Tidak. Alex belum mati. Ia tidak mau mati begitu saja.
Ia bahkan masih mendengar keributan di sekelilingnya. Ia juga masih merasakan bagaimana jantungnya masih berdetak meski tidak senormal dulu lagi. Merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya.
Jangan lupakan bagaimana Alex menangkap siluet gadisnya yang tengah mendorong kasur rumah sakit dengan wajah cemasnya meski Alex sendiri tidak begitu jelas melihatnya. Ingin Alex tersenyum. Menggapai wajah Dara dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja dan tidak perlu mengkhawatirkannya.
Tapi kondisi tubuhnya seakan tidak berpihak pada keinginannya. Mungkin karena rasa sakit itu yang memaksa matanya untuk tetap terpejam. Dan Alex menurutinya. Mungkin ini yang terakhir bagi Alex untuk melihat Dara. Bahkan ia belum mengucapkan selamat tinggal padanya.
***
Dara terlihat mondar-mandir di depan ruangan operasi. Menggigiti ujung jarinya cemas dengan air mata yang terus mengalir. Ia juga tidak henti-hentinya memanjatkan doa agar Alex bisa selamat dari jalannya operasi.
Apa yang dilihatnya tadi, saat Alex tergeletak tak berdaya di dinginnya aspal jalanan dengan darah yang membasahi hampir seluruh tubuhnya. Membuat tubuh Dara seketika lemas dan gemetar. Siapa yang tega melakukan semua ini pada kekasihnya?
Seingat Dara, Alex tidak memiliki musuh. Alex juga berangsur-angsur merubah pribadinya menjadi lebih baik. Lalu, siapa?
Sebuah dorongan kuat menimpa tubuh Dara. Membuatnya jatuh tersungkur. Dilihatnya orang yang mendorongnya barusan.
"Kamu sudah mencelakakan anak saya! Dasar gadis miskin tidak tahu malu!" hardik wanita paruh baya yang mendorongnya tadi. Dara tahu betul siapa yang mendorongnya barusan. Dengan pria yang berada di belakangnya, sudah menjelaskan siapa mereka.
"Saya sudah memperingatkan kamu untuk menjauhi Alex! Ini yang saya takutkan! Alex akan celaka jika dia berada di dekat orang seperti kamu!" Thomas dengan suara berat nan kerasnya mengundang seluruh pasang mata di rumah sakit ini mengamati mereka.
Dara hanya bisa diam. Tak berniat membela dirinya seperti dulu. Hatinya sakit.
Bukan. Bukan karena kata-kata kasar dari orang tua Alex yang menyakiti harga dirinya. Tapi ia sakit karena kali ini perkataan mereka memang benar adanya. Ia adalah pembawa kesialan bagi Alex.
Raka yang datang terlambat segera membantu Dara bangun dan merangkul bahunya. Ia menatap marah pada orang tuanya. "Bukan Dara yang salah! Yang salah para preman itu! Bukan Dara!"
"Tapi dia pembawa sial!" seru Emma lagi. Thomas kali ini menenangkan Emma.
"Kamu tunggu apa lagi?! Pergi!" perintah Thomas pada Dara.
Dara melepaskan rangkulan Raka perlahan."Mau kemana?" tanya Raka pada Dara yang mengambil tasnya.
"Gue mau ke kafetaria. Lagipula keluarga Alex udah ada di sini," Dara memaksakan seulas senyumnya pada Raka. "Kalo ada apa-apa tolong kabari gue."
Tanpa menunggu jawaban dari Raka, Dara pergi begitu saja dari sana. Dengan air mata yang tak lagi bisa ia bendung.
***
Gadis itu menatap segelas kopi di tangannya dengan kosong. Duduk sendirian di kantin rumah sakit. Memikirikan bagaimana orang tua Alex menghujamnya dengan berbagai fakta yang menyakitinya.
Mereka benar. Ia adalah pembawa sial. Alex selalu mendapatkan sial sejak Dara hadir ke dalam hidupnya.
Dara menyesalinya. Sungguh.Jika saja ia mendengarkan perintah Thomas untuk tidak mendekati Alex lagi, mungkin Alex tidak akan mendapatkan masalah seperti ini. Mungkin.
"Dara!" teriak seorang gadis dari kejauhan bersamaan dengan derap langkahnya yang mendekat. Dara tersenyum.
Chika memeluknya erat setelah mengambil duduk di samping Dara. Cukup lama lalu melepaskannya. Ditatapnya wajah sahabatnya dengan prihatin. Wajahnya tampak kusut. Terdapat keputusasaan yang tersirat di setiap garis wajahnya.
"Lo nggak papa?" pertanyaan konyol itu keluar begitu saja dari bibir mungil Chika.
Dara mengangguk. "Gue nggak papa. Lo sama siapa kemari?"
"Gue sama Angga." balasnya sambil mengusap lengan Dara menenangkan. "Dia ada di lantai atas sama Raka kalo lo mau tau."
Dara mengangguk lagi kemudian kembali memusatkan perhatiannya pada segelas kopi di genggamannya. Terdiam begitu saja membuat Chika semakin khawatir.
Chika menepuk pelan bahu Dara. "Ra, Kak Alex pasti baik-baik aja kok. Dia itu cowok yang kuat. Dia pasti bisa lewatin semua cobaan ini. Lo harus sabar, Ra."
Tak ada jawaban dari Dara, Chika melanjutkan. "Sekarang gue tanya, kenapa lo malah ada di sini? Seharusnya lo ada di sana temani kak Alex." tanya Chika akhirnya setelah dilanda rasa penasaran. Bukankah seharusnya Dara menemani Alex saat ini?
Dara menggeleng lemah. "Nggak, Chik. Di sana udah ada keluarganya."
"Lo pasti diusir dari sana," Chika berdiri, mengulurkan tangannya yang hanya ditatap oleh Dara dengan kebingungan. "Ayo, kita ke sana."
"Chik..."
"Gue nggak menerima penolakan. Ayo." dengan dilanda keraguan, Dara menyambut tangan sahabatnya. Menggenggamnya erat sampai mereka melihat bagaimana situasi di depan ruang operasi itu. Semua berada dalam ketegangan. Angga sekalipun yang dalam kesehariannya bersikap ceria dan konyol, saat ini sedang menjambaki rambutnya frustasi.
Apakah benar Dara membuat kesialan dalam hidup Alex?
Bertepatan dengan setibanya Dara, seorang dokter keluar dari ruang operasi Alex. Semuanya berlarian menuju dokter itu.
"Bagaimana keadaan Alex, dok?" tanya Thomas menuntut.
"Operasinya berjalan lancar tapi nak Alex masih belum sadar. Kami tidak bisa memprediksi kapan nak Alex akan sadar dari komanya. Ia mengalami luka parah pada perut juga kepalanya mengalami pendarahan hebat."
Seolah jantungnya berhenti berdetak, juga seakan nyawanya telah direnggut begitu saja oleh sebuah kenyataan pahit. Dunia milik Dara seolah berhenti.
Dara tidak bisa mendengar apapun, tidak bisa melihat apapun, dan tidak bisa merasakan apapun. Ia mati rasa. Bahkan ribuan makian yang dilontarkan orang tua Alex pun tak lagi bisa didengar olehnya.
Dara terduduk lemas dengan air matanya yang kembali turun tanpa diperkirakan untuk kesekian kalinya.
Terus memanjatkan doa agar Tuhan dapat menukar posisi Alex dengannya. Berdoa agar Dara saja yang merasakan sakit dan bukannya Alex. Berdoa agar Alex bisa cepat bangkit dari sakitnya
Rasa pening dan sakit menghantam tubuh Dara membuat kedua matanya menggelap. Tubuhnya tak lagi bisa membendung rasa sakit itu. Ia mulai tak sadarkan diri. Membuat sekitarnya ikut panik.
Keadaan makin kacau dengan tidak sadarnya Dara. Membawanya ke ruang perawatan rumah sakit dengan Raka yang menggendongnya. Semua ikut mengantar kecuali orang tua Alex yang tetap pada pendiriannya bahwa Dara lah yang menyebabkan Alex celaka.
Dan berharap Dara akan mati hari ini juga.
***
Hallluuuuuuuuww!
Good morning everybodeeehh 😁Ternyata menulis juga menguras tenaga yaa
Ga perlu repot-repot bangun pagi buat jogging deh kalian
Cukup nulis novel aja udah bikin kalian dalam hitungan detik jadi langsing 😂Gimana gimanaa?
Masih ada yg nungguin cerita ini gak?
Kagak? Yaudah sih gpp 😊
*Btw itu fake banget smile nya
I'm so sick of this fake love 🎵
Yah malah nyanyi 😑Author bercanda koook
Ikhlas aing mah udah post ini cerita 😳Okay, lanjut?
Vomment nya banyakin dong biar makin semangat buat update 😘Makasih yg udah nungguin ini cerita 😊
I purple you guys! 💜
KAMU SEDANG MEMBACA
DARA [COMPLETED]
Teen FictionDara Fradella, Gue Dara, cewek pecinta mocca yang ceroboh dan hobi jatuh. Cowok yang gue suka? Jawabannya jelas, Raka Aldric. Cowok populer di sekolah yang paling manis dan lembut yang pernah gue temui. Tapi, sebuah ketidaksengajaan mempertemukan gu...