Gue: Sehari bersama Nindy (2)

1.2K 219 25
                                    

Pulang dari makan malam bersama Olivia dan Joni yang agak mabok, gue antar Devi balik ke runah. Seperti biasa perjalanan kami diisi sepi, tapi lain dari biasanya, entah kenapa kali ini sepinya gue dan Devi seperti menyimpan arti lain. Kaya suasana tenang sebelum badai. Ada sesuatu yang jahat yang bersembunyi dari absennya kata-kata diantara gue dan Devi.

Devi sendiri kaya lagi nunggu, dan tepat setelah dia menyerahkan helm ke gue dia membuka mulut dan akhirnya keluar juga masalah yang bikin Devi murung akhir-akhir ini.

"Bay, aku lanjut ke Bogor."

Oke.

Sip.

Jujur? Gue ga tau harus ngomong apa. Disatu sisi gue gak melihat masalah besar dari pernyataan Devi barusan. Lo kuliah di Bogor? Ok, terus? Emang di Bogor ga ada listrik? Ga ada kabel telepon? Ga ada internet? Atau Bogor udah masuk karesidenan di dimensi lain? Nggak juga kan? Banyak jalan yang tersedia untuk menjaga komunikasi gue dengan Devi. Tapi saat gue melihat wajah Devi, gue sadar bukan komunikasi yang jadi masalah. Tapi kesetiaan.

Hening terlalu lama mulai bergeser jadi awkward dan gue berusaha mematahkan tensi di udara dengan berdehem kecil, lalu dengan suara yang berusaha gue cool-cool kan gue bilang, "So?" Tapi gagal soalnya pita suara gue gemeter, ga kuat nanggung kekhawatiran akan perpisahan gue sama Devi, akan hubungan gue yang gak tau mau dibawa kemana?

Lo mungkin berpikir, alah, masih muda ini, Bay? Serius amat mikir pacaran. Seumur gue, gue tahu emang belum waktunya mikir komitmen yang terlalu serius, umur gue masih masuk dalam area hubungan sebagai kesenangan aja. Tapi nggak ngerti, rasanya ada yang salah sama konsep itu dan gue gak suka dengan betapa sembrono kedengerannya di telinga gue. Gak patut, gitu lho.

Bang Bri bilang gue cuma paranoid. Concern semu karena gue ingin percaya kalau gue udah gede. Tapi ya... jujur deh apa lo ga ngerasa kalau ada yang salah sama konsepsi di atas tadi? Gue merasa ketakutan gue wajar, dan sesuatu yang lazim muncul apalagi gue dan Devi sama-sama belum punya pengalaman dalam LDR, jadi ketika Devi bertanya, "kita gimana?"

Ya gue jawab,

"Jalani aja."

Jalani aja gue bilang. Prakteknya, jalani aja nggak sesimple yang gue duga. Jalani aja; berarti gue ga ketemu Devi berhari-hari, minggu bahkan bulan karena schedule kita yang lebih sering betroknya. Jalani aja; berarti gue jadi lebih sering ngelamun mantengin layar hp nungguin chat dibales sama Devi. Jalani aja; energi yang gue habiskan secara mental untuk menunggu Devi ternyata pengaruhnya lebih parah dari energi fisik. Capeknya mental gue ternyata lebih menyiksa dan gue paham kenapa lagu-lagu dangdut merindu kekasih tuh mellownya sampai bisa bikin kejang-kejang sambil berlinang air mata. Sadis.

Perubahan drastis yang lagi-lagi terjadi sama gue cukup membuat abang-abang khawatir. Deka sampai bela-belain bawa-bawa Vana buat ngehibur gue (yang plis, Dek? Gue bisa terhibur dari sebelah mananya? Yang ada gue jadi makin iri liat lo sayang-sayangan lucu sama Ivana. Terus juga, Dek. Lo pikir Vana badut Ancol yang bisa disuruh-suruh menghibur orang? Ga ngerti gue sumpah). Bang Bas juga jadi sering ngajak gue ngobrol, soal pengalamannya LDR.

"Masalah jarak fisik doang, Bay. Hati lo kan masih deket sama Nindy."

"Devi, Bang."

"Selama lo bisa jaga diri dan ga nyeleweng, terus lo percaya sama Nindy-"

"Devi."

"Gue yakin semuanya bakal fine-fine aja."

Gue ngangguk.

"Yang susah kan kalau LDRnya beda rumah ibadah, Bay."

Sampai di sini dia mulai curhat.

Pokoknya sedihnya gue tuh sampai-sampai Kakak gue yang maha cuek ikut prihatin liat gue yang kaya mati segan hidup tanpa Devi.

"Najis, lebay lo." Ujar orang yang nyaris seminggu ngambek sama pacarnya gara-gara gak diajak naik ke Ranu Kumbolo untuk yang kesekian kalinya setelah berkali-kali dijanjikan. Yang najis tuh sebenernya bang Brian yang nyaris jadi budak asmaranya Kakak, kalau lo denger lagu-lagu the SiX yang sekarang, nyaris semua judul sementaranya ada inisial kakak di dalamnya.

Track FSH1 - 1st demo
Track FSH1 - finalized
Track So Free - 2nd demo

ALAH TAI! NTAR JUGA KALAU PUTUS NANGIS! NTAR JUGA EMO LAGI!

Anjir jadi emosi. LDR ternyata punya kecenderungan memicu ledakan tempramen tiba-tiba, kaya PMS.

Seminggu pertama tuh menyiksa banget. Sampai-sampai ospek yang tugasnya gila-gilaan ga berasa di gue. Tiap malem gue tuker-tukeran tugas absurd yang gue dapat sama Devi.

"Aku disuruh nyari biji ketumbar yang bulat sempurna 238 biji coba. Buat apa???"

Mungkin buat diisi satu-satu sama kangennya aku ke kamu, Dev. Biar kamu tahu gimana susahnya nyari penawar rindu ini.

SADIS. Single depan mungkin gue bisa gantiin bang Bri nulis lirik.

"Aku tuh....." Devi memotong kalimatnya persis di tengah lalu menghela napas panjang.

"Aku juga......" balasan gue juga kepotong separuh jalan, gue jadi paham maksud penggalan kalimat Devi barusan. Kita berdua lagi merasakan tingkat rindu yang paling syahdu. Lo tau kan jenis kangen yang nyeseknya sampai lo kehabisan diksi buat menggambarkannya? Ya kira-kira begitu perasaan gue tiap percakapan gue sama Devi udah nyaris sampai di penghujung.

"Liburan masih lama, ya?" Gue mengeluh, Devi ketawa di Bogor.

"Baru juga OSPEK, Bayu!"

"Ya kan aku tuh....!" Gue menghembuskan nafas gede. Devi ikutan juga.

"Aku juga...."

"Apaan emang?" Goda gue.

"Ya.. sama kaya yang kamu bilang tadi." Devi menjawab malu-malu.

"Emang aku bilang apa? Aku bilang; kan aku tuh... laper pengen indomi dua bungkus."

"IIIIH BAYUUUU! Kamu tuh!"

"Hehehe, kamu apa?"

"Jahil."

"Tapi serius, aku tuh......"

"Hm...?"

"......kangen."

Jeda sedikit, gue bisa mendengar detak jantung gue bertempo liar di dekat telinga.

"Aku juga."

Jantung gue udah berjedug-jedug makin liar, gue rasa bentar lagi bakal meledug jadi serpihan ribuan konfeti terus gue bakal diangkat malaikat ke surga ketujuh, tepat setelah...

"Kamu apa?"

Setelah Devi mengucapkan.....

"Kang..."

"IBUUUUUKKKKK BANTOT PACARAN BUUUUUUUUUKKKKKK!!!!!! LDR-AN DIA BUUUUUUUKKKKKK!!!"

Alih-alih pernyataan kangen Devi yang pertama kali seumur hidup, kesenyapan malam nugas sekaligus pacaran gue terganggu oleh sebiji areng neraka yang ga tahu diri seenak-enaknya masuk ke kamar gue sambil bawa-bawa piring berisi potongan melon di tangannya.

"Adeknya kakak udah pinter pacaran, padahal kaya baru kemarin Adek sunat terus mamerin burung kemana-mana. Ckck, yang langgeng ya, Tot. Susah nyari cewe yang mau sama bocah kaya elo."

..
.
................
...........
.......
...
......
....
...
...

Coba ya kalo lo tau dimana tempat biasa ngeloakin kakak, tolong kasih gue alamatnya, rasanya mending gue jual kakak gue daripada keberadaanya nyepet-nyepetin hidup gue. Thanks.

BayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang