5 tahun yang lalu...
Seorang siswa berseragam putih-biru turun dari mobil sedan hitamnya dengan senyum merekah di wajah tampannya. Ia menatap gedung putih yang menjulang tinggi di hadapannya yang sudah ia anggap sebagai rumah kedua baginya.
Alex Aldric. Itulah yang tertulis di name tag yang tertempel di dada kanannya. Ia bangga menyandang nama Ayahnya sebagai nama belakangnya. Thomas Aldric, pria paruh baya yang Alex kagumi. Perusahaan-perusahaan besar yang dibangun oleh Ayahnya mulai dari nol itu tersebar luas di berbagai belahan dunia, membuat Alex bertekat untuk meneruskan usaha Ayahnya dan menjadi sukses sepertinya.
Alex memasuki rumah sakit besar itu dengan sebuket bunga hydrangea berwarna pink dan putih kesukaan wanita pujaannya. Ellena Campbell. Wanita cantik berambut pirang dan panjang berkebangsaan Amerika yang jatuh cinta pada Thomas Aldric dan berakhir ke pelaminan.
Alex tersenyum memikirkannya. Langkah kakinya yang sedari tadi menyusuri lorong rumah sakit, akhirnya semakin dekat dengan ruang vvip rumah sakit, ruang inap Mamanya.
Ellena menderita kanker darah atau biasa disebut leukimia stadium akhir. Ellena telah bertahun-tahun bertarung dengan sakitnya membuat tubuh segar dan berisinya menjadi kurus dan rapuh. Rambut pirang panjangnya yang indah itu perlahan rontok dan tidak menyisakan sedikit rambutpun pada kepalanya.
Alex menggelengkan kepalanya kuat. Yang harus ia lakukan sekarang hanyalah memberi semangat hidup pada Mamanya. Langkah kaki Alex mendadak berhenti, genggamannya pada buket bunga itu menguat. Ia melihat semua keluarga berkumpul di depan ruang Ibunya dengan isakan tangis menghiasi wajah keluarganya. Termasuk adik Ibunya, paman David Campbell beserta anak gadisnya, Francisca Campbell. Sepupu Alex yang seumuran dengannya dan ia biasa memanggilnya dengan Chika.
Semua mata yang tergenang air mata itu beralih pada kehadiran Alex di dekat sana. Alex memaksakan seulas senyum, ia tidak ingin berpikir yang tidak-tidak.
"Kenapa kalian semua..."
"Kakak!" pekik Chika memotong kalimat Alex. Chika menghambur ke arah Alex dan memeluknya erat. Alex mengerutkan keningnya dalam.
"Kakak harus sabar..."
"Chika, gue nggak ngerti..." suara Alex tercekat, seolah ada sebuah kerikil besar menyangkut di tenggorokannya.
"Bibi, Kakak! Bibi!" perasaan Alex tidak enak. Sepertinya ini bukan kabar baik untuknya. Alex meneguk ludahnya susah payah.
Tenggorokannya terasa kering. Tubuhnya juga bergetar hebat.Perlahan Alex melepaskan pelukan Chika dan berlari sekencang mungkin menuju ruangan Mamanya. Ia mendorong kuat pintu ruangan itu. Kedua matanya melihat Ayahnya yang berdiri menatap Istrinya yang terbaring lemah, di sana juga terdapat beberapa keluarga dengan raut wajah penuh duka. Para dokter dan suster tampak berkutat dengan semua peralatan rumah sakitnya yang selalu setia menempel pada tubuh Ibunya.
Kedua kaki Alex berjalan menghampiri Ibunya. Sungguh, Alex dapat merasakan getaran hebat di sekujur tubuhnya. Jaraknya dengan ranjang Ibunya semakin dekat. Ia dapat melihat para dokter itu melepas peralatan rumah sakitnya dari tubuh Ellena. Mata Alex melotot dan berlari menghampiri para dokter itu berusaha menghentikan kegiatannya melepas peralatan itu.
"Kenapa kalian lepas peralatan itu?! Nanti Mama nggak bisa napas!" teriak Alex dengan suara seraknya.
"Pa! Tolong kasih tau mereka, jangan lepas peralatannya nanti Mama nggak bisa napas!" Alex menatap pria paruh baya yang sedang memijit pelipisnya.
"Nak..." raut wajah Thomas tidak menyiratkan kesedihan sama sekali dan terlihat datar. Ada apa dengan Papanya ini?
Alex memandangi seluruh keluarganya dengan kedua mata yang tergenang air mata. "Kenapa kalian nggak menghentikannya?! Kalian mau Mama nggak bisa hidup?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
DARA [COMPLETED]
Teen FictionDara Fradella, Gue Dara, cewek pecinta mocca yang ceroboh dan hobi jatuh. Cowok yang gue suka? Jawabannya jelas, Raka Aldric. Cowok populer di sekolah yang paling manis dan lembut yang pernah gue temui. Tapi, sebuah ketidaksengajaan mempertemukan gu...