Dara kembali tertimpa sial. Hari ini ia bangun kesiangan karena harus mencuci jaket tebal itu setelah ia pulang kerja hingga tengah malam. Dara merutuki dirinya sendiri. Kenapa setelah kepindahannya ke Jakarta ia masih tidak bisa merasakan bahagia?
Dara mengecek benda yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Kurang 10 menit lagi bel masuk akan berbunyi dan ia masih tersesat mencari di mana kelasnya berada. Dara kelupaan di mana tepatnya kelasnya berada.
Dengan tubuh rampingnya, ia dengan mudah menerobos gerombolan murid yang lalu lalang di sepanjang koridor. Dara kembali mengecek arlojinya. Kurang 5 menit lagi.
Dara menggigiti kuku ibu jarinya ketakutan. Ia tidak ingin mempunyai masalah dengan para guru di hari keduanya ia bersekolah di sini.
Tiba-tiba suara alunan merdu dari alat musik piano mengetuk halus gendang telinga Dara membuat langkah gadis itu terhenti. Dara celingukan mencari arah suara itu hingga ia yakin bahwa suara piano itu berasal dari ruangan di depannya. Dara mendongak membaca tulisan di atas pintu itu dan benar saja ruangan itu adalah ruang musik.
Dara mendekati ruangan itu. Pintunya tidak tertutup rapat, juga tidak terbuka lebar. Membuat gadis itu bisa mengintip ke dalamnya dengan tangan menggenggam kenop pintu. Kedua mata Dara mendapati sosok lelaki yang tengah bermain piano dari kejauhan. Tampak lelaki itu sesekali memejamkan mata, menikmati setiap alunan merdu dari piano yang ia mainkan.
Dara tidak tahu persis lagu apa yang sedang dimainkan oleh lelaki itu. Tapi yang jelas, lagu itu bergenre Jazz. Lagu yang menurut Dara membosankan, tapi pengecualian jika lelaki itu yang memainkannya.
Dara terpaku mendengarkan lantunan merdu itu hingga bel yang berada tak jauh darinya berdering nyaring sampai-sampai membuat gendang telinga Dara seakan mau pecah. Tanpa sadar Dara membuka lebar pintu itu karena terkejut. Sama kagetnya, lelaki itu menoleh ke arah Dara. Samar-samar Dara melihat lelaki yang tidak tahu siapa namanya itu tersenyum padanya
Lelaki yang berbalut sweater putih itu menghampiri Dara dengan sebelah tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Setelah jarak antar mereka tidak terlalu jauh, Dara baru mengenali siapa lelaki yang tengah tersenyum padanya ini.
"Bill Evans, judulnya My Foolish Heart," cowok dengan tinggi sekitar 183 cm itu semakin mendekat, membuat Dara mendongak. "Kalo lo mau tau sih." lanjutnya kemudian terkekeh pelan.
Dara memasang senyum sebaik mungkin sebelum suara lembut cowok itu membuat kedua mata gadis itu membulat.
"Sepertinya kita pernah ketemu. Tapi di mana ya?" cowok itu tampak berpikir sejenak. "Gue inget. Lo yang kemarin mau jatoh itu kan?"
Dara memejamkan matanya menahan malu. Kenapa cowok itu harus mengingat kejadian memalukan itu?
"Lo bagus banget main pianonya," puji Dara mengalihkan pembicaraan sambil memainkan jari-jarinya di depan tubuhnya. Jujur, ia merasa gugup berhadapan langsung dengan cowok ini.
"Thanks," cowok itu tersenyum geli melihat kegugupan Dara. "Ngomong-ngomong siapa nama lo? Gue penasaran."
What?!
"N-nama g-gue Dara. Dara Fradella," Dara menggigit bibir bawahnya seakan menghukum bibirnya yang membuat kegugupannya semakin terlihat jelas.
"Nggak usah gugup. Santai aja kalo sama gue," cowok itu tersenyum lalu mengangkat tangan kananya ke udara, mengajak Dara bersalaman. "Nama gue Raka. Raka Aldric."
Dara menyambut jabatan tangan Raka ramah. Menyentuh tangan cowok yang bernama Raka itu seolah menyentuh listrik berkekuatan tinggi. Degupan jantung Dara semakin cepat. Ia tidak menyangka bisa seakrab ini dengan cowok setampan Raka. Seperti mimpi di siang bolong saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARA [COMPLETED]
Ficção AdolescenteDara Fradella, Gue Dara, cewek pecinta mocca yang ceroboh dan hobi jatuh. Cowok yang gue suka? Jawabannya jelas, Raka Aldric. Cowok populer di sekolah yang paling manis dan lembut yang pernah gue temui. Tapi, sebuah ketidaksengajaan mempertemukan gu...