6. (Season 2) Pengantin Baru

897 79 31
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sulli merasakan perutnya bergejolak. Ia berlari keluar rumah tersebut dan memuntahkan isi perutnya. Bahkan yang keluar hanya berupa cairan yang selalu saja membuat kepalanya pusing dan berputar. Tapi ia bersyukur, ia senang sekali bisa merasakan yang namanya mengandung , apalagi didalam perutnya adalah buah cintanya bersama Minho.

Minho menatapnya dari dalam rumah, wanita itu terlihat kesulitan, ditambah lari kecilnya membuat perasaannya takut. Ya, Minho takut wanita itu terjatuh dan membuat masalah lebih buruk lagi. Apalagi kalau sampai kakaknya tahu dan marah padanya. Ia tak bisa membayangkan kemungkinan apalagi yang terjadi pada hidupnya.

Sulli kembali mengekorinya, rumah ini benar-benar besar, ada beberapa kamar dilantai dua yang membuatnya berdecak kagum. Ya, Sulli memang sempat punya impian untuk membeli rumah dan tinggal bersama orang yang dicintainya, dan kini impiannya terwujud walau Minho masih belum tersentuh.

Pria itu berdiri didepan sebuah pintu kayu bercat coklat, apakah kamar itu akan menjadi kamarnya nanti. Minho membukanya dan terpampanglah sebuah pemandangan kamar khas wanita sekali, bercat pink didalamnya. Penuh dengan buku-buku tepat saat dirinya membuka pintu, ada beberapa tanaman hias yang mengelilingi kamar tersebut. Sebuah televisi besar pun terpampang diujung ruangan, ini sangat besar untuk ditinggali mereka berdua, apartemennya yang dulu bahkan setengah dari kamar ini. Yang membuatnya terus membuka mulutnya adalah ada balkon yang diam-diam sudah menjadi tempat favoritnya. Ia akan senang sekali melihat bintang dan bulan bersama anaknya sambil bercerita nanti.

Minho menatapnya yang terus berdecak kagum, wanita itu mengedarkan pandangan nya kesekeliling ruangan. Memang kamar ini begitu besar, tapi akan menjadi sangat besar kalau Sulli yang tinggal sendiri disana.

" Kamu suka? " Tanyanya datar. Sulli mengangguk dengan antusias.

" Ini sangat indah " Minho mengangguk, sedangkan Sulli duduk dipinggir ranjang sambil menatapnya dengan dalam. Beribu terima kasih ingin sekali ia ucapkan pada pria didepannya ini.

" Bagus kalau kamu suka, kamu boleh tidur disini " Ucapnya. Kamu? Bukankah mereka yang akan tinggal disana?

" Kamu tidak tidur disini? " Tanyanya. Minho tentu saja mengangguk dengan antusias. Dirumah ini ada empat kamar. Satu kamar akan dijadikan ruang kerjanya, satu kamar untuk Sulli, satu untuk dirinya dan terakhir untuk tamu yang akan menginap. Minho menatapnya yang tengah berkaca-kaca. Ia muak! Tidak bisakah wanita itu tidak menangis sekali saja.

Sulli mendekatinya dengan pandangan tak percaya, apalagi yang harus dilakukannya agar pria itu bisa memandangnya walaupun hanya sekali saja.

" Kita sudah menjadi suami istri, apalagi kita pengantin baru, dan kenapa kita harus tidur terpisah? " Tanyanya. Minho memandangnya dengan sinis membuat Sulli benar-benar kehabisan kata-kata.

" Suami istri? Apakah yang kudengar tadi adalah sebuah lelucon Choi Sulli. Dalam kamusku tidak ada yang namanya pernikahan. Dan berhentilah mengingat masa lalu, karena tak sepantasnya kamu mengenangnya. Dan yang sekarang ada dihadapanmu bukanlah seorang pria yang terobsesi dan cinta padamu. Tapi pria yang ada didepanmu ini adalah pria yang sudah melupakan perasaannya padamu, paham! Dan berhentilah menangis, aku muak melihatnya " Katanya penuh dengan penekanan. Sulli membisu , kakinya berubah menjadi jelly karena ucapannya. Minho keluar begitu ia selesai dengan ucapannya. Kembali meninggalkan Sulli dengan perasaan sakit luar biasa.

...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang