Bab 19

2.7K 230 16
                                    

"Jika kau pernah melihat penyesalan yang datang di awal, mungkin kau hidup di semesta yang lain"

***

"Tolong jelasin kesalah pahaman yang selama ini nggak gue tau. Please,"

Dean terdiam menatap cowok dihadapannya yang tengah memohon. Ia ragu untuk menceritakannya, kemarin saja Ia menangis saat menceritakannya pada Ken. Lalu bagaimana jika ia menangis lagi? Masalahnya mereka sedang berada di sebuah rumah makan, jadi akan aneh kalau Dean menangis dihadapan makanan.

Tapi kalau tidak dijelaskan bukankah permasalahannya tidak akan kelar dan Alex selamanya tidak akan pernah tahu?

"Hmm...jadi gini...."

***

Setelah memulangkan Deandra kerumahnya, Alex masuk ke dalam kamarnya. Mendudukan dirinya di tepi ranjang. Ia kesal sekaligus malu. Rasa penyesalan itu berubah menjadi rasa malu, Alex benar-benar malu pada Dean, dan bahkan pada dirinya sendiri. Kalau boleh tertawa, ia ingin menertawakan dirinya sendiri karena terlalu bodoh untuk menjadi pacar Dean saat itu.

"Sialan." Cowok itu mengacak rambutnya frustasi

"Brengsek lo anjing! Ngapain hidup? nggak malu hah?!" Ia menghadap cermin seolah bertanya dengan dirinya sendiri

"Tolol banget si lu Lex, lebih percaya sama cewek lain dibandingin pacar lo sendiri. Goblok!"

Cowok itu benar-benar kalut. Melempar apa saja yang ada dihadapannya, penyesalan, amarah, dan rasa malu menjadi satu. Membuat emosi cowok itu tidak terkendali.

"Bunda, maafin Alex udah nyakitin perempuan yang Alex sayang. Alex gabisa jaga amanah bunda. Maafin Alex bun,"

Flashback

"Alex kamu matahin barbie vina ya? Tadi vina ngadu ke bunda"

"Itu kan galagala dia bun. Dia matahin mbimbiman punya alex"

"Alex, kamu nggak boleh seperti itu. Nggak boleh punya dendam seperti itu. Kamu nggak tahu kalau vina tadi nangis?"

"Dia nangis?"

"Iya, dia nangis. Tahu nggak kalau cowok yang bikin cewek nangis itu apa?"

"Apa?"

"Cowok yang bikin nangis cewek itu bukan cowok namanya. Cemen."

"Alex kan nggak cemen bun"

"Nah, cowok yang nggak pernah bikin nangis cewek itu yang keren. Alex mau kan jadi keren?"

"Tapi alex udah bikin vina nangis, alex cemen dong,"

"Biar jadi keren, Alex harus minta maaf sama vina,"

"Iya, nanti alex minta maaf"

"Sekarang, Alex harus janji sama bunda. Janji Alex nggak akan bikin perempuan nangis, Alex nggak akan bikin perempuan sakit hati. Alex nggak akan jadi cemen,"

"Alex janji bunda!" Cowok berusia lima tahun itu tersenyum lebar menampilkan deretan giginya yang belum rata.

***

"Lo udah makan? Gue udah buatin makanan tuh, mama lagi pergi sebentar" Ujar Ken ketika Dean baru saja memasuki rumah.

"Gue udah makan Ken" jawab Dean malas tanpa menatap kearah Ken sedikit pun

"Lo kenapa sih?"

"Apanya yang kenapa?"

"Gue ngerasa lo kaya ngejauhin gue. Gue ada salah sama lo?"

"Emangnya kenapa maunya deket-deket terus?" Skakmat. Ken diam dengan jawaban yang diberikan oleh Dean, Dean kemudian naik kekamarnya.

"Seandainya lo tau, ngejauhin lo nggak semudah itu Ken" Dean menghempaskan tubuhnya kekasur empuk miliknya. Ia lelah dengan pikirannya. Memikirkan kembali kejadian tadi saat Dean menjelaskan semuanya.

Flashback

"Maafin gue Ta." Dean mendongkak, bukan karena permintaan maafnya, melainkan panggilan 'ta' yang diucapkan oleh Alex. Dulu Alex memang memanggilnya dengan sebutan ta, yang diambil dari nama panjang Dean, yaitu Calista.

"Gue nggak tau sumpah."

"Kok gue tolol gini ya?"

"Kebanyakan makan micin kali ya?"

"Ta. gue udah salah banget sama lo, gue udah brengsek banget sama lo. Dan bahkan gue bener-bener malu buat natap lo. Gue malu sama lo, sama diri gue sendiri. Sama bunda."

"Gue minta maaf untuk yang kesekian kalinya. Maaf aja mungkin nggak cukup buat nutup luka di hati lo, buat ngobatin rasa kecewa lo. Lo boleh marah sama gue ta, marah aja gapapa, tampar gue kalo perlu gue--"

"Stop. Gue udah lupain semuanya, gue udah maafin lo. Luka gue juga udah sembuh, tapi ada satu yang hilang, yaitu kepercayaan."

Alex terdiam, Ia tahu kepercayaan tidak dapat dikembalikannya begitu saja.

"Tapi, sebelum gue nerima ajakan lo tadi gue udah mutusin, gue udah mutusin buat percaya sama lo sekali lagi"

***

Riuh. Seluruh siswa dari kelas satu sampai tiga sudah berkumpul diparkiran SMA Angkasa.

Mereka tengah mengantre untuk masuk ke dalam bus layaknya mengantre siomay mang Aang.

Deandra terpaksa duduk dengan Ken, dikarenakan peraturan yang menyuruh setiap murid untuk duduk bersama teman sebangkunya.

Ponsel Deandra bergetar membuat gadis itu harus merogoh saku jaketnya.

Alex: sweater yang gue beliin kok nggak dipake?

Dean: buat nanti malem

Alex: 😊👌

Alex tidak bisa menahan senyumnya, tidak sadar bahwa Ken memperhatikannya karena tempat duduk Alex disebrang tempat duduk Ken dan Dean.

Alex memang sudah memutuskan untuk tetap mengejar Dean kembali, itu semua berkat Dean yang berkata bahwa gadis itu akan mulai mempercayai Alex lagi.

Alex tidak akan menyakiti gadis itu lagi, sungguh. Alex bahkan tidak mau kalau Dean harus menangis lagi karenanya.

Ken mengambil headsetnya. Ia benar-benar benci dengan pemandangan yang baru saja dilihatnya. Ia kesal tanpa alasan. Yang jelas ia tidak suka jika Alex kembali berurusan dengan Dean.

Sekitar dua puluh menit setelah Ken mendengarkan lagu, kepala itu sudah terjatuh dengan bebas di pundak seseorang. Pundak Dean.

Dean tersentak, menatap Ken yang tengah tidur seperti bayi. Dean cepat-cepat memalingkan pandangannya, wajahnya memerah hanya dengan melihat Ken sedekat itu, padahal mata Ken terpejam. Tapi kenapa debaran itu terus saja muncul?

Bagaimana aku bisa melupakanmu jika kamu terus mendekat selagi aku menjauh?

Hujan Di Langit NovemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang