa memasak saat dirinya berumur dua belas tahun, ia yang dituntut hidup mandiri karena orang tuanya sakit sebelum meninggal. Dan Chang Wook pun tidak pernah menolak masakannya, malah pria itu sangat menyukai masakannya dan bahkan sering menambah porsi makannya.

Sang Kupu-Kupu Malam✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang